Sejatinya, masih banyak masyarakat yang belum mengenal istilah maggot, hingga bahkan belum mengetahui seperti apa bentuk maggot.Â
Ketika tim KKN UM mengumumkan kalau dalam jangka waktu 45 hari akan mengadakan proker maggot, masyarakat, terutama ibu-ibu dasawisma, tampak penasaran sekaligus bersemangat. Sebagian besar merasa penasaran karena istilah maggot masih asing di telinga. Namun, beberapa juga sudah sedikit paham meskipun hanya tahu kalau maggot hanya sebatas 'set/belatung'.Â
Di sisi lain, ibu-ibu dasawisma juga bisa sedikit menghela napas lega ketika tahu kalau maggot dapat dijadikan solusi atas permasalahan sampah organik yang menggunung. Karena pada dasarnya, tim KKN memilih program kerja dengan kaitan maggot untuk mengatasi permasalahan sampah organik.
Tak hanya ibu-ibu dasawisma saja, kebanyakan orang awam juga belum tahu sepenuhnya mengenai maggot. Maggot itu sebenarnya larva dari Black Soldier Fly (BSF). Tentu saja hal ini berkebalikan dengan pemikiran orang awam mengenai set/belatung.Â
Set/belatung itu kotor, sedangkan maggot itu ada untuk membantu kehidupan manusia. Maka dari itu, manusialah yang nantinya akan memberikan makanan untuk maggot, seperti sayur bekas, nasi, kelapa, dan sebagainya, agar menghasilkan maggot berkualitas (simbiosis mutualisme).
Pendekatan yang dilakukan tim KKN pada ibu-ibu dasawisma berupa sosialisasi dan pendampingan. Kebetulan, program kerja ini sangat didukung oleh Ketua Desa Kebobang, sehingga banyak sekali bantuan yang ditawarkan, seperti fasilitas kandang lalat dan container box 63 x 45 x 44.Â
Sosialisasi dilakukan ketika kegiatan dasawisma yang dilakukan setiap hari Rabu dan Jumat secara berkala. Bu Dian, salah satu anggota dasawisma, menunjukkan ekspresi wajah yang serius ketika tim KKN mendeskripsikan perihal maggot. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya Bu Dian.Â
Meskipun hal ini masih asing, tetapi beliau termasuk salah satu ibu-ibu dasawisma yang memiliki rasa ingin tahu tinggi terhadap maggot.
Namun sebelumnya, tim KKN melakukan studi banding terlebih dahulu ke Tumpang Lestari. Hal ini dilakukan agar tak semata-mata tim KKN melakukan sosialisasi maggot dimulai dari nol. Dengan bekal pengetahuan dari Tumpang Lestari, tim KKN semakin yakin dan percaya diri bisa membagikan ilmu tersebut kepada ibu-ibu dasawisma.
Terkadang, muncul pertanyaan-pertanyaan dari ibu-ibu dasawisma. Ada satu pertanyaan yang membuat tim KKN senang, yaitu ketika Bu Dian berceletuk, "Apa perbedaan maggot Tumpang Lestari dengan maggot yang lain?"
Tim KKN seketika menjawab, "Larva lalat BSF memiliki natur yang berbeda dari lalat lainnya karena memiliki sifat teritorial, sehingga minim kontaminasi dari tempat sampah yang berbeda-beda pula. Keunggulan maggot larva lalat BSF ini yaitu kemampuan untuk mencerna zat kimia dan virus atau bakteri."
Dari sini, tim KKN merasa kalau keingintahuan ibu-ibu dasawisma sangat besar. Rasa ingin tahu inilah yang nantinya akan membawa proker maggot ini berkelanjutan, hingga bahkan melakukan budidaya maggot meskipun tim KKN sudah tidak ada di Desa Kebobang lagi. Tim KKN berharap, setelah ini budidaya maggot di Desa Kebobang masih terus dipraktikkan sesuai dengan apa yang sudah tim KKN ajarkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H