Desa baratan adalah lingkungan yang berada di dekat kaki gunung Piramid Bondowoso yang memungkinkan air mengalir tanpa henti di musim kemarau.
"Air sungai itu asalnya dari gunung, kalau kemarau memang mengecil tapi tidak sampai habis" Ujar pak Zainal.
Aliran sungai yang berada di hulu dimanfaatkan sebagai pamsimas untuk memenuhi kebutuhan air di desa Baratan dan sekitarnya. Harga per meter kubiknya juga sangat murah.
"Kalau di sini murah dek, pamsimas per meternya cuma 500 perak, beda dengan air pam" ungkap pak Hasan selaku kepala desa.
Di sekitar balai desa terdapat parit kecil yang dimanfaatkan untuk pengairan sawah-sawah.
Dengan aliran air yang tidak pernah kering, maka sektor pertanian khususnya tanaman padi dapat dilangsungkan sepanjang tahun tanpa menunggu waktu musim penghujan tiba.
"Kalau padi di sini tidak kenal musim dek, sepanjang tahun bisa tetap ditanam karena airnya cukup" ujar pak Zainal.
Aliran air di sungai di desa sebetulnya termasuk dalam kategori bersih. Dalam parit yang bersebelahan dengan dam dapat dimanfaatkan sebagai tempat budidaya ikan yang bagus.
"Wah ini bagus ini kalau buat pelihara ikan, airnya bagus kok" ungkap pak Andrew selaku dosen pembimbing lapangan
Namun demikian, kejernihan air itu tercemar karena kebiasaan warga desa Baratan untuk mandi, cuci dan buang air di sungai masih saja ada.
"Memang kalau warga sini rata-rata walaupun punya kamar mandi di rumah tetap mandi di sungai, katanya lebih enak kalau di sungai" ungkap pak Zainal.
Pernyataan tersebut juga dikuatkan oleh bu Nuraeka dari dinas kesehatan kecamatan Binakal yang mengatakan bahwa kebiasaan mandi, cuci, dan buang air di sungai masih sulit untuk diubah karena itu memang kebiasaan dari dulu.
Namun demikian, terlepas dari kebiasaan masyarakat tersebut, terdapat dam air dan parit kecil yang cukup bagus apabila dikelola menjadi tempat wisata yang indah.
"Andaikan pemudanya mau bergerak bersama, misal ini di cat kan bagus, aliran airnya juga bagus ini" ungkap pak Andrewe pada saat sidak kunjungan ke desa Baratan.
Bentuk batu-batuan di sungai juga cukup fotogenic dan dapat menjadi daya tarik tertentu kepada orang yang baru berkunjung ke desa Baratan.
Sayangnya, potensi tersebut belum dapat dimanfaatkan dengan baik karena tidak adanya pemuda yang bergerak untuk memaksimalkan potensi desa. Hal tersebut tak lepas dari sistem pendidikan turun temurun yang mayoritas mensekolahkan anaknya di pondok pesantren yang notabenya jarang pulang ke rumah.
Minggu 14/08/2022, pak Andrew Setiawan selaku Dosen Pembimbing Lapangan di kecamatan Binakal melakukan penyebaran bibit ikan lele di sungai desa Baratan bersama mahasiswa-mahasiswi se kecamatan Binakal. Hal tersebut dilakukan karena melihat potensi air yang melimpah di sungai desa Baratan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H