Mohon tunggu...
Kevin Tjoa
Kevin Tjoa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kekeliruan Logika Wakil Rakyat

18 Februari 2018   17:11 Diperbarui: 18 Februari 2018   17:58 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  • Pasal 245 mengenai pemanggilan untuk memperoleh keterangan terhadap anggota DPR
    Apa yang terjadi sebenarnya kepada DPR? Banyak pihak telah mempertanyakan esensi UU MD3 hasil revisi. Pukat UGM, Formappi, ICJR, hingga Forum Guru Besar Antikorupsi mempertanyakannya. Prof. Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa ini adalah upaya DPR melindungi diri dari kritik. Padahal jika mereka bekerja dengan benar dan menanggapi kritik bukan sebagai angin lalu tidak ada yang perlu dilindungi (disembunyikan dari paparan). 
  • Bunyi pasal 245 ayat (1) adalah "pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan." 
  • Mengapa anggota DPR tidak berani memberikan keterangan? Apakah ini perlu untuk berlindung di balik kekuasaan lain? Parahnya adalah DPR yang keras kepala menunjukkan hal tersebut dengan mengatur hal ini untuk kedua kalinya. Putusan MK 76/PUU-XII/2014 telah menyatakan MKD tidak memiliki wewenang dalam sistem peradilan pidana sehingga tidak memerlukan izin dari MKD. Lucu ketika anggota DPR tidak mengerti bahwa putusan MK adalah final dan mengikat. Memang tidak salah secara hukum mengatur kembali norma yang dibatalkan (norma yang sama) dengan peraturan baru. Namun, secara etik? Tidak begitu terpuji secara etika.

    Itu hanya gambaran saja. Pertanyaannya sekarang adalah apa yang bisa kita lakukan? Sebagai mahasiswa, cendikiawan muda yang berpikir logis tentunya hal pertama yang harus dilakukan adalah mempelajari logika yang sehat jangan sampai menggunakan logika keliru yang tercermin di dalam UU MD3 hasil revisi. Masyarakat dan mahasiswa adalah pengawal pemerintahan. 

  • Demokrasi zaman kini bukan demokrasi tanpa kritik. Tanpa kritik, demokrasi akan mati. Masyarakat telah berperan besar dan cepat dalam mengajukan gugatan ke MK dan peran mahasiswa -- meski saya tidak tahu apa lagi yang bisa kami perbuat ketika langkah hukum sudah diambil -- adalah ikut melangkah bersama masyarakat dan mengawal prosesnya. Jangan sampai ada politik transaksional dalam upaya hukum. Tidak ada lagi gunanya merongrong DPR untuk demonstrasi dengan tujuan DPR membatalkan hal ini. Terlambat! Proses hukum sudah berjalan dan kita hanya bisa mengawalnya.

    Ada yang bilang bahwa ini adalah kesalahan presiden hingga UU ini dapat disahkan yang berarti ada tanda tangan presiden di sana. Isu Perpu telah tersiar perlahan. Sayangnya ada orang-orang yang mengatakan bahwa presiden hanya bermain-main jika menerbitkan Perpu. Untuk apa menerbitkan Perpu jika tidak setuju? Langsung saja tidak menandatangani RUU yang disetujui di DPR. Bicara hukum tanpa politik dalam urusan bernegara seperti bicara gajah hanya soal belalai, melupakan gadingnya. 

  • Secara hukum itu tidak salah, tetapi secara etik itu keliru. Perpu adalah bentuk penolakan presiden secara halus agar kondisi politik berjalan terkendali. Sebetulnya kembali aneh ketika yang mengesahkan adalah presiden yang notabene pemegang kekuasaan eksekutif, tetapi ini adalah proses check and balance dalam demokrasi. 
  • Untungnya UU MD3 ini belum diundangkan sehingga belum mengikat. Inilah peran mahasiswa untuk mengawal dan mendorong pengeluaran Perpu. Jangan skeptis dengan Perpu. Mahasiswa harus mengusahakan hal ini karena cepat atau lambat UU MD3 akan diundangkan dan menjadi masalah jika sudah mengikat secara umum. Kritik bisa jadi hal tabu.

    Hukum itu mudah, etika yang sulit. Prof. Mahfud M.D. Dalam diskusi di tvOne beberapa waktu lalu ia menyatakan bahwa penegakan keadilan menjadi yang paling penting. hukum bisa dipelintir seperti apapun. Berlindung di balik pasal itu mudah karena pasal memang banyak kekurangannya. Hakim bisa menghukum dengan pasal A, tetapi ia juga bisa membebaskan dengan pasal B. 

  • Maka dari itu keadilan adalah soal etika dan hukum, tidak terpisahkan. Mahasiswa, apa lagi mereka yang ada di UI, dengan pendidikan karakter dan nilai-nilai yang sudah ditanamkan dengan maksimal harus memahami keduanya. Mengawal demokrasi dan menyuarakan ketepatan sebagai mahasiswa harus menjadi keniscayaan. Masalahnya adalah apakah penyampaiannya tepat? Kebebasan berpendapat dan berekspresi harus bertanggung jawab. Jadilah orang yang tepat, di tempat dan posisi yang tepat, dan waktu yang tepat. Hidup Mahasiswa, Hidup Rakyat Indonesia!

    #RevisiRevisiUUMD3
    #KastratSOHIEBS
    #TemanKastrat
    #KastratKenalan

  • Referensi:

    1. Nova S, Budi R. Survei Polling Center: kepercayaan ke KPK tinggi, ke DPR rendah [Internet]. Jakarta: Tempo.co; 2018 Feb 13 [cited 2018 Feb 18]. Available from: https://nasional.tempo.co/read/893107/survei-polling-center-kepercayaan-ke-kpk-tinggi-ke-dpr-rendah
    2. Maria Farida: tanpa pengesahan presiden UU tidak berlaku [Internet]. Jakarta: hukumonline.com; 2003 Apr 24 [cited 2018 Feb 18]. Available from: http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol7878/maria-farida-tanpa-pengesahan-presiden-uu-tidak-berlaku
    3. Prasetyo A. Poin-poin kontroversial UU MD3 baru yang berpotensi langgar konstitusi [Internet]. Jakarta: hukumonline.com; 2018 Feb 15 [cited 2018 Feb 18]. Available from: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5a852f7344415/poin-poin-kontroversial-uu-md3-baru-yang-berpotensi-langgar-konstitusi
    4. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Presiden Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD. Jakarta: Presiden Republik Indonesia; 2014.
    5. Yanuar Y. Undang-Undang MD3 akan digugat ke MK, ini sebabnya [Internet]. Jakarta: Tempo.co; 2018 Feb 14 [cited 2018 Feb 18]. Available from: https://fokus.tempo.co/read/1060536/undang-undang-md3-akan-digugat-ke-mk-ini-sebabnya
    6. Sukmana Y. Menyelami UU MD3: di mana logikanya? [Internet]. Jakarta: Kompas.com; 2018 Feb 14 [cited 2018 Feb 18]. Available from: http://nasional.kompas.com/read/2018/02/14/19422541/menyelami-uu-md3-di-mana-logikanya
    7. Mardatillah A. Tiga poin revisi UU MD3 ini akhirnya digugat ke MK [Internet]. Jakarta: hukumonline.com; 2018 Feb 14 [cited 2018 Feb 18]. Available from: http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt5a846e76b7309/tiga-poin-revisi-uu-md3-ini-akhirnya-digugat-ke-mk
    8. Hakim RN. Perjalanan revisi UU MD3 yang penuh pragmatisme politik [Internet]. Jakarta: Kompas.com; 2018 Feb 9 [cited 2018 Feb 18]. Available from: http://nasional.kompas.com/read/2018/02/09/08515531/perjalanan-revisi-uu-md3-yang-penuh-nuansa-pragmatisme-politik?page=all
    9. Hanifah L. MK: pemeriksaan anggota DPR tidak perlu izin mahkamah kehormatan [Internet]. Jakarta: Mahkamah Konstitusi; 2015 Sep 23 [cited 2018 Feb 18]. Available from: http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Berita&id=12100#.Woj0NKiWbIU

    Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Politik Selengkapnya
    Lihat Politik Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
    LAPORKAN KONTEN
    Alasan
    Laporkan Konten
    Laporkan Akun