Mohon tunggu...
Ky
Ky Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Hai

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Keputusasaan Tiada Akhir

4 November 2023   19:29 Diperbarui: 4 November 2023   19:50 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Kringgg Kringgg Kringgg

Aku mendesah karena adanya suara alarm, aku meraba-raba kasurku untuk mencari smartphoneku. Tapi hasilnya nihil, aku merasa dejavu dan teringat kejadian lima tahun yang lalu. Kulihat sekeliling kamarku, beberapa barang terlihat berbeda. Apakah Liyana yang menggantinya selama aku tidur? yah lagian aku tidur berapa hari sih. Aku yang awalnya ingin melihat kalender di smartphone mengurungkan niatku karena smartphoneku hilang. Mungkin aku meletakkannya di ruang tamu kemarin, lalu dari mana suara alarm itu berasal? suara alarm itu masih berdering hingga sekarang. Apakah ini hanya halusinasiku? yah, aku tidak terlalu mempedulikannya dan pergi ke mandi. Saat aku sedang menggosok gigi, tiba-tiba alarm berhenti berdering. Disaat itu juga muncul seperti sebuah layar tepat di depanku. Aku yang terkejut, tidak sengaja tersedak oleh air yang ada di mulutku. 

Aku menatap layar itu dengan lekat, ini seperti yang ada di game. Jujur saja aku tidak paham dengan apa yang terjadi saat ini, aku juga tidak terpikirkan bahwa aku akan pergi ke masa depan sekali lagi. Aku mencoba menyentuh layar itu dan waw itu berhasil. Aku mencoba menggeser-geser dan memainkannya hingga aku lupa untuk membuka kalender. Aku mencari kalender dengan kolom pencarian yang ada di layar tersebut. Aku bergumam di dalam hatiku. "Dua puluh delapan Maret.. Dua ribu.. tujuh puluh tiga??" aku tidak bisa mempercayai ini. mengapa aku bisa pergi ke masa depan lagi? padahal juga aku tidak pernah menatap jam itu lagi. Bahkan aku sengaja menghindari mendengar suaranya selama lima tahun terakhir ini. Betapa bodohnya aku tidak menyadari bahwa sekarang ini ada di masa depan. 

Padahal jelas-jelas ada layar aneh yang muncul di depanku, bagaimana aku bisa tidak curiga kalau sekarang ada di masa depan. Apa itu karena aku berpikir bahwa aku hanya akan menuju masa depan sekali? Aku merasa lelah. Kruyukkkk. Yah, masa bodohlah pikirin nati lagi, aku laper. Aku pergi ke luar kamar dan menuju ruang makan. Rumah ini masih sama, yang berbeda hanyalah barang-barangnya dan sepertinya ini sedikit di renovasi. Aku berusaha membuka kulkas yang berada di depanku, namun itu tidak bisa terbuka. Kutarik sekuat tenaga tapi tidak terjadi apa-apa. Aku mendengar ada suara mobil yang mendekat.

Kriettt

"Huhhh... Panasnya"

Kudengar suara anak laki-laki yang mungkin berada di jenjang atas? bisa kulihat dia melemparkan tasnya ke sofa dan hendak menuju kesini. Dia melongo karena melihatku dan meneriakkan pencuri. Tidak ada tanggapan apa-apa. Sepertinya tidak ada siapapun di rumah ini. Dia langsung berlari secepat mungkin ke arah timur dapur, bukannya disana kamar Liyana? apakah sekarang dia masih sehat? ah, bukan. Apakah dia masih hidup? Keluarlah anak lelaki itu bersama seorang nenek-nenek yang kemungkinan neneknya. Mereka berjalan mendekatiku.

"Siapa kamu? kenapa kamu bisa ada disini? apa yang sedang kamu lakukan?" Kata nenek itu dengan tegas. "Liyana?" aku hanya menebak-nebak, bisa jadi itu Liyana. Liyana kan lahir tahun 2002 dan sekarang tahun 2073, kemungkinan besar dia masih hidup dan sekarang menjadi nenek-nenek. 

"Kurang ajar banget kamu panggil nama nenekku sembarangan" ujar anak itu. Udah SMA cemen banget panggil orang yang lebih tuah. Jadi itu benar Liyana? batinku. 

"K-kakak?" terlihat mata Liyana yang berkaca-kaca. "Apa maksud nenek? nenek kenal cewek ini? kenapa nenek panggil dia kakak? jelas-jelas dia masih muda" anak itu terlihat kebingungan. Liyana menarik tanganku dan membawaku ke kamarnya.

"Eh- nenek? tunggu, aku juga ikut" terlihat anak itu menyusul kami. "Udah kamu diem aja, tunggu nenek di ruang tamu". Aku duduk di sebuah sofa yang ada di kamar Liyana dan ia duduk di sebelahku. "Kak Elena kan?" aku mengangguk menanggapi pertanyaan Liyana. Matanya mulai mengeluarkan air mata dan dia memelukku. "K-kukira kakak pergi dari rumah saat itu. Setelah kematian kakek, kakak tidak keluar seharian. Jadi besoknya aku masuk ke kamar dan tidak menemukan kakak dimana-mana. Aku juga sudah melaporkannya ke polisi tapi tidak ditemukan apa-apa sehingga kasus ditutup" ujar Liyana sambil terisak. Meskipun sudah nenek-nenek Liyana tetap sama seperti dulu, dia juga masih tetap menawan. 

Aku menceritakan semuanya kepada Liyana, ia mendengarkannya dengan seksama. Setelahnya, kami pergi ke ruang tamu. Terlihat anak laki-laki itu menonton TV dengan ekspresi yang gelisah. Nama anak itu Carver, meskipun sifatnya kurang ajar dia merupakan anak yang baik, kata Liyana. Aku menanyakan bagaimana cara membuka kulkas, ternyata aku hanya perlu meng-tap bagian gagang dan itu akan terbuka sendiri. Liyana datang menghampiri Carver untuk menjelaskan apa yang terjadi, kulihat anak itu menatapku dengan pandangan yang tidak mengenakan ketika aku mengambil minuman dan beberapa makanan yang ada di kulkas. 

Aku memakan makanannya dengan lahap karena aku sudah tidak makan selama bertahun-tahun. Itu bukan hiperbola, karena aku benar-benar belum makan selama sekitar 71 tahun. Selesai makan, aku pergi menghampiri mereka dan ikut bergabung. Sepertinya, Liyana sudah menceritakan apa yang sedang terjadi sekarang kepada Carver. Liyana menyuruhnya meminta maaf kepadaku, walaupun aku sudah bilang tidak perlu. Dia duduk di bawah dan meminta maaf kepadaku, tapi kepalanya tidak menghadap ke arahku. Melihat itu aku hanya bisa tertawa kecil. 

10 tahun berlalu

Aku tidak pernah berpikir ini akan terjadi lagi. Itu tepat terjadi sehari setelah kematian Liyana. Aku benar-benar frustasi, aku capek. Aku lelah pergi ke masa depan. Aku hanya ingin menikmati hidupku dengan tenang. Penampilanku pun tidak berubah. Apakah itu berarti setelah kematian Carver aku akan pergi ke masa depan lagi? sampai kapan itu akan terjadi? selamanya? atau sampai orang yang aku kenal pada mas itu tidak ada kutukan ini akan berhenti? apakah aku harus menghancurkan jam itu? namun tidak ada satu pun dugaanku yang benar. Ini sudah yang kedelapan kalinya. Aku benar-benar putus asa. Aku pernah mencoba untuk bunuh diri. Tapi itu tidak berhasil, karena setiap kali aku mencobanya waktu akan mengembalikannya saat sebelum aku bunuh diri. Aku sudah muak, aku tidak punya alasan lagi untuk hidup. Apakah aku melakukan kesalahan? apakah karena aku malah menghancurkan jam itu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun