Pada minggu kedua, kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Universitas Jember Membangun Desa Periode II tahun 2022 kelompok 275 yang dibimbing oleh Dr. Esti Utarti, SP., M.Si berpartisipasi dalam acara verifikasi desa ODF (Open Defecation Free) di Desa Grujugan Lor. [DC1] ODF merupakan suatu program yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan guna mencegah adanya kebiasaan untuk buang air besar sembarangan. Desa Grujugan Lor yang terdiri dari 6 dusun menjadi salah satu desa yang dijadikan contoh diselenggarakannya program ini.
Pada tanggal 27 Juli 2022, telah dilakukan penyuluhan bersama dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bondowoso, dr. Arief Sudibyo dan mahasiswa KKN Universitas Jember. Beliau menuturkan bahwa, “Tahun 2023 diharapkan semua desa di Kecamatan Jambesari Darus Sholah menjadi desa ODF.” Dalam pertemuan tersebut, beliau juga menyarankan agar setiap rumah untuk memiliki jamban pribadi. Namun, banyak faktor yang menyebabkan tidak tersedianya jamban yang ada di masyarakat Desa Grujugan Lor.
Dalam survei yang dilakukan oleh perangkat desa bersama pihak dinas kesehatan Kabupaten Bondowoso pada 6 dusun yang ada di Desa Grujugan Lor, beberapa rumah warga yang dikunjungi oleh pihak dinas kesehatan tersebut tidak memiliki jamban pribadi. Salah satu warga yang ada di Dusun Cangkring mengatakan bahwa, “Tak endik pesse gebey WC, dek. Deddhi mon BAB neng songai” (tidak punya uang buat bangun WC, dek. Jadi kalau buang hajat ya di sungai).” Alasan tersebut menjadi faktor utama mengapa warga dusun Cangkring tersebut tidak membangun jamban yang memadai. Selain itu, beberapa warga memiliki sifat yang kurang antusias dan kurang sadar dalam melakukan perubahan perilaku tersebut serta jarak sumber air bersih dengan sumber septic tank yang kurang dari 10 meter mengakibatkan air bersih bercampur dengan kotoran yang ada. Walaupun beberapa rumah sudah memiliki jamban yang memadai, membuang hajat dan mandi di sungai telah menjadi kebiasaan yang sulit untuk dihilangkan.
Padahal, beberapa warga tersebut memiliki anak kecil dan balita yang masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan. Apabila kebiasaan mandi dan buang hajat di sungai terus dilakukan, dikhawatirkan akan memberikan dampak buruk bagi kesehatan balita tersebut seperti anak tersebut memiliki pertumbuhan yang tidak normal, mudah terserang penyakit seperti diare, TBC, dan sebagainya. Dalam kunjungan tersebut, pihak Dinas Kesehatan menyarankan untuk sedikit demi sedikit membangun WC yang memadai dan memberi jarak sumber air bersih dengan sumber septic tank minimal 10 meter serta merubah kebiasaan untuk mandi dan buang hajat di sungai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H