Sawah mendung merupakan warisan dari kakek Ki Ageng Selo di desa Selo, Ki Ageng Selo adalah seorang yang mampu menangkap petir. Pada abad ke-18, sawah diolah untuk pertanian, ditanami pantun atau jagung dan sorgum. Jika musim hujan ditanam pantun, kemudian jagung ditanam pada pertengahan musim, dan kacang hijau ditanam pada akhir musim. Â
Tempat ini menawarkan hamparan sawah hijau yang luas, dengan pemandangan latar pegunungan yang megah dan suasana mendung yang sering menghiasi langit, menciptakan kesejukan yang alami. Nama "Udrek" sendiri diambil dari istilah Jawa yang berarti aktivitas bergerak atau bekerja, yang menggambarkan dinamika masyarakat setempat dalam mengolah lahan sawah mereka.
Sedangkan menurut kepercayaan masyarakat di sekitar Sawah mendung mempunyai cerita yang menarik konon Saat Ki Ageng Selo baru saja mengerjakan sawah, tiba-tiba langit menjadi gelap atau mendung dan terdengar suara guruh yang tidak henti-hentinya. "Hei petir, jika kamu memang berani bertarung denganku, cobalah tunjukkan wujud aslimu, ayo bertarung denganku "Lama tak peduli dengan jawabannya, Ki Ageng Selo melanjutkan pekerjaannya, tapi Guntur masih berbunyi, Ki Ageng Selo marah "Petir ayo sambar o, lawan aku kalau memang berani, jangan ganggu aku saja" kata Ki Ageng Selo tidak lama kemudian, muncullah seekor naga raksasa yang berubah menjadi makhluk yang sangat besar dan menakutkan udregan cukup lama mereka bertempur, pada akhirnya pertarungan tersebut dimenangkan oleh Ki Ageng Selo Gludug yang berwujud ular naga yang sangat besar dan berhasil ditangkap oleh Ki Ageng Selo.
Sawah Udrek ini begitu menarik untuk dikunjungi, selain keindahan alamnya yang menawan, tempat ini juga memiliki filosofi mendalam tentang harmoni antara manusia dan alam. Masyarakat Desa Selo masih mempercayai bahwa  sawah mendung tidak biasa di kerjakan atau di tanami oleh masyarakat biasa hanya bisa di kerjakan atau di tanami oleh kepala desa, dan konon ketika kepala desa sedang menanam padi pertanda mendung akan datang di wilayah sekitar Selo.
Saat Ki Ageng Selo baru saja mengerjakan sawah, tiba-tiba langit menjadi gelap atau mendung dan terdengar suara guruh yang tidak henti-hentinya."Hei petir, jika kamu memang berani bertarung denganku, cobalah tunjukkan wujud aslimu, ayo bertarung denganku"Lama tak peduli dengan jawabannya, Ki Ageng Selo melanjutkan pekerjaannya, tapi Guntur masih berbunyi, Ki Ageng Selo marah"Petir ayo sambar o, lawan aku kalau memang berani, jangan ganggu aku saja" kata Ki Ageng Selo tidak lama kemudian, muncullah seekor naga raksasa yang berubah menjadi makhluk yang sangat besar dan menakutkan udregan.
Cukup lama mereka bertempur, pada akhirnya pertarungan tersebut dimenangkan oleh Ki Ageng Selo. Gludug yang berwujud ular naga yang sangat besar dan berhasil ditangkap oleh Ki Ageng Selo. Kemudian diikat dengan godong jarak pertama kali saat penangkapanya di sawah Udrek. Ketika diikat, naga itu berubah menjadi seorang kakek tua. Setelah itu di bawalah perwujudan Petir atau naga itu  kembali ke rumahnya Ki Ageng Selo, lalu di ikatlah ke kemudian di  pohon Gandrik yang ada di belakang rumah nya, sekarang pohon tersebut lokasinya ada di dekat makam beliau tepatnya.
Ki Ageng Selo kemudian berkata demikian: "Jika waktunya sudah tepat, seluruh warga akan menyebut sawah ini dengan sebutan sawah mendung atau sawah udrek". Dan nyatanya sampai sekarang masyarakat mengenal sawah tersebut dengan sebutan sawah mendung atau sawah udrek.
Ujar Bpk Supari: "Sawah Subanlah, kalau panen ngga boleh di jual, harus di simpan.Untuk dijadikan obat. Karena dulu ada yang panen, dan ditanami tebu, akhirnya warga tersebut langsung sakit lumpuh. Dan diobati  dengan hasil panen dari sawah mendung".
Nama-nama sawah tersebut ialah:
Sawah Udrek, dulu pas nyekel bledek udrek"an, Sawah Limbur, Sawah Sabuk, Sawah Jembangan, Sawah Kempol, Sawah Truwelu, bentuk tanah nya ada gundukan tanah. Berbentuk wedus gibas dan Truwelu, Sawah Tejo dowo, Sawah Nglindur, Sawah Kelinci
Sawah Jalinan, Sawah Mendung, bentuknya ular. Setiap ada calon lurah pasti ramai, Sawah Ulengan Tepeng Ubinan muria, Sawah Tejodowo nglindur tejo tejobunder jalinan, Subanlah Udreg, Bantalan polpolan gempol, Udrek mendung sabuk kukusan
Hasil observasi tersebut kita wawancara dengan Bpk Supari warga sekitar sawah Mendung.
Maka pesan yang dapat kita ambil dari kisah dibalik sawah udrek ini adalah Pesan:
1. Rezeki yang ada di dunia ini hanyalah titipan semata, dan manusia tidak boleh serakah. Seperti padi hasil sawah subanlah yang tidak boleh dijual, melainkan hanya boleh disedekahkan. Karena dari sebagian rezeki tiap manusia terdapat hak orang lain.
2. Tetaplah meyakini bahwa yang menyembuhkan segala penyakit adalah Allah, namun melalui banyak perantara di dunia ini. Seperti padi hasil sawah subanlah yang dapat menjadi salah satu perantara obat dari Allah untuk masyarakat Selo.
3. Menurut Dr. H Nur Said MA, M.Ag Dosen Pembimbing Lapangan KKN 123 IAIN Kudus di Desa Selo, Dibalik kisah Ki Ageng Selo tentang menaklukkan petir, ada pesan bahwa semestinya anak cucu Ki Ageng Selo, bangsa Indonesia perlu menguasai sains, karena petir adalah fenomena listrik bagian dari Sains bagian dari sains modern untuk kemaslahatan umat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H