Mohon tunggu...
Gema Bastari
Gema Bastari Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Paramadina

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi atau Feodalisme?

30 Juli 2012   23:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:25 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu lalu, berita soal pembangunan gedung baru KPK telah menjadi topik yang hangat di kalangan orang-orang Indonesia.

Satu argumen yang selalu dibesar-besarkan oleh media terkait topik yang satu ini adalah pembandingannya dengan pembangunan gedung baru DPR suatu waktu lalu. Dikatakan oleh media bahwa ketika gedung baru DPR akan dibangun, rakyat beramai-ramai menolaknya. Namun ketika gedung baru KPK akan dibangun, rakyat beramai-ramai mendukungnya. Bahkan ketika DPR menolak pemberian anggaran terhadap pembangunan gedung baru KPK, rakyat pun segera membentuk sebuah gerakan 'Koin' yang dikatakan sebagai simbol perlawanan terhadap DPR. Nah, inilah satu hal yang sangat mengganggu buat saya. Untuk apa sebenarnya rakyat melakukan perlawanan terhadap DPR yang notabene merupakan wakilnya sendiri?

Dalam logika demokrasi, badan legislatif adalah representatif dari rakyat. Mereka dipilih oleh rakyat dan bekerja berdasarkan amanat rakyat. Oleh sebab itu, jikalau badan legislatif melakukan hal yang tidak disukai oleh rakyat, maka rakyat pun dapat melayangkan teguran langsung terhadap DPR dan DPR wajib mendengarkannya. Tapi apa yang terjadi di Indonesia ini sungguh absurd. Ketika DPR membuat kebijakan yang tidak disukai, rakyat pun segera melakukan perlawanan hebat seolah-olah DPR adalah badan berisi penguasa-penguasa yang posisinya lebih tinggi dari rakyat. Ini kan aneh.

Demokrasi Pura-Pura?

Suatu ketika Bill Liddle, seorang Indonesianis, pernah mengatakan bahwa demokrasi Indonesia adalah Demokrasi Pura-Pura. Maksudnya, Indonesia memiliki lembaga demokrasi, namun semuanya tidak berfungsi sebagaimana mestinya dan rakyatnya sendiri pun tidak memahami esensi dari demokrasi. Satu kasus di atas menunjukkan bahwa rakyat Indonesia masih terperangkap dalam logika feodalisme yang memosisikan rakyat di kelas paling bawah. Oleh sebab itulah, ketika merasa tidak puas dengan kebijakan DPR mereka pun berkumpul dan melakukan perlawanan kecil-kecilan.

Sikap semacam ini sebenarnya dapat semakin merusak esensi dari demokrasi yang menempatkan rakyat sebagai penguasa di negerinya. Sikap semacam ini jika diteruskan akan membuat Indonesia terperangkap dalam Demokrasi Pura-Pura selamanya. Inilah yang harus dihindari. 14 tahun demokratisasi Indonesia tidak boleh menghantarkan Indonesia kembali kepada feodalisme atau otoritarianisme yang telah kita kutuk bersama-sama pada tahun 1998 lalu. Banyak hal yang harus dipelajari untuk semakin mengembangkan demokrasi di negeri ini, dan itu harus dilakukan dari sekarang.

Walau begitu, kita harus tetap optimis jika melihat situasi yang ada akhir-akhir ini. Kita tahu bahwa beberapa waktu lalu Yusril Ihza Mahendra baru saja memenangkan gugatannya di MK terkait penggunaan hak prerogatif presiden untuk menetapkan wakil menteri sebagai pembantunya. Ada juga rakyat yang berani menggugat ke badan yudikatif terkaitkelakuanelit-elit politik kita yang membuat kemacetan di jalan dengan pengiring-pengiringnya yang sangat banyak. Semua itu menunjukkan bahwa rakyat pun mulai dapat memanfaatkan lembaga demokrasi yang ada untuk kepentingan mereka sendiri dan itu menunjukkan bahwa demokrasi masih bernapas di atas negeri ini.

Kita harus tetap optimis. Tidak selamanya Indonesia akan seperti ini terus. Masih banyak orang-orang yang bermimpi dan berusaha untuk menciptakan Indonesia baru yang dapat memberikan kebaikan-kebaikan bagi seluruh warganya tanpa terkecuali. Selama masih ada orang-orang seperti itulah kita dapat optimis bahwa suatu saat nanti keadaan akan berubah ke arah yang jauh lebih baik lagi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun