Semuanya berawal dari tempat itu, tempat yang membuat kehidupanku menjadi berarti sekaligus berakhir.
PLAKK
"M-maaf ma.." ucapku terbata-bata seraya menundukkan kepala.
"Maaf maaf ini udah yang keberapa kalinya?!" Bentaknya.
Beginilah keadaanku selama ini. Aku selalu saja sendirian. Sedangkan ayah yang hanya meneguk kopinya di ruang makan sembari melakukan pekerjaannya seolah tidak terjadi apa-apa. Aku seorang anak yang tidak diinginkan.Â
Ini juga salahku, aku kurang berusaha keras. Nilaiku selalu saja di bawah rata-rata. Apakah dengan nilai yang bagus mereka akan mulai menyayangiku? Entahlah.Â
Aku memandangi kertas yang berisi nilai ujianku. Memang jelek yah. Suara rintik hujan yang terdengar membuat perasaanku lebih baik. Aku mengambil buku gambar dan pensil. Menggambar membuatku melupakan hal buruk yang terjadi. Aku menuangkan seluruh perasaanku dalamnya.Â
Kringg kringgg kringgg
Jam menunjukkan pukul enam pagi. Setelah selesai bersiap-siap aku pergi ke lantai bawah. Sembari berjalan aku sempat melirik ke meja makan, siapa tau ada jatah untukku dan jawabannya tentu saja tidak ada. Hanya ada jatah untuk tiga orang yang tentunya untuk mama, ayah, dan Aryan.Â
Aku mengayuh sepedaku dan berhenti di depan pedagang kaki lima yang menjual mie ayam. Jarak antara rumahku dengan sekolahku tidak terlalu jauh, hanya sekitar tujuh menit.Â
"Mas pesen satu kayak biasanya" ucapku kepada mas Rafi.