Mohon tunggu...
KKN RDR77
KKN RDR77 Mohon Tunggu... Lainnya - KKN RDR-77 UIN Walisongo Semarang

Kelompok 112

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bicara Kesetaraan Gender dan Feminisme, Mahasiswa KKN UIN Walisongo Gelar Diskusi Online

19 November 2021   14:20 Diperbarui: 19 November 2021   14:28 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mahasiswa KKN Reguler Dari Rumah (RDR) angkatan 77 Kelompok 112 UIN Walisongo Semarang menggelar diskusi online dengan tema "Kesetaraan Gender dan Feminisme", Selasa (09/11/2021).

Kegiatan tersebut dilaksanakan melalui Live Instagram kknrdr77_kel112 bersama dengan seorang pembicara yang luar biasa, beliau adalah Dosen Psikologi Fakultas Psikologi dan Kesehatan UIN Walisongo Semarang, Khairani Zikrinawati, S.Psi., M.A.

Diskusi online ini dimoderatori oleh Nadia Putri Anggraini, anggota KKN RDR 77 Kelompok 112 dan ditonton sekitar 20 viewers (penonton). Tema diskusi online ini diangkat berdasarkan keresahan yang terjadi di masyarakat mengenai separatism laki-laki dan perempuan dan ingin mengetahui bagaimana sudut pandang psikologi mengenai hal tersebut.

Kegiatan tersebut diawali dengan pembacaan CV pemateri, dilanjutkan dengan materi yang disampaikan mengenai gender. Khairani menyampaikan, gender sedikit berbeda makna dengan jenis kelamin. 

Gender merupakan klasifikasi jenis kelamin yang dikonstruksi secara sosial. Saat ini, perkembangan studi gender lebih menekankan ke perkembangan aspek-aspek maskulinitas (rujuliyah) dan aspek feminitas (nisa’iyah). Ada juga yang mendefinisikan gender merupakan peran-peran, tanggung jawab, status, fungsi yang melekat pada laki-laki atau perempuan.

Menurut Khairani, kesetaraan gender adalah keadaan setara dimana laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kondisi yang sama. Terdapat perbedaan makna antara emansipasi dan kesetaraan gender. 

Emansipasi adalah memberikan hak yang sepatutnya diberikan dimana sebelumnya hak tersebut dirampas. Emansipasi wanita adalah pemberian hak kepada wanita untuk mengembangkan diri agar bisa bekerjasama dengan laki-laki dalam memberikan kontribusi di masyarakat dan kemajuan suatu bangsa. 

Kesetaraan gender dimata Islam adalah laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama, yang paling mulia adalah yang bertaqwa dalam surah Al-Hujurat ayat 13. 

Dalam Islam ketaqwaan lah yang menjadi tolak ukur mulia dihadapan Allah. Islam sangat memuliakan perempuan dan tidak pernah mendiskriminasi perempuan yang dibuktikan dengan syariat Islam untuk menutup aurat agar perempuan lebih terjaga serta anjuran Islam untuk lebih menghormati ibu. 

Pada masa Jahiliyah, perempuan direndahkan, namun setelah kedatangan Islam wanita dimuliakan dan bagaimana Islam bisa membuka perempuan untuk lebih dihargai.

"Kaitannya dengan feminisme", lanjut Khairani, "merupakan kesadaran mengenai ketimpangan pembagian gender yang dialami perempuan. Ada juga yang mendefinisikan sekumpulan ide dan pemikiran dalam pembebasan kaum perempuan yang mengalami ketidakadilan karena factor jenis kelamin. Namun ada juga yang mendefinisikan bahwa feminisme adalah suatu gerakan krusial dan kesadaran yang saling berkesinambungan dengan berdasarkan pada tindak kekerasan yang menimpa kaum perempuan."
Dapat disimpulkan bahwa feminisme berarti perempuan bisa mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk mengembangkan diri.

Sesi selanjutnya dibuka pertanyaan, Nadia selaku moderator menanyakan mengenai peranan Megawati sebagai satu-satunya pemimpin negara wanita di Indonesia. Khairani mengatakan bahwa hal tersebut sah-sah saja terjadi karena perempuan juga berhak menjadi pemimpin meskipun masih banyak pandangan konservatif tradisional yang masih menganggap tabu pemimpin perempuan.

Vella, selaku audiens bertanya mengenai bagaimana cara agar stigma di masyarakat bisa berubah mengenai perempuan dituntut harus serba bisa, padahal laki-laki juga harus bisa melakukan itu. Kemudian Khairani memaparkan bahwa saat ini banyak kita lihat dalam suatu keluarga perempuan cenderung lebih aktif dibandingkan laki-laki. 

Untuk mengubah stigma, kita bisa mulai dari lingkungan terdekat kita soal pembagian peran, mulai dari keluarga, lingkungan pertemanan dan hal-hal terdekat kita. Bisa mulai diskusi dengan lingkungan terdekat,tentang pembagian peran karena stigma tersebut dibentuk oleh masyarakat karena kebiasaan.

Di akhir diskusi online, Khairani juga berpesan "jika kita ingin menuntut kesetaraan hak, peluang untuk mendapatkan hak tersebut sudah sangat terbuka, kita harus tetap menjaga dan jangan berlindung dibalik feminism radikal, harus tetap mengingat kodrat. Kita harus bersikap moderat, bukan berpandangan konservatif tradisional dan bukan juga berpandangan feminism yang radikal dimana terjadi separatisme antara laki-laki dan perempuan yang berlebihan."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun