Mohon tunggu...
KKN MBKM UNEJ PERIODE II
KKN MBKM UNEJ PERIODE II Mohon Tunggu... Editor - UNIVERSITAS JEMBER

KKN TEMATIK MBKM UMD UNEJ PERIODE II 2022

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Peninggalan Purbakala Megalithikum Desa Arjasa

14 Oktober 2022   21:37 Diperbarui: 21 Oktober 2022   21:32 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti yang kita ketahui Megaalithikum ialah peninggalan pada zaman pra-aksara yang berupa batu-batu besar yang digunakan untuk pemujaan, upacara, dan lain sebagainya. Peninggalan megalithikum ini berlanjut sampai jaman Neolithikum. Di jember itu sendiri tepatnya di Desa Arjasa, Kecamatan Arjasa memiliki banyak sekali peninggalan Megalithikum. Batu peninggalan pada zaman Megalithikum di Desa Arjasa terdiri dari Dolmen, Batu Kenong, dan Menhir. Terdapat 24 batu yang sudah dilegalitas dan berstatus milik negara yang dikelola oleh pokdarwis dan Desa Arjasa. Berikut penjelasan singkat mengenai peninggalan Melaithikum Desa Arjasa :

Menhir merupakan salah satu produk dari kebudayaan megalithik. Menhir berasal dari bahasa  kata men yang berarti batu dan hir berarti berdiri, merupakan istilah yang diambil dari bahasa Breton, sebuah wilayah di Eropa (Prasetyo 2008:49). Menhir sendiri dibagi kedalam dua macam tipe, yaitu:

1) Menhir sederhana, ditampilkan dalam bentuk alamiah batu yang panjang yang didirikan diatas permukaan tanah

2) Menhir pahat, batu yang di dirikan diberikan pahatan berbentuk tertentu atau diberikan motif hiasan di bagian badan batu atau dipahat dalam bentuk silindris.

Menhir dapat berdiri tunggal maupun berkelompok dengan berbagai macam fungsi. Di Ende menhir dijadikan sebuah penanda pusat kampung (tubu musu) dan menhir batas kampung (tubu).

Di perkampungan megalithik Bena, Ngadha (Flores) terdapat peo (menhir di halaman depan bangunan ngadhu dan bhaga) yang digunakan sebagai penambat kerbau yang akan disembelih dalam upacara. Menhir yang berfungsi sebagai penambat hewan sebelum disembelih juga terdapat di Sumbawa dan Toraja. Ada pula menhir yang diletajan di kebun (Flores) sebagai watu lanu. Menhir digunakan pada saat upacara reba yang berfungsi sebagai media pemujaan untuk memohon berkah dan ucapan terimakasih atas keberlimpahan hasil bumi yang diberikan. Menhir juga digunakan sebagai tanda kubur seperti yang ditemukan di Sumatera Barat di kawasan 50 Koto.

Sedangkan menhir yang berdiri berkelompok dengan susunan melingkar disebut sebagai "watu kandang" di Jawa Tengah. Menhir dengan susunan melingkar dapat ditemukan di Tutari (papua), Bondowoso (Jawa Timur), Pasemah (Sumatera Selatan), Lembah Besoa (Sulawesi Tengah). Sementara menhir dengan susunan persegi atau persegi panjang dapat ditemukan di Situs Pakauman dan Kodadek (Bondowoso), Belumai, Tinggihari, Tanjung Bringin, Tanjung Menang, Tebat Sibentur di Dataran Tinggi Pasemah (Prasetyo dkk, 2006, 2009).

Dok pribadi
Dok pribadi

Dolmen sering disebut sebagai monument megalith. Secara umum, sebagian besar struktuktur dolmen kadang berbentuk gundukan tanah atau kadang hanya bilik tunggal, bahkan ada yang disangga batu-batu tegak dan ditutup secara rapat pada bagian bawah. Kata dolmen berasal dari kata frase "taol maen" yang berarti kurang lebih meja batu. Peneliti dan penulis dari Perancis, sekitar abad ke-18 menggunakan istilah "dolmin" untuk menyebutkan 'kuburan batu besar'. Fungsi dolmen di beberapa pendukung kebudayaan sebagai tempat untuk meletakkan persembahan, tempat sesaji atau diduga menjadi monumen untuk ritual yang erat kaitannya dengan pemujaan atau kepercayaan. Oleh karena itu, dolmen lebih dikenal dengan istilah 'meja batu'.

Di Kabupaten Jember sendiri hampir semua dolmen yang ditemukan di bagian bawah difungsikan sebagai kubur batu. Kekhasan dolmen di Jember terletak pada penyangganya yakni beberapa tugu batu berjumlah empat, enam, dan delapan tergantung dengan besar dan kecilnya meja batu. Sudah jelas diuraikan bahwa peninggalan masa Megalitikum ini digunakan sebagai media pemujaan. Ada kalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar mayat tidak dimakan oleh binatang buas, maka pada bagian kaki meja ditutup dengan pintu-pintu batu sampai rapat, disertai pula dengan bekal kubur sebagai bekal bagi si mayat di alam yang baru. Dari salah satu sumber dikatakan bahwa bagi masyarakat Jember, dolmen yang bawahnya digunakan sebagai kuburan atau tempat menyiram mayat lebih dikenal dengan sebutan pandhusa atau bong Cina. Dolmen di Jember tersebar di lereng Gunung Argopura yakni daerah Arjasa dan Jelbuk.

Dok pribadi
Dok pribadi

Di Kabupaten Jember peninggalan Megalitik yang paling dominan adalah Batu Kenong (Monolit Silinder) (batu monolit silinder). Benda ini merupakan peninggalan budaya prasejarah Masa Megalitik berupa batu monolit yang mempunyai bentuk silinder dengan ciri khas tonjolan dipuncaknya. Para ahli dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas_ maupun dari Balai Arkeologi (Balar) Yogyakarta mengatakan bahwa Batu Kenong (Monolit Silinder) berfungsi sebagai benda persembahan kepada arwah atau roh orang yang sudah meninggal atau sekeda symbol kepercayaan mereka. Selain itu Batu kenong juga berfungsi sebagai pondasi rumah dan batas patok wilayah. Tinggalan benda di wiilayah Kabupaten Jember banyak tersebar di Desa Kamal, Desa Arjasa Kecamatan Arjasa, Desa Panduman, Desa Sucopangepok Kecamatan Jelbuk, serta Kecamatan lain dalam jumlah yang sangat kecil seperti Kalisat, Sukowono, dan Patrang.Bentuk detail Batu Kenong (Monolit Silinder) diantaranya berupa sebuah batu monolit yang dibentuk setengah bulat telur, oval, bulat dengan bagian badan melebar, bulat dengan badan ramping, bulat pipih, dan badan tidak beraturan. Kesemuanya vertikal dengan satu atau dua tonjolan pada puncaknya, tetapi sebagian besar hanya satu tonjolan. Namun ada juga Batu Kenong (Monolit Silinder) dengan profil berbeda yakni Batu Kenong (Monolit Silinder) susun ber-trap, Batu Kenong (Monolit Silinder) .

BAGAIMANA SIH PENDAPAT MASYARAKAT ARJASA MENGENAI SITU MEGALITHIKUM?

Ketika kami mewawancari beberapa warga di Desa Arjasa, masyarakat kurang minat dalam mengetahui situs tersebut. Mereka berpendapat bahwa itu hanya sebuah batu yang sudah ada dari dulu. Pengedukasian terhadap batu-batu peninggalan Megalithikum kemasyarakat Desa tersebut masih kurang. Harapan kami kedepannya untuk situs Megalithikum yang ada di Desa Arjasa semakin membaik dari segi perawatannya. Kita sebagai masyarakat Indonesia harus menjaga semua peninggalan-peninggalan pada zaman pra-aksara agar warisan budaya Indonesia yang kita miliki masih ada dan terjaga. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun