Mohon tunggu...
KalamResti
KalamResti Mohon Tunggu... Mahasiswa - RESTI ASTUTI MISATUN PUTRI

Hanya ingin menjadi manusia yang bermanfaat dan mengedukasi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Liar Angin

9 Januari 2025   17:19 Diperbarui: 9 Januari 2025   17:19 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di tengah keramaian langkahku terhenti,
Di belakang, bisikan halus penuh cela,
Aku berdiri teguh dan berani,
Mendengar cacian yang menggores jiwa.

Cacian itu, seperti liar angin,
Menerpa wajahku dengan dingin tajam,
Setiap kata tajam, seperti pisau,
Namun hatiku, takkan pernah ranap.

Dalam cermin, aku melihat diriku,
Bukan hanya bayang-bayang tanpa arti,
Dengan segala kekurangan dan kelebihan,
Aku adalah cerita yang takkan mati.

Betapa mereka tak mengerti,
Di balik senyum, ada perjuangan,
Seperti bunga yang tumbuh di celah batu,
Kekuatan ini, adalah keindahan.

Malam menjelang, dan bintang bersinar,
Cacian mereka, hanyalah riak di laut,
Aku akan terus berjalan, takkan mundur,
Karena di dalam hati, ada suara yang kuat.

Dengarlah! Ini ceritaku,
Perempuan yang takkan pernah padam,
Di balik semua cacian dan hinaan,
Ada cinta, harapan, dan impian.

Ditulis oleh Resti Astuti Misatun Putri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun