Kendal- Indonesia, negara dengan keberagaman budaya dan agama, konsep moderasi memiliki peran penting dalam menjaga keharmonisan dan kerukunan antar kelompok masyarakat. Moderasi di Indonesia merujuk pada upaya untuk menjaga keseimbangan, mengendalikan, atau membatasi suatu aktivitas atau konten agar tetap sesuai dengan norma-norma budaya, agama, dan hukum yang berlaku di negara ini.
Inilah yang mendasari Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Mandiri Inisiatif (KKN MIT) UIN Walisongo Semarang Posko 55 menyelenggarakan webinar moderasi beragama bersama aparat Desa Rowobtanten, dengan tujuan untuk menghindari ekstremisme dan konfik yang sering terjadi di tengah-tengah masyarakat.(27/072023).
Secara sederhana, moderasi beragama memiliki arti menggunakan dalil-dalil agama dalam bertindak moderat, menyatakan sebuah pikiran dan bertindak yang bersifat moderat, serta sikap seseorang dalam memahami dan mengimplementasikan ajaran agama yang dianutnya.
Dalam Al-Qur'an moderasi itu bermakna pertengahan, hal ini sesuai dengan surah Al-Baqarah ayat 143 yang menegaskan posisi umat islam sebagai umat pertengahan. Dan di dalam hadis pun dijelaskan bahwa sebaik-baik perkara adalah yang pertengahan. Dalil inilah yang menunjukkan bahwa dalam berkehidupan masyarakat yang moderat tidak boleh tumpang tindih antara golongan A dengan golongan B.
"Webinar yang kami adakan hari ini membahas topik yang sangat penting dan relevan dalam konteks masyarakat kita saat ini, yaitu Moderasi Beragama Dalam Mengatasi Konflik Sosial. Dimana konflik sosial ini sering kali menjadi hambatan bagi perkembagan dan keharmonisan masyarakat. Oleh karena itu, kami mengangkat topik ini sebagai salah satu upaya guna untuk mencari langkah apa saja yang sekiranya bisa kita ambil dalam menangani problem yang muncul karena banyaknya perbedaan." Kata ketua panitia Arundina Listya.
Mengapa indonesia sekarang sudah tidak moderat lagi? Karena mulainya budaya barat yang masuk ke indonesia, budaya yang saling menyalahkan satu sama lain. Prof. Amin Aminullah berkata : "Budaya itu mudah menerima satu sama lain, antara satu pulau dengan pulau yang lainnya, karena adanya rasa ingin mengenal satu sama lain. Berbeda dengan bangsa barat yang bertolak belakang, karena adanya rasa ingin mengambil atau mencaplok wilayah daerah orang lain".
(Mustajab, divisi Kominfo Posko 55)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H