Pada awal munculnya pandemi diakhir tahun 2019 diketahui penyebabnya yaitu virus berasal dari Wuhan, Tiongkok. Para peneliti yang meneliti sampel isolat dari beberapa pasien yang terpapar mengutarakan hasil uji tersebut menunjukkan adanya suatu infeksi coronavirus dengan jenis betacorona virus tipe baru.
 Pihak World Health Organization (WHO) resmi menyatakan bahwa virus tersebut termasuk Severe Acute Respiratory Syndrome Corona Virus- 2 (SARS-COV-2) dengan nama penyakitnya yaitu coronavirus disease 2019 (COVID-19). SARS-CoV-2 diketahui lebih menular daripada SARS-CoV dan MERS-CoV.Â
Penularan COVID-19 yang terjadi begitu cepat menjadikan WHO menetapkan SARS-CoV-2 sebagai KKMMD/PHIEC (Public Health Emergency of International Concern) sejak tanggal 30 Januari 2020 (WHO, 2020 dalam Disemadi dan Shaleh, 2020). Coronavirus atau COVID-19 merupakan salah satu virus RNA strain tunggal positif, memiliki kapsul, dan tidak bersegmen. Virus ini termasuk dalam ordo Nidovirales dengan famili Coronaviridae.
Menurut (Yuliana, 2020) coronavirus memiliki sifat sensitif terhadap panas, mampu secara efektif diinaktifkan dengan bantuan desinfektan yang mengandung klorin, pelarut lipid pada suhu 56 ÌŠ C selama 30 menit, eter, alkohol, asam perioksiasetat, detergen non-ionik, formalin, oxiding agent dan kloroform. Namun kandungan kloroheksidin diketahui tidak begitu efektif dalam menonaktifkan virus.Â
Coronavirus termasuk virus yang menyerang saluran napas dan masuk kedalamnya untuk bereplikasi di sel epitel saluran napas atas sebagai tempat siklus hidupnya. Kemudian virus menyebar ke saluran napas bawah. Jarak inkubasi virus hingga sampai timbul penyakit sekitar 3-7 hari. Virus ini mempunyai sifat penularan yang sangat cepat dari satu individu satu ke lainnya (Rahman, 2021).Â
Adapun infeksi akibat COVID-19 ditandai dengan gejala umum klinis berupa demam (suhu > 38 ÌŠ C), batuk, nyeri otot dan kesulitan bernafas. Namun pada beberapa pasien gejala yang timbul ringan bahkan tidak diikuti dengan demam (Febriyanti, Choliq, & Mukti, 2021).
Kasus virus covid 19 terus mengalami kenaikan dan penurunan di setiap wilayah yang sudah terjadi selama dua periode. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, seperti kebijakan untuk melakukan segala aktivitas dari rumah, hal ini dilakukan agar tidak terjadi penyebaran virus covid 19.Â
Dalam Larasati (2021) disebutkan bahwa beberapa kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah seperti pembatasan sosial berskala besar termasuk dalam hal ini adalah pembatasa tempat kerja, pembatasan sekolah, tempat umum, tempat pariwisata, tempat peribadahan.Â
Selain itu pemerintah juga melakukan upaya pemberian bantuan sosial, pemberian dana intensif bagi tenaga kesehatan, melakukan kebijakan penerapan memakai masker untuk semua orang dan mematahui protokol kesehatan di berbagai tempat.Â
Belakangan ini, pemerintah memberikan kebijakan baru dalam hal penanganan virus covid 19 dengan program vaksinasi. Vaksinasi adalah proses yang dilakukan oleh tubuh manusia, dimana vaksin ini membuat manusia dapat menjadi kebal dan terlindungi dari suatu penyakit tertentu (Ritunga et al., 2021).Â
Vaksinasi adalah suatu prosedur dengan memasukan vaksin ke tubuh untuk menimbulkan serta meningkatkan kekebalan tubuh secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga orang yang di vaksin tidak akan sakit atau hanya akan mengalami sakit ringan dan tidak menjadi sumber penularan.
Program vaksinasi yang dilakukan oleh pemerintah berupa terus untuk menekan laju penularan virus Covid-19 yang ada di wilayah Indonesia. Vaksin sendiri bukan hanya dapat melindungi individu tetapi juga dapat memberikan perlindungan kepada orang-orang tidak dapat diimunisasi. Seperti contoh orang pada usia tertentu ataupun orang yang memiliki penyakit tertentu seperti kekentalan darah.
Namun, pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang merasa takut dan tidak mau berpartisipasi dalam kegiatan vaksinasi akibat berita hoax yang beredar. Seperti yang terjadi pada desa Sukosari Kidul kecamatan Sumberwringin, masih banyak warga yang mempercayai berita hoax mengenai vaksin covid 19.Â
Banyaknya media maupun oknum yang kurang bertanggung jawab dalam menyebarkan berita yang masih simpang siur kejelasannya menyebabkan sebagian warga Sukosari Kidul menolak dilakukannya vaksin. Hal ini didukung oleh penjelasan salah satu tenaga kesehatan (nakes) yang turut berkontribusi dalam kegiatan vaksinasi menjelaskan bahwa masih banyak warga Sukosari Kidul yang menolak vaksinasi covid 19 karena merasa takut efek atau dampak dari vaksinasi, kemungkinan efek samping dari vaksin menjadikan salah satu faktor penyebab kekhawatiran mereka, hal ini berawal dari berita hoax yang beredar.Â
Selain itu juga dijelaskan bahwa masih 55% warga Sukosari Kidul yang sudah melakukan vaksinasi, 45% warga Sukosari Kidul masih belum menjalankan anjuran pemerintah untuk melakukan vaksinasi covid 19.Hal lain yang terlihat pada masyarakat Sukosari Kidul yaitu kurang memperhatikan dan menerapkan protokol kesehatan yang sudah lama ditetapkan oleh pemerintah, yaitu tidak memakai masker saat beraktivitas di luar rumah, hal ini terjadi mulai dari kalangan anak-anak sampai kalangan lansia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H