Mohon tunggu...
KKN UIN WS Sragen
KKN UIN WS Sragen Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

KKN MIT 14 UIN Walisongo Semarang 2022 Kelompok 42 Kel. Jatibatur, Kec. Gemolong, Kab. Sragen

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Artikel Opini: Tradisi Gotong Royong Menyambut Idul Adha yang Tidak Terkikis oleh Waktu

23 Agustus 2022   20:15 Diperbarui: 23 Agustus 2022   20:18 962
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gotong royong adalah warisan yang diharapkan mampu bertahan dari generasi ke generasi. Gotong royong juga merupakan salah satu ciri khas dari kebudayaan Indonesia. Sampai saat ini masih banyak daerah di Indonesia yang melaksanakan gotong royong untuk melakukan suatu pekerjaan. 

Menurut KBBI gotong royong memiliki arti bekerja bersama -- sama. Menurut Koentjaraningrat gotong royong adalah pengerahan tenaga manusia tanpa bayaran untuk suatu pekerjaan yang dapat bermanfaat bagi masyarakat umum (Rachman & Subagyo, 2012).

Seperti peribahasa Sepi ing pamrih, Rame ing gawe (tidak ada pamrih, banyak bekerja). Peribahasa tersebut bisa berarti dalam gotong royong tidak mengharapkan imbalan atau balasan namun tetap sungguh-sungguh dalam bekerja. Selain itu gotong royong banyak sekali manfaat serta nilai yang terkandung dalam gotong royong. 

Dalam Pancasila, kita dapat menemukan bahwa semangat gotong royong atau kebersamaan menjadi salah satu nilai pokok yaitu dalam nilai kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, serta keadilan sosial (Rachman & Subagyo, 2012).

Untuk terus menjaga warisan bangsa desa Jatibatur selalu mengadakan gotong royong disetiap kegiatan. Contohnya ketika melakukan persiapan idul adha dan juga pada saat pelaksaan idul adha. 

Untuk mempersiapkan idul adha desa jatibatur selalu melaksanakan resik -- resik lapangan untuk tempat penyembelihan dan pemotongan hewan qurban. Kegiatan ini dilaksanakan secara turun temurun. Semua kalangan masyarakat hadir ketika kegiatan tersebut dimulai. 

Dari orang tua hingga anak -- anak pun turut membantu. Lalu setelah resik -- resik lapangan selesai  ditutup dengan makan bersama suasana guyup dan canda tawa hadir sebagai pelengkap kegiatan tersebut.

Dengan  majunya zaman, kebiasaan  gotong royong sudah mulai berkurang. Kebiasaan kerja sama juga beralih karena nilai ekonomi yang ada dalam masyarakat. 

Masyarakat mulai mengerti tentang nilai uang sehingga kerja bakti berubah menjadi kerja yang dibayar dengan uang untuk kepentingan ekonomi masyarakat (Teresia et al., 2019). Dalam hal ini tentu saja warga desa Jatibatur patut diapresiasi karena mereka telah berani mempertahankan tradisi yang sudah ada ditengah perkembangan zaman

Padahal dalam gotong royong sangat banyak manfaatnya untuk kehidupan bermasyarakat. Contohnya saja dilihat dari kegiatan resik -- resik lapangan ala desa Jatibatur yaitu dapat meringankan beban pekerjaan, menumbuhkan rasa peduli, menumbuhkan sikap sukarela, tolong-menolong, kebersamaan, menciptakan rasa kekeluargaan antar sesama anggota masyarakat, menjalin dan membina hubungan baik antarwarga masyarakat.

Oleh: Deastuti Puji Utami

Mahasiswa Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Walisongo Semarang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun