Terdapat sebuah kunci lagi di dalamnya. Masalahnya, disini terdapat banyak lemari dan satu lemari terdapat beberapa laci yang harus kita coba satu-satu untuk mencari lubang yang tepat. Lima belas menit berlalu dan akhirnya ada salah satu laci yang bisa terbuka.
Terdapat gulungan kertas dan pulpen di dalamnya. Tidak sesuai dengan harapan kami, gulungan kertas itu tidak berisi apa-apa.
"Hhh, sial banget ya kita. Isinya ternyata cuman kertas sama pulpen" ucap Selia yang sedang duduk dengan kaki yang diselanjarkan.Â
"Gimana kalo kita buat peta pake ini? Biar nanti kita pas nyari pintu ga bingung. Sama mungkin kita bisa buat pola lubangnya juga" aku mengatakan semua yang terlintas di benakku.Â
"Iya juga ya" ucap mereka serentak.
"Kalo gitu, kamu aja na yang buat petanya. Sama gambar pola lubang pintu tadi. Masih inget kan?" Ucap Selia sembari memberikan gulungan kertas dan pulpen itu ke Gina.
"Mana inget, dikira aku perhatiin lubangnya" balas Gina yang sedang mengambil gulungan kertas dan pulpen dari tangan Selia.
"Yaudah, kalo gitu kalian berdua coba cek lagi. Aku mau nyari barang yang mungkin berguna. Hati-hati ya" yang hanya dibalas anggukan dari mereka.
Aku membuka satu-persatu kardus yang ada. Meskipun ruangan ini berantakan dan penuh dengan barang-barang. Tidak ada satupun barang yang berdebu disini.Â
"Lie, udah nih. Kamu nemu sesuatu?" Kedatangan mereka membuatku sedikit terkejut.
Aku menunjukkan barang yang kutemukan kepada mereka. Satu kardus besar yang berisi air mineral dan makanan dan satu kardus kecil yang berisi dua buah senter.Â
"Ini kayaknya lebih berguna deh, daripada gulungan kertas sama pulpen ini. Harusnya senter ini yang ada di dalam kotak tadi" protes Gina.
"Tapi, aku ga nyangka bakalan ada makanan disini. Kukira kita akan dibiarin kelaperan disini" ucap Selia yang sedang mengecek tanggal kadaluarsa.
"Ini ga beracun kan?" Tanya Gina dengan polosnya.
"Kesegel kok" balasku dengan singkat.
Aku mengambil satu botol air mineral dan meminumnya. Saat sedang minum, tiba-tiba penjaga lewat. Sontak aku langsung menundukkan tubuhku dan memejamkan mata. Terdengar suara pisau yang tertancap di dinding belakangku.
"Jangan noleh!" Teriakku kepada mereka berdua.
Setelah beberapa saat, suara langkah kaki itu semakin menjauh. Aku mengangkat kepalaku, detak jantungku tidak beraturan. Aku tidak mengira penjaganya bisa berkeliling, kukira ia hanya akan berdiam di tempat sambil mengawasi. Sejak awal, seharusnya aku lebih waspada.
Setelah menyusun beberapa strategi, akhirnya kami beranjak dari tempat dengan membawa air mineral. Kalau nanti lapar, kita bisa kembali lagi kesini, pikirku. Saat ini kami masih belum mengetahui berapa jumlah penjaga yang ada di tempat ini. Kalau disimpulkan berdasarkan yang dijelaskan oleh pria itu, di setiap jangkauan tertentu hanya ada satu penjaga. Nah, salah satu strategi kami adalah untuk mengetahui berapa jumlah penjaga yang ada disini dan seberapa luas jangkauan area yang dijaganya.
Kami melanjutkan perjalanan kami dengan menyusuri lorong. Terdapat banyak sekali pintu disini. Mungkin, beberapa ada yang jebakan. Untuk berjaga-jaga aku melihat satu-persatu pintu yang ada dengan teliti. Beberapa diantaranya terdapat sensor yang tandanya ada jebakan. Beberapa pintu juga ada yang terkunci, dan sisanya hanya ada tiga pintu yang menurutku aman.
Bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H