KKN (Kuliah Kerja Nyata) Tematik Moderasi Beragama kelompok 65 UIN Raden Mas Said Surakarta, menghadiri rangkaian upacara adat keagamaan umat Hindu di Dk. Demping, Dusun Glagah, Desa Anggrasmanis, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah (Senin, 8 Juli 2024)
"Makna tanggal 1 Suro itu bukan dimaknai sebagai ajang untuk mencari tumbal atau semacamnya. Pemercikan air tirtha yang dilakukan bertujuan untuk menghilangkan hal-hal negatif yang ada disekitar kita." Ujar pemangku adat agama Hindu Desa Anggrasmanis dalam sambutannya pada acara 1 Suro di Dk. Demping, Dusun Glagah, Desa Anggrasmanis, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah .
Suro merupakan bulan pertama dalam hitungan kalender Jawa. Sebagian besar masyarakat Jawa masih menganggapnya sebagai bulan yang sakral. Kepercayaan ini masih melekat dan turun-temurun yang berpegang pada tradisi para leluhur. Pada bulan ini, masyarakat jawa percaya akan adanya larangan untuk menghindari hal-hal besar yang bisa menyangkut kehidupan mereka. 1 Suro pada tahun ini jatuh pada hari Senin, 8 Juli 2024.Â
Dukuh Demping menjadi tempat diselenggarakannya upacara keagamaan umat Hindu Desa Anggrasmanis. Upacara suci yang ditujukan kepada Dewa Yadnya sebagai ungkapan rasa syukur mereka kepada Tuhan atas berkah dan rahmat yang telah dilimpahkan. Upacara ini digelar pada awal tahun kalender Jawa dan bertepatan pada tanggal 1 Suro. Upacara ibadah ini terdapat berbagai rangkaian kegiatan yang dimulai dari pagi hingga malam hari.
Persiapan acara peribadatan umat Hindu ini dimulai pada pagi hari dengan menyiapkan sesaji yang akan dipersambahkan dalam upacara ibadah. Bersih-bersih tempat peribadatan pun dilaksanakan secara gotong royong oleh warga setempat, sedangkan ibu-ibu bertugas untuk menyiapkan makanan yang akan disuguhkan kepada para peserta ibadah dan tamu yang hadir dalam acara. Siang hari dipakai untuk istirahat dan persiapan lain untuk memulai upacara ibadah pada sore hari.
Pukul empat sore, prosesi upacara Bhuto Yadnya dilaksanakan. Dalam rangkaian acara ini, para peserta ibadah dipimpin oleh pemangku adat agama Hindu desa setempat mengelilingi dukuh dengan mencripatkan air tirtha, dengan tujuan dan harapan untuk membersihkan dan menjaga dukuh dari segala mara bahaya juga mengusir aura negatif. Dalam rangkaian ibadah ini, pemangku adat agama Hindu memimpin jalannya proses sembahyang dengan diiringi rapalan doa-doa agama hindu yang menjadikan prosesi ini menjadi sakral.Â
Selepas upacara Bhuto Yadnya, upacara Dewa Yadnya dilakukan pada malam hari dengan memberikan persembahan berupa nasi, dupa, bunga, buah-buahan, dan sesaji lainnya yang telah disiapkan sebagai simbol dari rasa syukur masyarakat atas limpahan rezeki dan kehidupan yang diberikan Tuhan. Rangkaian upacara dibuka oleh MC (Master Of Ceremony), dan dilanjut dengan rangkaian sembahyang agama Hindu dengan pembacaan doa agama Hindu.Â
Disambung dengan pemujaan menggunakan bunga yang telah disediakan, diikuti oleh pemercikan air tirtha kepada peserta sembahyang oleh para pemimpin adat dan diakhiri dengan pemasangan bija. Suasana ibadah terasa khusyuk dengan iringan doa-doa dan dentingan lonceng yang turut menemani serangkaian acara sembahyang.Â
Rangkaian acara 1 Suro ini, ditutup dengan prosesi pembersihan diri dengan cara mandi di sendang yang dilakukan setelah jam 12 malam. Dalam hal ini hanya dilakukan oleh kaum perempuan agama hindu dukuh setempat, tetap dengan panduan dan pimpinan pemangku adat agama Hindu. Tujuan dari pemandian ini adalah untuk membersihkan diri dari segala bentuk aura negatif yang ada.Â
Masyarakat dukuh Demping yang mayoritas beragama Hindu melaksanakan berbagai rangkaian upacara penyembahan dengan sangat khusyuk dan antusias. Pada upacara Dewa Yadnya ini juga dihadiri oleh perarangkat desa setempat dan juga mahasiswa-mahasiswi KKN (Kuliah Kerja Nyata) dari beberapa Universitas. UIN Raden Mas Said Surakarta, Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta juga turut hadir dalam upacara keagamaan tersebut.Â
Pemangku adat, sekaligus pemimpin sembahyang, dalam sambutannya memberikan banyak wejangan mengenai upacara 1 suro yang telah dilaksanakan. Beliau menjelaskan simbol-simbol kehidupan dan tingkatannya dengan berbagi perumpamaan yang erat kaitannya dengan kehidupan. Simbol filsafat, simbol pembersihan bumi, simbol kode etik, simbol elemen kehidupan, dan berbagai perumpamaan lain yang saling berkaitan dengan kehidupan terutama dalam bidang keagamaan yang saling melengkapi. Â
Agus Warsito, Kepala Desa Anggrasmanis, dalam sambutannya menuturkan bahwa "Dari banyaknya kecamatan yang ada di Karanganyar, Kecamatan Jenawi menjadi salah satu kecamatan yang masih melestarikan dan mempertahankan adat istiadat dan budaya setempat. Desa Anggrasmanis yang masuk dalam Kecamatan Jenawi, merupakan salah satu desa yang juga masih mempertahankan kearifan lokal terutama dalam bidang keagamaan. Dukuh Demping, masih memeluk erat adat istiadat seperti upacara 1 Suro. Oleh karena itu, saya berharap masyarakat mampu menjaga dan tetap melestarikannya. Apa yang sudah ada, jangan sampai dihilangkan. Karena adat adalah jati diri."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H