Malang, 21 Juli 2024 - Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya yang tergabung dalam program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Banturejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, telah meluncurkan sebuah program inovatif berupa pembuatan pupuk organik cair berbahan dasar kotoran sapi. Program ini merupakan upaya nyata dalam pengelolaan limbah ramah lingkungan sekaligus sebagai tanggapan terhadap perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan.
Dengan melimpahnya kotoran sapi di desa ini, mahasiswa KKN melihat potensi besar dalam memanfaatkan limbah tersebut menjadi sesuatu yang bernilai ekonomi dan ekologis. Pembuatan pupuk organik cair ini tidak hanya mengurangi limbah yang berpotensi mencemari lingkungan, tetapi juga menghasilkan pupuk berkualitas tinggi yang dapat meningkatkan produktivitas pertanian.
Proses pembuatan pupuk organik cair yang dilakukan oleh mahasiswa KKN Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya melibatkan beberapa tahapan penting dengan bahan-bahan tambahan yang spesifik untuk memastikan hasil yang optimal. Tahapan utama dalam proses ini adalah fermentasi kotoran sapi dengan bahan tambahan seperti molase dan mikroorganisme pengurai, atau dikenal sebagai EM4. Berikut adalah rincian takaran bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan pupuk organik cair ini:
- 10 kg kotoran sapi sebagai bahan utama.
- 30 liter air sebagai media untuk melarutkan dan memfasilitasi proses fermentasi.
- 100 ml EM4 (Effective Microorganisms 4) untuk mempercepat proses dekomposisi dan meningkatkan kandungan mikroorganisme bermanfaat.
- 500 g kapur dolomit yang berfungsi menstabilkan pH dan menambah kalsium serta magnesium.
- 500 g gula merah sebagai sumber energi bagi mikroorganisme pengurai.
- 5 kg sekam bakar yang berfungsi sebagai bahan penyeimbang karbon dan meningkatkan porositas campuran.
Proses pembuatan pupuk ini dimulai dengan mencampurkan kotoran sapi dengan air, kemudian ditambahkan EM4, kapur dolomit, gula merah, dan sekam bakar. Campuran ini kemudian diaduk secara merata dan ditempatkan dalam wadah tertutup untuk memulai proses fermentasi.
Fermentasi berlangsung selama 14 hari, di mana perhatian khusus diberikan pada kondisi lingkungan untuk memastikan proses berjalan optimal. Perawatan berkala dilakukan dengan pengecekan suhu dan pH pada hari ke-5 dan ke-10. Pengecekan ini penting untuk memastikan bahwa suhu fermentasi tetap stabil dan pH berada dalam rentang yang ideal, sehingga mikroorganisme pengurai dapat bekerja dengan efektif.
Setelah fermentasi selesai, hasil fermentasi kemudian disaring untuk mendapatkan pupuk cair yang kaya akan nutrisi esensial bagi tanaman. Pupuk organik cair ini mengandung berbagai unsur hara makro dan mikro yang diperlukan oleh tanaman, sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah dan hasil pertanian. Penggunaan pupuk organik cair ini juga membantu menekan penggunaan pupuk kimia yang berdampak buruk bagi lingkungan, menjadikan pertanian lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Dosis pemakaian pupuk organik cair ini adalah 1 bagian pupuk dicampur dengan 10 bagian air. Campuran ini kemudian dapat diaplikasikan dengan cara disemprotkan langsung ke daun tanaman atau ke tanah di sekitar akar. Metode ini memastikan bahwa nutrisi dari pupuk cair dapat diserap secara maksimal oleh tanaman, meningkatkan pertumbuhan dan hasil panen secara keseluruhan.
Selain fokus pada proses pembuatan pupuk organik cair, mahasiswa KKN juga berperan aktif dalam merancang aspek pemasaran produk tersebut. Mereka membuat desain logo dan kemasan yang menarik untuk pupuk organik cair ini, dengan tujuan meningkatkan daya tarik produk di pasaran. Desain ini tidak hanya memperhatikan estetika, tetapi juga menyampaikan informasi penting mengenai manfaat dan cara penggunaan pupuk secara jelas dan informatif.
Setelah desain logo dan kemasan selesai, mahasiswa KKN menyerahkannya kepada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Banturejo. Dengan dukungan BUMDes, pupuk organik cair ini diharapkan dapat dipasarkan secara lebih luas, baik di tingkat lokal maupun regional. Langkah ini diharapkan mampu memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat desa, serta memperluas penerapan pertanian ramah lingkungan melalui penggunaan pupuk organik cair.
Dengan kolaborasi ini, diharapkan pupuk organik cair yang dihasilkan dapat menjadi produk unggulan Desa Banturejo, mendorong peningkatan ekonomi desa, dan sekaligus menginspirasi desa-desa lain untuk mengembangkan produk serupa. Mahasiswa KKN Universitas Brawijaya tidak hanya mengajarkan ilmu pertanian, tetapi juga membekali masyarakat dengan keterampilan dan strategi pemasaran yang berkelanjutan.
Program ini diharapkan dapat menjadi model bagi desa-desa lain dalam mengelola limbah secara efektif dan ramah lingkungan. Selain itu, mahasiswa KKN juga mengadakan pelatihan dan membuat buku panduan bagi warga desa mengenai teknik pembuatan pupuk organik cair, sehingga mereka dapat melanjutkan produksi secara mandiri setelah program KKN berakhir.
Dengan adanya program kerja ini, mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya tidak hanya menerapkan ilmu yang mereka pelajari, tetapi juga memberikan kontribusi nyata dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan mempromosikan pertanian berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H