Video dokumenter adalah video yang mendokumentasikan suatu kenyataan dan fakta, digunakan untuk merepresentasikan kenyataan dan menampilkan kembali fakta yang ada dalam kehidupan. Kali ini mahasiswa KKN UM bekerja sama dengan Karang Taruna setempat untuk mendokumentasikan kegiatan bersih dusun yang diselenggarakan di dusun Semanding, Desa Curungrejo, Kepanjen Malang. Kegiatan bersih dusun berlangsung pada malam Senin Pon tanggal 20 Juni hingga pagi harinya tanggal 21 Juni 2021.
Bersih Dusun merupakan adat dusun yang dilaksanakan dalam setahun sekali, juga merupakan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan, nikmat kepada masyarakat atas hasil panen pertanian, juga sebagai bentuk permohonan dan sesembahan untuk leluhur yang sudah babat alas dusun semanding yaitu Eyang Kertowongso dan Mbah Cinde Wilis. Adapun rangkaian acara bersih dusun yang pertama yaitu Barikan/ tasyakuran yang berlangsung di setiap RT dusun Semanding dari RT 1-11, Nyadran di Punden Eyang Kertowongso dan Mbah Cinde Wilis, serta di Makam umum yang berlangsung di malam hari hingga pagi hari besoknya.
Wawancara Bersama warga setempat mengenai kegiatan barikan di RT 10 yang merupakan salah satu rangkaian acara bersih dusun semanding. "bersih dusun ini dalam rangka kalo orang jawa ini biasanya kan untuk syukuran atau selametan dulu yang bangun desa ini agar dusun ini selamat, atau tidak ada marabahaya, rejekinya lancar dan sawahnya bisa subur", ujar salah satu warga saat diwawancarai oleh mahasiswa KKN UM, Minggu (20/6).
Walaupun kegiatan bersih dusun kali ini berlangsung saat kondisi Covid 19 tetapi para warga serta perangkat desa tetap mematuhi protokol kesehatan yang ada. Tidak ketinggalan peran mahasiswa KKN UM yaitu dengan membagikan masker gratis untuk warga yang lupa membawa masker saat kegiatan berlangsung.
Selanjutnya hiburan kesenian Campursari Tayub sebagai penutup kegiatan bersih dusun tersebut.
Sejarah singkat dari acara Bersih Dusun Semanding yaitu berawal Eyang Kertowongso dari Yogyakarta yang merupakan panglima perang kerajaan mataram, bebarengan mbah Sri Cindewillis yang menduduki wilayah pakisaji glanggang dan punden semanding asal dari Yogyakarta bersamaan dengan orang 6, antara lain :
1. Eyang Kertowongso
2. Eyang Kyai Suro
3. Eyang Singo Wati
4. Eyang Kyai Saji
5. Eyang Wewegombel
6. Eyang Sri Cindewiles
Bagian Pertama:
Eyang Kertowongso melakukan pembukaan lahan disekitar punden digunakan untuk semua pengikutnya, tempat itu dinamai dengan Beran/Bera'an, digunakan untuk tempat tinggal (Kampung)
Bagian Kedua :
Eyang Kertowongso melakukan pembukaan lahan lagi, ditambah dengan membuat sawah yang semakin luas semakin panjang ke arah selatan. di daerah tersebut Eyang Kertowongso menemukan hutan yang terdapat berbagai macam pisang (gedhang). tetapi Eyang Kertowongso menyesal karena tidak kuat melanjutkan untuk mengelola tempat baru tersebut dikarenakan tidak kuat untuk membayar upeti kepada pemerintahan setempat. Kemudian datanglah seseorang dari kerajaan Mataram Solo bernama Kyai Jabung dan Nyai Jabung yang mempunyai anak bernama Sukarti. Eyang Kertowongso berkata kepada Kyai Jabung "sudah bayar pajak tanah ini, kemudian kelola, disebelah selatan ada hutan dengan pohon pisang besar-besar (disebut Curung)" dan karena Kyai Jabung sekeluarga mempunyai sebutan Boro maka tempat itu dinamai Boro. Kemudian Eyang Kertowongso bilang kepada Kyai Jabung kalau dia ingin membuka lahan kembali tetapi ditempat yang agak jauh dari tanah yang sekarang diserahkan kepada Kyai Jabung tetapi masih berjejeran (dalam bahasa Jawa disebut dengan istilah sanding atau semanding) sehingga TANAH yang baru dibuka oleh Eyang Kertowongso itu dinamakan dengan Dusun Semanding. Seiring berjalannya waktu Eyang Kertowongso juga membuat area persawahan untuk ladang pangan warga atau pengikutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H