Mohon tunggu...
KKN 27 UNEJ DESA MLOKOREJO
KKN 27 UNEJ DESA MLOKOREJO Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Jember

kuliner

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Masihkah Ada Kasus Stunting?

26 Januari 2023   19:45 Diperbarui: 26 Januari 2023   19:45 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia merupakan suatu negara dengan jumlah penduduk ke-3 terbanyak di dunia dengan jumlah penduduk 276,36 juta jiwa. Hal ini menjadikan masyarakat Indonesia kurang mendapatkan perhatian secara merata dari pemerintah, terutama dalam hal Kesehatan. Stunting masih menjadi masalah kesehatan serius yang di hadapi Indonesia. Berdasarkan data Survei Status Gizi Nasional (SSGI) tahun 2022, prevalensi stunting di Indonesia di angka 21,6%. Jumlah ini menurun dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 24,4%. Walaupun menurun, angka tersebut masih tinggi, mengingat target prevalensi stunting di tahun 2024 sebesar 14% dan standard WHO di bawah 20%. Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin mengungkapkan, angka stunting tersebut disebabkan berbagai faktor, salah satunya karena kurangnya asupan penting seperti protein hewani, nabati dan zat besi sejak sebelum sampai setelah kelahiran. Hal ini berdampak pada bayi lahir dengan gizi yang kurang, sehingga anak menjadi stunting. Untuk mengatasi persoalan tersebut, Kementerian Kesehatan mengkampanyekan pentingnya pemberian protein hewani kepada anak utamanya anak usia dibawah 2 tahun.

Pemenuhan kebutuhan gizi balita dapat dioptimalkan salah satunya dengan pemberian makan yang responsif. Ibu yang mempraktikkan pemberian makan secara responsif akan dapat mengenali tanda lapar dan kenyang pada balita, sehingga mengetahui kapan waktu pemberian makan yang tepat bagi balita. Selain itu, praktik pemberian makan yang responsif juga ditandai dengan kemampuan ibu/pengasuh mengajarkan kebiasaan makan yang baik, dan mencegah malnutrisi pada balitanya. Pencegahan stunting akan lebih optimal jika dilakukan sedini mungkin, terutama di masa 1000HPK yang dimulai sejak masa kehamilan

Kasus stunting masih ditemukan di Desa Mlokorejo, oleh karena itu pada kesempatan kali ini kami sebagai mahasiswa dan masyarakat yang peduli pada Kesehatan bersama dengan tema KKN ini yaitu Unej Membangun Desa menggiatkan kegiatan posyandu balita. Pada kasus stunting di desa Mlokorejo, kader posyandu beserta masyarakat menggunakan istilah lain untuk menghindari ketersinggungan orang tua dari anak yang mengalami stunting. Istilah yang digunakan ialah BGM (Bawah Garis Merah) dan BGT (Bawah Garis Tengah), kondisi yang demikian ditandai dengan berat badan berada dibawah garis merah pada KMS (Kartu Menuju Sehat).

Kegiatan Posyandu kali ini dilakukan di pos lemuru 104 dan dihadiri oleh 5 ibu hamil,15 anak baduta dan 25 balita. Kegiatan posyandu balita dan baduta diawali dengan pendataan, dilanjutkan dengan penimbangan berat badan, tinggi badan, kemudian diberikan camilan sehat. Sedangkan kegiatan posyandu untuk ibu hamil dilakukan dengan penimbangan berat badan, konsultasi dan keluhan yang dialami kemudian dilanjut dengan pemberian suplemen. Pada KMS dapat dilihat perkembangan berat badan balita berdasarkan warna pitan yang ada yaitu hijau, kuning, dan merah. Pada pita hijau menandakan bahwa gizinya baik, jika berada pada pita kuning merupakan suatu peringatan terhadap orang tua untuk memperhatikan gizi anak-anaknya dan jangan sampai berada di pita merah. Kegiatan posyandu untuk desa Mlokorejo tidak berjalan secara bersamaan, namun bergantian 1 pos dalam 1 hari. Jika dalam 1 pos ini tidak ada yang datang atau jumlahnya kurang memenuhi target per hari, maka kader posyandu akan mengunjungi secara door to door pada alamat rumah terdata. Untuk kegiatan posyandu bulan Januari 2023 berakhir pada tanggal 17 dan untuk periode berikutnya dimulai tanggal 1 Februari 2023.

dok. pribadi
dok. pribadi

Kasus stunting di Desa Mlokorejo terdapat 133 kasus yang kebanyakan disebabkan oleh pola asuh orang tua yang kurang baik. Pada orang tua atau keluarga dengan status sosial ekonomi menengah ke bawah kadang-kadang dalam memberikan pola asuh hal-hal penting terkait dengan tumbuh kembang anak kurang diperhatikan dan cenderung berprinsip anak bisa tumbuh kembang secara alamiah. Kemudian orang tua atau keluarga dengan status sosial ekonomi menengah ke bawah dalam hal pemberian pola asuh mereka harus pandai-pandai berbagi waktu untuk melakukan pengasuhan dan juga harus bekerja memenuhi kecukupan kebutuhan keluarga. Hal lainnya yang juga terjadi pada orang tua atau keluarga dengan status sosial ekonomi ke bawah yang berdampak pada hindering adalah ketika mereka memiliki waktu yang cukup untuk melakukan pengasuhan hal terkait gizi, karbohidrat, vitamin yang dibutuhkan bayi tidak dapat terpenuhi dengan cukup memadai.

Berdasarkan kasus yang dialami ini, maka kami berinisiatif untuk melakukan sosialisasi dan pengetahuan terhadap ibu hamil dan orang tua akan pentingnya pemenuhan gizi saat masa kehamilan dan pasca melahirkan sehingga menciptakan pola asuh anak yang baik sehingga dapat mengurangi angka stunting.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun