Sampai sekarang aktivitas sosial kita masih di liputi bayang-bayang pandemic corona, sudah cukup lama kita sudah di Sandra oleh keadaan beserta tetek bengeknya, tidak dengan bebas dan fleksibel untuk beraktivitas, bekerja atau sekedar menemui  orang-orang yang sudah lama tidak berjumpa. Kerinduaan itu jelas ada, menahannya hanya membuat kita semakin tersiksa, atau bahkan malah imunitas tubuh kita down atas keadaan yang tidak kunjung menuai kepastiaan. Menghadapi kenyataan yang sudah sungguh menjengkelkan membawa kita pada keadaan fatalisme (kondisi di mana sesorang mengalami ketidakberdayaan dan mengamininya sebagai takdir). Situasi di mana orang-orang tidak pernah tahu bakal seperti ini akhirnya, mengangkangi seluruh sendi kehidupan seolah di paksa menganulir ekspektasi yang sudah banyak orang-orang canangkan. momen pelik ini yang masih sedang berjalan, segelintir orang mungkin tidak bisa berbuat apa-apa, mereka yang terus bekerja untuk bertahan hari esok, tidak pernah lelah berkonfrontasi dengan realitas yang begitu keras. Tidak bisa di pungkiri menjadi sorang heroisme untuk berjuang sekaligus melawan atas ketidakjelasan keadaan.
Tidak bisa di selesaikan dengan mengeluh, orang-orang tentu sangat membenci hal itu, atau boleh jadi sekecil mungkin untuk menjuah dari keadaan, sikap atau bahkan saat di mana dalam posisi itu. Permasalahan sekarang apakah kita selalu benar-benar menguatkan keyakianan pendirian itu melalui refleksi diri? Bila kemudian itu tidak benar dengan kita afirmasikan dalam diri, bisa di pastikan di lema yang sedang merongrong merupakan hasil dari kemandekan situasi yang mana kita terlambat meresponya. Situasi yang seharusnya kita banyak melakukan refleksi, memecah kegoisan, merawat hubungan dengan orang-orang  jaraknya jauh maupun bersama yang dekat, tentu banyak aspek lain pula di mana perlu kita sulami lagi hubungan tersebut.
 Sering kali kita banyak menemukan orang-orang saling memotivasi, membantu dengan kemampuan sebisanya. Ini sebagai solusi bernilai yang perlu di perluas ketika menghadapi masalah sosial atas bengisnya badai pandemic yang belum berakhir ini. Melepaskan harapan-harapan dan membiarkanya tergerus oleh situasi, usaha dan rencana yang sedang melambung tinggi di mana sedikit lagi mencapai target mau tidak mau harus menerima dan merelakanya menjadi berantakan. Dalam kebimbangan dan keruwetan inilah kita di paksa untuk hidup secara absurd. Sorang novelis ternama Albert camus pernah bilang" absurd merupakan konfrontasi antara dunia yang sulit di terima dan kerinduan hebat akan kejelasan yang panggilanya menggema di kedalamaan hati manusia". Ungkapan tersebut barang kali memberi kita cara pandang alternative sebagaiamana kita dalam banyak hal selalu memiliki obsesi tinggi guna mencapai target-target yang sudah kita rancang namun jalan yang sedang di susuri di gilas habis oleh keadaan (kondisi yang sedang berlangsung saat ini).
Dengan situasi itu, tidak seharusnya kita mengalah apa lagi bila sampai terjatuh dalam lubang keterputusasaan, bagi seorang camus absurditas sebagai jalan untuk mengurangi kekcewaan atas ambisi lewat harapan-harapan yang ingin di capai namun jalan yang di tempuh kadang keliru atau malah keadaan tidak merestuinya. Bagaimanapun, orang-orang merasakan hal yang sama pada moment-moment sekarang ini, terpedaya oleh ketidakmenetuaan situasi membikin harapan, usaha serta target yang telah di susun semuanya terkecoh. Tidak ada salahnya hidup dalam harapan, namun perlu juga di sadari bahwa hidup ini tidak serapi seperti dalam dunia utopia (mendapatkan kebahagian, hidup tenang dan tentram). Hari ini Pandemic masih berlangsung dan belum berakhir, sekiranya kita tidak terlalu berharap atas impian yang belum tercapai (rela untuk mengurangi kekecewan) waktu terus bergulir lakukan sesuatu yang bisa mendatangakan produktifitas seraya memtovasi diri untuk tidak berhenti dan terlena pada harapan-harapan yang belum mungkin tercapai. Menanggalkan harapan bukan berarti meniadakanya, tapi justru kita di beri kesempatan untuk bertindak dan berbuat di saat itu juga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H