Di saat langit mendung,
Aku berdiri di bawah rintik hujan,
Air mata ini bercampur,
Dengan butiran yang terus turun.
Hujan, seolah mengerti perasaanku,
Setiap tetesnya adalah suara hatiku,
Malu yang mendalam, memohon ampun kepadaMu.
Di tengah keramaian, aku terasa asing,
Menatap awan gelap yang menggantung,
Rasa bersalah ini begitu menyiksa,
Seperti petir yang mengoyak keheningan.
Hujan ini, adalah air mata yang deras,
Menjadi saksi bisu perjalanan ini,
Di setiap detak, ada penyesalan,
Dalam kesunyian, aku terpuruk, tak berdaya.
Tuhan, aku datang,
Dengan hati penuh kerinduan,
Mengangkat tangan dalam harapan,
Memohon kemaafan atas segala kesalahan.
Di bawah hujan ini, aku bersimpuh,
Air mata bercucuran, tak tertahan,
Setiap tetesnya adalah ungkapan rasa,
Malu akan langkah yang terlanjur diambil.
Namun, di tengah kesedihan,
Kau hadir, memberi ketenangan,
Menyentuh jiwa yang terluka,
Dengan kasihMu, Engkau menghapus semua duka.
Hujan pun reda, menyisakan pelangi,
Seolah menandakan harapan baru,
Dalam ketulusan, aku berjanji,
Melangkah kembali, mendekat padaMu.
Kini, saat langit cerah kembali,
Aku menatap masa depan dengan harap,
Hujan ini, air mata yang murni,
Menjadi awal dari perjalanan menujuMu.
Ditulis oleh Resti Astuti Misatun Putri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H