Cabai merupakan jenis tanaman yang banyak dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat desa Dukuhtengah. Cabai memiliki manfaat yang cukup besar baik dari segi ekonomi bagi para petani dan sering digunakan untuk bahan masakan.Â
Selain kubis, komoditas cabai dipilih sebagai tanaman budidaya karena memiliki risiko rendah terkena serangan hama babi hutan dan kera. Hal ini dikarenakan letak Desa Dukuhtengah berada berdampingan dengan wilayah hutan. Â
Namun, dalam budidaya cabai, sering kali petani Desa Dukuhtengah mengalami kerugian yang disebabkan oleh serangan penyakit. Dua penyakit yang cukup merugikan dalam budidaya cabai adalah penyakit patek (antraknosa) dan Keriting kuning.
Penyakit antraknosa dan keriting kuning disebabkan oleh dua jenis patogen berbeda. Penyakit antraknosa disebabkan oleh cendawan Colletotrichum sp. yang dapat menyebabkan busuk pada buah cabai.Â
Antraknosa dapat disebarkan oleh tanaman inang, alat pertanian, air, dan tanah. Keriting kuning disebabkan oleh  Pepper Yellow Leaf Curl Virus (PYLCV) yang berasal dari kelompok geminivirus.Â
Penyakit keriting kuning mengakibatkan tanaman cabai menjadi rusak dengan gejala serangan berupa perubahan warna menjadi kuning dan keriting pada daun, tanaman menjadi kerdil, hingga tidak dapat memproduksi buah.Â
Berbeda dengan antraknosa, penyakit keriting kuning tidak terbawa benih, tidak ditularkan melalui kontak alat pertanian, tanah, maupun aliran air. Keriting kuning hanya ditularkan melalui vektor (serangga penular) secara persiste. Vektor dari penyakit PYLCV adalah kutu kebul (Bemisia tabaci).Â
Dampak dari serangan penyakit antraknosa dan keriting kuning pada tanaman cabai sangat signifikan. Serangan ini dapat menyebabkan penurunan kualitas dan produktivitas cabai bahkan menyebabkan gagal panen.Â
Permasalahan penyakit antraknosa dan keriting kuning cabai semakin diperparah dengan adanya penggunaan bibit cabai siap tanam yang dibeli melalui sumber yang sama dan penggunaan benih sendiri (benih yang dihasilkan dari panen sebelumnya yang telah dikeringkan) tanpa diberi perlakuan khusus untuk mengendalikan penyakit terbawa benih.Â
Kebiasaan tersebut menyebabkan kejadian penyakit antraknosa dan keriting kuning tersebar merata hampir pada seluruh lahan pertanaman cabai di Desa Dukuhtengah.Â