Di Indonesia masih banyak peninggalan sejarah yang masih belum diketahui keberadaannya atau bahkan masih belum mendapatkan pelestarian yang layak dari masyarakatnya. Peninggalan-peninggalan sejarah ini bukan hanya sekedar keberadaan yang hanya perlu dibanggakan namun juga perlu dijadikan sebagai sarana edukasi bagi masyarakat sekitarnya.Â
Dengan di lestarikan keberadaanya, peninggalan-peninggalan warisan dari nenek moyang ini dapat berguna dan dapat terus ada keberadaannya sebagai sebuah peninggalan sejarah.
Di salah satu desa di Jember juga terdapat sebuah peninggalan sejarah budaya megalitikum yakni di Desa Arjasa tepatnya di Dusun Calok. Peninggalan megalitikum ini berupa dolmen, menhir batu kenong (monolit Slinder), Batu Dakon dan jejak-jejak manusia purba lainnya. Berdasarkan jenis-jenis batu tersebut, terdapat beberapa perbedaan dalam kondisi fisik dan kegunaannya pada zaman purba.
Situs Calok berada di dusun Calok yang telah dijaga oleh masyarakat setempat sehingga kondisinya nampak asri dan bersih. Pada situs ini memiliki 18 Batu Kenong yang telah di tata secara rapi oleh masyarakat setempat. Pada peninggalan ini yang paling banyak yakni berupa batu kenong yang memiliki ciri khas yakni tonjolan di atas batunya.Â
Batu kenong ini dinilai dapat berfungsi sebagai media persembahan arwah atau roh orang yang telah meninggal atau bisa juga dengan simbol kepercayaan mereka. Adapun ciri khusus batu kenong yakni batu monolit yang berbentuk seperti telur (bulat pipih) dan bentuk badannya tidak beraturan. Serta semua bentuknya memiliki satu benjolan di atasnya.
Adapun batu dolmen yang terdapat di depan pintu masuk dengan jumlah satu batu. Batu dolmen ini berbentuk sangat besar dan warna yang dominan hitam. Batu dolmen ini sering disebut sebagai monumen megalitikum. Struktur dolmen sendiri berbentuk gundukan tanah besar dan biasanya difungsikan sebagai kubur batu.Â
Sedangkan dolmen disini biasanya di gunakan sebagai media pemujaan atau kadang kala digunakan sebagai peletakan mayat dengan tujuan mayat tersebut tidak dimakan oleh binatang buas.
Pada zaman dahulu, situs tersebut digunakan juga untuk tempat berdoa mencari jodoh, dan bahkan hingga kini masyarakat desa Arjasa masih percaya bahwa jika ada masyarakat yang sakit mereka akan berdoa di situs calok tersebut untuk mencari kesembuhan.Â
Hal itu menjadi sebuah keunikan tersendiri dari adanya warisan budaya ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H