Pertumbuhan anak merupakan hal yang sangat penting, terutama dimulai lahirnya anak hingga awal dewasa. Pertumbuhan anak merupakan perjalanan yang penuh tantangan, di mana setiap fase perkembangan memerlukan dukungan yang tepat. Psikoedukasi, sebagai salah satu pendekatan yang menggabungkan psikologi dan pendidikan, menawarkan solusi efektif dalam mengoptimalkan pertumbuhan anak. Psikoedukasi menawarkan pendekatan holistik yang mencakup aspek kognitif, emosional, dan sosial anak. Melalui psikoedukasi ini, lingkungan keluarga dapat berperan sebagai tempat utama implementasinya, sehingga dapat membantu mencegah terjadinya stunting pada anak.
Peran ibu dalam pola asuh anak sangat penting dalam penerapan psikoedukasi. Melalui interaksi, ibu membantu anak berkomunikasi efektif, mengatasi tantangan emosional, dan membangun hubungan yang sehat. Oleh karena itu, ibu mampu memahaman emosi anak, anak dapat mengembangkan keterampilan coping yang sehat, meningkatkan rasa percaya diri, dan menghadapi tantangan psikologis untuk meningkatkan kualitas hidup. Ibu berperan sebagai model moral dan emosional bagi anak-anak, serta memperluas pengetahuan mereka tentang pengembangan anak.dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kehadiran tim KKN 8 Tematik Kelompok 3 Di Desa Tambak Karya, Kurau, Kabupaten Tanah Laut ini menjadikan kesempatan dilakukannya penyampaian psikoedukasi ini pada ibu-ibu di desa tambak karya di semua RT. yang berjumblah 22 ibu yang memiliki balita.
Psikoedukasi ini dilakukan oleh Siti Nur Salsabila, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Banjarmasin, Fakultas S1 Psikologi ini dilakukan dengan langsung kerumah-rumah warga Tambak Karya pada ibu yang memiliki anak balita. Kegiatan Psikoedukasi ini dilakukan pada tanggal 27 Februari 2024.
Hal-hal yang disampaikan saat psikoedukasi di sampaikan, sebagai berikut:
Menurut Sigmund Freud, ketika seseorang tidak memenuhi kesenangannya pada tahap perkembangan tertentu, entah itu diabaikan atau diperlakukan secara berlebihan, maka orang tersebut bisa mengalami fiksasi (kegagalan) atau terkunci pada tahap tersebut.
1. Tahap oral (0-1 tahun)
Anak mendapatkan kepuasannya melalui mulut. Oleh karena itu, mereka sering kali merasa senang memasukkan segala hal ke dalam mulutnya, termasuk ketika sedang menyusu pada sang ibu.
2. Tahap anal (1-3 tahun)
Anak mengalami sensasi menyenangkan saat memainkan wilayah anal mereka sendiri, seperti ketika buang air atau menyentuh feses. Orangtua sangat penting dalam memberikan bimbingan untuk mengendalikan kesenangan ini, termasuk dalam toilet training.
3. Tahap falik (3-6 tahun)
Anak mengalami minat pada organ vital mereka dan menghadapi Oedipus Complex (anak laki-laki ketertarikan pada ibu) atau Electra Complex (anak perempuan ketertarikan pada ayah), dan meniru gaya orangtua. Adanya kesadaran tentang norma sosial.
4. Tahap latensi (6 - masa pubertas)
Pemahaman anak tentang aturan sosial berkembang, sementara ketertarikan seksual mereka diarahkan pada pengembangan kemampuan sosial dan intelektual. Dorongan seksualnya berusaha disublimasikan menjadi kegiatan sosial yang dapat diterima.
5. Tahap genital (setelah masa pubertas)
Ketertarikan seksualnya akhirnya muncul kembali. Anak-anak mulai belajar tentang identitas diriperan seksualdan hubungan sosial yang lebih intim. Dengan bimbingan yang tepat pada tahap-tahap sebelumnya, mereka dapat tumbuh menjadi pribadi dewasa yang bijaksana dalam menghadapi dorongan seksual.
Harapannya, ibu dapat mendukung perkembangan anak sesuai dengan teori Sigmund Freud dengan memperhatikan kebutuhan dan keunikan mereka. Ingatlah bahwa setiap anak memiliki potensi tak terbatas, meskipun dengan kebutuhan yang beragam. Dengan cinta, dukungan, dan pengertian, orang tua dapat membantu anak mencapai kemandirian dan kebahagiaan yang maksimal. Jika anak mengalami kecacatan atau kekurangan dalam perkembangan (ABK), baik fisik, kognitif, atau emosional, penting bagi orang tua untuk menyadari bahwa anak tetap memiliki potensi dan kebutuhan yang unik. Serta untuk mencari bantuan dari profesional, seperti psikolog.