Mohon tunggu...
Muhammad Wildan
Muhammad Wildan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum UNS

Orang biasa yang sedang belajar.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Proses Legislasi Cepat di Periode Kedua Jokowi: Percepatan atau Sumber Polemik?

3 Juni 2024   20:24 Diperbarui: 12 Juni 2024   10:56 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada awal periode kedua, Jokowi memaparkan lima fokus kerja diantaranya pembangunan SDM, kelanjutan pembangunan infrastruktur, penyederhanaan regulasi, penyederhanaan birokrasi, dan transformasi ekonomi. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pemerintah berusaha mempercepat proses legislasi untuk mendukung pembangunan ekonomi dan reformasi regulasi. Namun, percepatan ini sering kali menimbulkan kritik terkait partisipasi publik dan kualitas undang-undang yang dihasilkan. Secara umum, tahapan pembentukan undang-undang di Indonesia saat ini terdiri dari lima tahap: perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan, sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan . Seluruh tahapan tersebut harus dipenuhi dalam pembentukan suatu undang-undang tidak boleh semaunya pemerintah.

Proses pembentukan undang-undang di Indonesia yang menunjukkan legislasi yang cukup cepat dan terburu-buru, serta dianggap tidak memiliki kualitas yang baik dapat dilihat pada Undang-Undang No.19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) dan Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law). Dalam waktu hanya 12 hari dari proses pembahasan, revisi Undang-Undang KPK telah disahkan menjadi undang-undang. Revisi ini menjadi kontroversi di masyarakat karena memperkenalkan Dewan Pengawas dan perubahan lain yang dianggap mengurangi independensi KPK.

Pembentukan UU Cipta Kerja menimbulkan kontroversi karena dianggap mengabaikan hak-hak pekerja, melemahkan perlindungan lingkungan, dan proses penyusunannya yang kurang transparan karena seolah dipaksakan di tengah kondisi pandemi. Mengingat bahwa RUU Cipta Kerja mencakup 1.203 pasal dan merupakan revisi dari 79 undang-undang yang berbeda, menggunakan metode drafting omnibus bill dibentuk dengan waktu yang relatif singkat selama 167 hari. Meskipun bertujuan untuk meningkatkan iklim investasi, undang-undang ini menimbulkan polemik luas di kalangan masyarakat.

Legislasi cepat merupakan salah satu alternatif yang dapat membantu memberikan kepastian hukum melalui pembentukan undang-undang secara cepat, namun tantangan yang dihadapi adalah menurunnya kualitas undang-undang dan legitimasi proses legislasi itu sendiri. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan mekanisme yang memastikan partisipasi publik yang memadai dan kajian mendalam dalam setiap tahapan pembentukan undang-undang. Pemerintah juga perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses legislasi untuk menjaga kepercayaan publik.

Untuk mengatasi tantangan kualitas undang-undang yang dihasilkan melalui proses legislasi cepat, beberapa langkah penting dapat diambil. Pertama, pemerintah perlu memastikan partisipasi publik yang memadai dalam setiap tahapan pembentukan undang-undang. Mekanisme konsultasi publik yang lebih transparan dan inklusif harus diimplementasikan, sehingga masyarakat merasa memiliki suara dalam proses legislasi. Kedua, kajian mendalam harus dilakukan sebelum undang-undang disahkan. Pemerintah dan DPR perlu melibatkan akademisi, pakar hukum, dan organisasi masyarakat sipil dalam proses penyusunan dan pembahasan undang-undang. Kajian dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan harus menjadi bagian integral dari proses legislasi. Ketiga, transparansi dan akuntabilitas dalam proses legislasi harus ditingkatkan. Pemerintah harus membuka akses informasi mengenai tahapan legislasi kepada publik, termasuk draft undang-undang, laporan kajian, dan hasil konsultasi publik. Penggunaan teknologi informasi dapat membantu mempercepat penyebaran informasi dan mempermudah partisipasi masyarakat.

Percepatan proses legislasi di periode kedua Jokowi bertujuan untuk mendukung pembangunan ekonomi dan reformasi regulasi. Namun, tantangan dalam hal kualitas undang-undang dan legitimasi proses legislasi tidak bisa diabaikan. Untuk mencapai tujuan tersebut tanpa mengorbankan kualitas dan legitimasi, diperlukan partisipasi publik yang memadai, kajian mendalam dalam setiap tahapan pembentukan undang-undang, serta transparansi dan akuntabilitas dalam proses legislasi. Dengan demikian, undang-undang yang dihasilkan tidak hanya cepat disahkan, tetapi juga memiliki kualitas yang baik dan mendapat dukungan penuh dari masyarakat.

Dengan memperbaiki proses legislasi, pemerintah dapat mencapai tujuan pembangunan nasional dengan lebih efektif tanpa menimbulkan polemik yang dapat merugikan kepercayaan publik. Selanjutnya, sinergi yang erat antara pemerintah, DPR, akademisi, dan masyarakat sipil menjadi kunci sukses dalam menciptakan undang-undang yang berkualitas dan legitimated

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun