Traktakan, Wonosari, Bondowoso-Desa Traktakan merupakan salah satu bagian dari Kecamatan Wonosari, Kabupaten Bondowoso, Provinsi Jawa Timur. Desa Traktakan memiliki luas wilayah 231.879 hektar, dimana sebagian besar wilayahnya berupa area persawahan. Dikutip dari laman profil desa, diketahui bahwa jumlah penduduk yang ada di Desa Traktakan kurang lebih sebanyak 2.430 jiwa, dengan jumlah masyarakat yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 1.186 jiwa sedangkan bagi masyarakat yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 1.254 jiwa. Desa Traktakan terdiri dari 10 RT (Rukun Tetangga) dan 3 RW (Rukun Warga).
Sebagian besar masyarakat Desa Traktakan bermata pencaharian di bidang pertanian yakni dengan berprofesi sebagai petani maupun buruh tani. Untuk jenis komoditas yang banyak dibudidayakan di Desa Traktakan yaitu komoditas padi. Namun tak jarang pula, terdapat beberapa petani yang melakukan kegiatan usaha tani pada komoditas hortikultura, seperti tanaman cabai, jagung, dan tebu. Selain menjadi petani maupun buruh tani, profesi lain yang dapat ditemukan di Desa Traktakan yakni sebagai wiraswasta dan PNS (Pegawai Negeri Sipil).
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan bersama salah satu perangkat desa yang juga menjabat sebagai salah satu ketua kelompok tani (POKTAN) di Desa Traktakan, yaitu Bapak Imam, diketahui bahwa terdapat permasalahan urgen yang dihadapi oleh petani setempat yaitu terjadinya serangan hama wereng dan kepik di lahan budidaya tanaman padi, mengingat komoditas utama yang dibudidayakan di Desa Traktakan sendiri yaitu tanaman padi maka permasalahan tersebut sangat membutuhkan perhatian lebih sebagai salah satu sasaran pelaksanaan program kerja oleh kelompok mahasiswa KKN UMD 153. Selain itu, kami juga melakukan wawancara langsung bersama PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) yang ada di Desa Traktakan mengenai permasalahan yang dialami pada bidang pertanian yaitu serangan hama wereng dan kepik. Guna mengatasi permasalahan di lahan budidaya tersebut, petani setempat seringkali menggunakan pestisida kimia sebagai satu-satunya cara untuk membasmi serangan hama wereng dan kepik karena dirasa lebih cepat dan efisien dalam mengatasi serangan hama tersebut (Bapak Bima, PPL Desa Traktakan).
Berdasarkan permasalahan yang ditemukan, maka kelompok mahasiswa KKN UMD 153 memiliki solusi alternatif untuk meminimalisir serangan hama tersebut dengan memberikan pelatihan kepada petani dengan pemanfaatan bahan-bahan alami, bahan alami tersebut yaitu berasal dari daun pepaya yang difermentasi selama satu hari satu malam. Penggunaan daun pepaya sebagai bahan dasar pembuatan pestisida nabati ini didasarkan adanya potensi desa, dimana melalui hasil observasi yang telah dilakukan oleh mahasiswa KKN UMD 153 diketahui bahwa mayoritas penduduk di Desa Traktakan banyak membudidayakan tanaman pepaya di sekitar lahan pekarangan mereka.
Mayoritas penduduk yang ada di Desa Traktakan ini masih memegang teguh nilai-nilai keagamaan, yang tercermin dalam berbagai kegiatan sehari-hari. Salah satu contoh tradisi yang tetap lestari hingga saat ini yaitu pelaksanaan acara sholawat bersama, yang rutin diadakan setiap malam Jumat dan malam Minggu di masjid atau mushola terdekat. Kegiatan ini tidak hanya menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, tetapi juga mempererat tali silaturahmi yang terjalin antar warga desa. Selain itu, warga juga sering mengadakan berbagai kegiatan besar untuk memperingati hari besar islam, seperti acara maulid nabi yang dikemas melalui pelaksanaan kegiatan pawai budaya, lomba-lomba dan lain sebagainya.
Berbicara mengenai budaya baca yang dimiliki oleh masyarakat Desa Traktakan, diketahui bahwa minat baca yang dimiliki oleh masyarakat setempat masih tergolong rendah. Berdasarkan data yang dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik Desa, diperoleh informasi bahwasanya hanya terdapat 10% populasi masyarakat yang membaca buku atau bahan bacaan lainnya dalam setiap bulannya. Selain itu, berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan secara langsung bersama sekumpulan anak kecil di salah satu rumah warga setempat diketahui bahwa selama masa libur sekolah, anak-anak sekitar hanya mengisinya dengan aktivitas bermain bersama, sekolah madrasah, dan mengaji malam di mushola terdekat. Oleh karena itu, terkait keadaan budaya baca yang dimiliki anak-anak setempat dapat dikatakan mengalami penurunan yang cukup signifikan jika dibandingkan pada saat masa aktif sekolah berlangsung.
Dengan adanya keadaan tersebut, terdapat beberapa upaya yang ditawarkan oleh kelompok mahasiswa KKN UMD 153 yang bertempat di Desa Traktakan guna meningkatkan minat baca masyarakat setempat, khususnya anak-anak yakni diantaranya yaitu, pembuatan pojok literasi bagi anak-anak setempat. Pembuatan pojok literasi ini bertujuan untuk menambah minat baca yang dimiliki oleh anak-anak yang ada di Desa Traktakan, khususnya pada masa libur sekolah maupun libur madrasah. Pojok literasi ini nantinya akan dikemas melalui pembuatan perpustakaan mini yang kemudian akan ditempatkan di halaman belakang Kantor Desa Traktakan. Lalu, pelaksanaan open donasi buku. Pelaksanaan open donasi ini bertujuan untuk menyukseskan pembuatan pojok literasi yang merupakan bentuk solusi inisiatif yang ditawarkan kelompok mahasiswa KKN UMD 153 bagi anak-anak di Desa Traktakan guna meningkatkan minat baca yang mereka miliki, dan yang terakhir menjalin mitra bersama ibu-ibu PKK. Terjalinnya kemitraan bersama ibu-ibu PKK ini bertujuan untuk memudahkan realisasi keberlanjutan program pembuatan pojok literasi.
Selain penjelasan mengenai keadaan pertanian dan minat baca masyarakat, Desa Traktakan juga memiliki beberapa UMKM yang beroperasi dalam setiap harinya, dimana diantaranya yaitu UMKM Tahu, UMKM Wajan, dan UMKM Keripik. Pada keseluruhan pelaksanaan UMKM tersebut, mayoritas mempekerjakan karyawan yang berasal dari Desa Traktakan sendiri. Kelompok mahasiswa KKN UMD 153 telah melakukan observasi kepada seluruh UMKM tersebut, dan mendapatkan hasil yaitu untuk UMKM Wajan sudah sangat mumpuni dalam segala hal, begitupun UMKM Tahu sudah sangat mumpuni mulai dari awal pembuatan sampai pemasaran sangat layak untuk bersaing dengan UMKM lainnya. Terakhir adalah UMKM Keripik, yang mana dari hasil observasi yang telah dilakukan yaitu pemilik UMKM ini memiliki keterbatasan dari segi fisik, dan dari segi produk memiliki masalah pada bentuk kemasan, logo, dan pemasaran. Biasanya dalam sekali produksi, pemilik UMKM Keripik memerlukan 30 - 40 kg singkong sebagai bahan dasar utama yang digunakan dengan jenis rasa yang dijual yaitu original tanpa perasa tambahan seperti bumbu balado, manis, jagung, dan lain sebagainya. Untuk pemasaran produk keripik sendiri biasanya diperjualbelikan pada pasar yang sudah menjadi langganan, warung-warung terdekat, dan pesanan. Tak jarang pula, pemasaran produk keripik ini dapat tembus ke luar negeri melalui produsen kedua seperti jamaah haji yang dikarenakan memiliki cita rasa yang khas dan daya tahan yang cukup lama jika dibandingkan dengan keripik-keripik lainnya.
Berangkat dari beberapa permasalahan yang telah dipaparkan, kelompok mahasiswa KKN UMD 153 Universitas Jember sepakat untuk membantu memberdayakan UMKM Keripik ini dengan memberikan pelatihan pembuatan logo yang nantinya akan diajarkan kepada anak si pemilik UMKM, serta memberikan bentuk fisik logo yang sudah dicetak secara langsung. Terkait penyempurnaan kemasan akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan bapak pemilik UMKM tersebut. Hal ini dikarenakan selama ini bapak pemilik UMKM tersebut menjual hasil produksi olahan keripik kepada konsumen, baik konsumen lokal maupun luar negeri dengan kemasan yang berbahan dasar plastik kiloan biasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H