Karawang - Menurut peta budaya, Kabupaten Karawang termasuk wilayah dengan menggunakan bahasa Sunda. Namun, jika dilihat dari data dan keadaan bahasa yang ada di masyarakat, Kabupaten Karawang kini telah mengalami perubahan. Penggunaan bahasa di wilayah ini tidak hanya menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa yang paling besar, tetapi terdapat juga penggunaan bahasa lain seperti bahasa Jawa, bahasa Betawi, dan bahasa Melayu.
Adapun penyebaran bahasa Jawa yaitu terdapat di wilayah utara dan timur Kabupaten Karawang. Pada tahun 1625, seribu orang dari Jawa yang berasal dari Wirasaba atau Mojokerto mulai memasuki Kabupaten Karawang. Kemudian ketika zaman Sultan Abi Mataram ada sekitar seratus orang memasuki sebuah desa Klari yang bernama Cimahi, salah satu kampung yang bernama Waringin Pitu atau Leuwih Goong. Itulah kampung pertama di Kabupaten Karawang yang menjadi tempat kedatangan orang Jawa.
Dari kampung Leuwi Goong sebagian orang Jawa pindah ke daerah Tanjungpura tepatnya di Desa Pasir Jengkol. Di wilayah tersebut mereka membuat kampung bernama Parangan Sapi. Kemudian semua orang Jawa yang berada di Leuwi Goong dan Pasir Jengkol pindah ke wilayah Adiarsa, mereka berkumpul dan membuat pemerintahan atau sindikat kabupaten yang bernama Kadipaten Adiarsa, mereka tinggal di wilayah tersebut selama beberapa generasi.
Kemudian sekitar tahun 1800 mereka pindah ke wilayah Dauwan Kecamatan Cikampek. Ketika semua orang Jawa pindah ke Dauwan, dari situlah orang Jawa menikah dengan orang Sunda dan mempunyai keturuan Jawa Sunda yang disebut kulturasi budaya. Selang beberapa waktu, orang Jawa Mojokerto di Dauwan mulai menghilang ketika era Jepang, perjuangan proklamasi, dan  orde lama baru muncul urbanisasi.
Penyebaran Bahasa Jawa di Kabupaten Karawang terdapat 2 fase yaitu fase awal pada tahun 1800 dan fase modern seperti yang terjadi saat ini. Pada fase modern ini, orang Jawa kembali datang ke Kabupaten Karawang dalam rangka mencari nafkah, mereka mencari pekerjaan sebagai pegawai pabrik karena Kabupaten Karawang saat ini merupakan Pusat Industri. Mereka membentuk blok-blok pemukiman yang terdapat di Karawang. Orang Jawa tersebut berasal dari Kadipaten dan ada juga sebagian dari orang Jawa yang tinggal di wilayah Cilamaya.
Orang Jawa di wilayah Cilamaya berasal dari Cirebon dan Indramayu. Mereka telah menduduki Kabupaten Karawang sejak zaman Sunan Gunung Jati. Oleh karena itu, Kampung Jawa yang paling tua berada di wilayah Pasir Putih, Cilamaya. Namun, jumlahnya lebih sedikit dibanding orang Jawa yang berada di Dauwan. Mereka meninggalkan jejak dengan istilah makam tua cerita rakyat, salah satunya Kramat Parahu Bosok. Ini merupakan kramat yang disangkut-pautkan dengan jejak sejarah Walang Sungsang atau Pangeran Cakra Buana anak dari Prabu Siliwangi yang pernah bermukim di Cilamaya.
Adapun maqom Jaka Tingkir yang berada di desa Balongsari tidak ada kaitannya dengan masyarakat Jawa tersebut, karena sebenarnya maqom Jaka Tingkir itu merupakan produk cerita rakyat yang berarti kebenarannya dipertanyakan. Pada mulanya, Jaka Tingkir datang ke Kabupaten Karawang untuk mempelajari ilmu pertanian karena pada zaman Taruma Negara Kabupaten Karawang menjadi sebuah pusat lumbung padi. Hal tersebut dibuktikan dengan ditemukannya sekam pada batu-batu yang terdapat di wilayah Candi Batu Jaya. Sehingga ketika Jaka Tingkir mengalami kekeringan di daerah Jawa, Ia melakukan tiraqaf dan diberi petunjuk untuk berjalan ke wilayah barat yang disebut muara, dan wilayah tersebut berada di Rawagede yang tidak jauh dari maqom Jaka Tingkir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H