Mohon tunggu...
Kiti Andriani
Kiti Andriani Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

I am a freelancer, actively writing on several novel platforms and also a longing poet.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Revenge

27 Agustus 2024   19:53 Diperbarui: 27 Agustus 2024   19:54 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Fatima, jangan bertanya-tanya dengan keadaan yang sudah terjadi di hadapanmu. Kamu tidak bisa memberikan cucu untuk Bu Dera, bahkan kamu juga pergi ke luar negeri di saat Hans terpuruk. Ayah malu dengan Bu Dera, karena menikahkan kamu yang tidak bisa membahagiakan Hans sebagai putra tunggal Bu Dera," jelas sang ayah panjang.

Begitu getir pernyataan dari ayahnya. Sehingga Fatima menoleh ke arah suaminya. "Mas, kamu juga seharusnya menolak."

Dera mendekati Fatima dengan tatapan dingin. "Kamu tidak pernah cukup baik untuk Hans. Kamu bahkan tidak bisa memberinya anak. Lima tahun menunggu adalah waktu yang cukup lama. Sekarang Hans sudah memiliki istri yang benar-benar pantas untuknya dan memberikan kebahagiaan untuk kami."

Cika, adik Hans, juga turut menghina. "Sudah waktunya kamu sadar, Fatima. Kamu tidak pernah cocok untuk keluarga ini. Bahkan kamu memilih pergi ke luar negeri di saat keadaan ek0nom1 terpuruk."

Fatima merasakan setiap kata sebagai pukulan. Ia memandang Hans dengan pandangan yang penuh luka. "Aku pergi untuk bekerja keras demi keluarga kita, demi masa depan kita. Dan ini balasanmu?"

Hans mencoba meraih tangan Fatima ketika celaan didapatnya, tapi Fatima menghempaskannya. "Jangan sentuh aku! Kamu mengkhianati cintaku, mengkhianati pengorbananku Mas!"

Fatima berbalik, berusaha untuk menahan tangisnya. Ia tidak bisa lagi melihat wajah orang-orang yang telah mengkhianatinya. Ia merasa terjebak dalam mimpi buruk yang nyata.

Saat Fatima berjalan menuju pintu, Hans berteriak, "Fatima, tunggu!"

Fatima berhenti sejenak, berharap ada kata-kata yang bisa memperbaiki segalanya.

Namun, ketika dia menoleh, dia hanya melihat wajah penuh rasa bersalah di antara sorak-sorai kebahagiaan palsu dari keluarganya.

"Dengar, Fatima," kata Hans dengan suara penuh putus asa, "Aku tidak punya pilihan. Mereka memaksaku. Aku masih mencintaimu dan tidak ingin kita berpisah. Tolong mengerti."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun