Desa karangtejo, tanggal 22 Juli  2024 Kelompok Kuliah Kerja Nyata Mandiri Misi Khusus (KKN MMK) UIN Walisongo Semarang dan UIN Gunung Djati Bandung mengadakan kegiatan pelatihan ecoprint kepada ibu-ibu PKK di Desa karangtejo yang bertujuan untuk menghasilkan desain unik pada kain atau bahan lainnya dengan memanfaatkan pigmen alami dari tumbuhan, juga untuk mengurangi penggunaan bahan kimia dan mendukung keberlanjutan lingkungan.
Ecoprint yaitu sebuah teknik seni yang menggunakan bahan-bahan alami untuk mencetak pola dan desain pada kain dan kertas. Ecoprint semakin populer di kalangan seniman dan pecinta lingkungan. Teknik ini tidak hanya menawarkan alternatif ramah lingkungan bagi pewarnaan tekstil tradisional, tetapi juga mendukung praktik berkelanjutan dan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan.
Pelatihan ini ditujukan kepada ibu-ibu PKK di Desa Karangtejo yang sangat antusias dalam mengikuti pelatihan ecoprint. Pelatihan diawali dengan seminar kecil untuk mengenal lebih dalam mengenai ecoprint yang di sampaikan oleh mas Albin dan demostrasi oleh mba Adhe, kemudian dilanjutkan dengan praktik pembuatan langsung ecoprint oleh ibu-ibu PKK.
Teknik yang dilakukan untuk pembuatan ecoprint yaitu penggabungan antara teknik pounding (dipukul) dengan teknik steam (dikukus) dua teknik ini digabungkan agar hasil dari pembuatan ecoprint lebih bagus dan terlihat hasilnya (tidak samar). Pembuatan ecoprint dilakukan dengan menempelkan daun, bunga, dan tanaman lainnya pada kain atau kertas, lalu dipukul menggunakan batu atau palu, kemudian dikukus atau direbus untuk mentransfer warna dan bentuk alami dari tanaman tersebut ke permukaan media. Proses ini menghasilkan pola unik yang tidak dapat direplikasi, menjadikannya kain hasil ecoprint sangat unik dan menarik dalam karya seni.
Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan dampak negatif industri tekstil terhadap lingkungan, banyak seniman dan desainer mulai beralih ke ecoprint. Selain mengurangi penggunaan bahan kimia berbahaya, ecoprint juga mengurangi limbah dan konsumsi air, yang seringkali menjadi masalah dalam proses pewarnaan konvensional.
Ketua pelaksana Ecoprint yaitu Wiwid Widia Yulhendrik menyatakan bahwa ecoprint tidak hanya ramah lingkungan karena mengurangi limbah industri tekstil yang biasanya banyak menggunakan pewarna sintesis, tetapi juga memberikan nilai tambah terhadap seni yang dikeluarkan dari penataan dan bentuk daun pada produk akhir.
Dengan semakin banyaknya orang yang peduli terhadap lingkungan dan mencari cara-cara kreatif untuk mendukung keberlanjutan, ecoprint diharapkan dapat terus berkembang dan menjadi bagian dari tren global menuju praktik seni yang lebih hijau.
Ecoprint, sebagai bagian dari gerakan seni dan desain yang lebih besar, menunjukkan bahwa kreativitas dan keberlanjutan dapat berjalan beriringan. Mari kita dukung dan sebarkan inovasi hijau ini demi masa depan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H