Mohon tunggu...
Putri Kitnas Inesia
Putri Kitnas Inesia Mohon Tunggu... lainnya -

A humanitarian worker who travel.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Hitchhike di Eropa: Gratis dan Menantang Adrenaline!

10 September 2013   21:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:04 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Musim panas tahun ini saya melakukan perjalanan paling tangguh sepanjang hidup saya. Melintasi beberapa negara di Eropa: Belanda, Belgia, Jerman dan Austria dengan biaya nol rupiah!

Pasalnya beasiswa kuliah di Austria yang saya dapat tidak mencakup tiket pesawat PP, sementara harga tiket ke Austria kerap lebih mahal dibandingkan negara Eropa lainnya. Setelah lama berburu tiket, saya putuskan untuk membeli tiket termurah yaitu ke Amsterdam dan dari sana memberanikan diri untuk hitchhike sampai ke Austria.

Hitchhike atau menumpang kendaraan orang lain biasa dilakukan oleh mereka yang ingin bepergian gratis karena tidak punya uang atau ingin menghemat. Bagi saya, alasan hemat belum cukup kuat untuk membuat saya nekat menumpang di mobil orang yang tak dikenal. Saya memang suka menantang diri untuk melakukan hal-hal baru yang cukup ekstrim namun memberi pengalaman bernilai. Hitchhike? Patut dicoba.

Saya sadar bahwa menjadi seorang hitchhiker di negara asing itu harus tangguh. Mengingat adanya kendala bahasa, akses telepon (jika tidak memiliki nomor lokal atau tidak mengaktifkan roaming), juga stigma orang lokal terhadap pendatang. Ingat, saya tidak men-generalisir bahwa semua orang Eropa memiliki stigma khusus terhadap pendatang. Jadi meski hal ini perlu diantisipasi, namun jangan malah skeptis dan penuh stereotype.

Nah, pengalaman suka duka, pahit manis, menegangkan dan menyenangkannya hitchhike, akan saya bagikan di sini. Berharap dapat menginspirasi pembaca yang tertarik untuk menjadi hitchhiker :)

[caption id="attachment_277949" align="aligncenter" width="576" caption="Perjalanan Belanda-Belgia-Jerman-Austria"][/caption] Pengalaman Pertama

Meski saya mahasiswa berkantong pas-pasan, dorongan untuk menjelajahi sebanyak mungkin negara di Eropa tak terbendungkan. Kepalang tanggung sudah di Amsterdam maka saya berencana untuk hitchhike perdana ke Belgia, tepatnya ke kota Gent. Di sana saya akan bertemu dengan teman couchsurfer yang mengajak saya ikut festival folkdance. Tanpa pikir panjang saya segera mengepak bawaan, melakukan riset tentang hitchhike dan mempelajari peta dalam semalam.

Keesokan hari saya mulai perjalanan dengan berjalan kaki menuju pom bensin di ring tol menuju Utrecht, kota besar pertama yang akan dilewati kendaraan menuju Gent. Nama-nama destinasi sudah saya tulis besar-besar dengan spidol di kertas putih berharap bisa terbaca dari kejauhan. Tak sabar menunggu di pom bensin, saya pindah dan berdiri di tengah interseksi sebelum memasuki jalan tol. Sudah 10, 20, 30 menit berlalu saya hampir putus asa. Jempol sebagai tanda minta tumpangan sudah diacungkan, kertas destinasi terus saya sodorkan namun belum ada yang tergerak untuk mengangkut. Beberapa dari mereka melongok untuk membaca tulisan di kertas, lalu menggelengkan kepala atau membuka tangan tanda tidak bisa membantu.

Saya mulai putus asa, namun terlalu malu untuk kembali pulang. Di kondisi terjepit seperti ini, saya ambil waktu untuk berdoa mencari hikmat. Wah, percaya atau tidak 5 menit usai berdoa sebuah sedan mewah menepi dan kontan saya setengah teriak, “Are you going to Utrecht?” (Apa kamu menuju Utrecht?) Si pengemudi, pria dandy berusia 40-an itu menjawab singkat, “Come in!” (Ayo, masuk!). Saat itu tidak ada rasa takut sama sekali. Saya malah meloncat girang dan menganggap pria tersebut adalah jawaban doa.

Di dalam mobil Edwin, nama pria tersebut, bertanya negara asal saya. Lucunya belum sempat dijawab dia sudah menjawab pertanyaannya sendiri. “Indonesia?” “Hey, how do you know?” (Dari mana kamu tahu?) tanya saya heran. “I've been there and you really look like them.” (Saya pernah kesana dan kamu sangat mirip orang Indonesia) Hahaha... saat itu saya merasa bangga karena belum pernah ada yang menebak benar. Kalau tidak dikira dari India, Meksiko, Filipina bahkan Cina.

Sepanjang perjalanan beliau bercerita tentang pengalamannya yang tak terlupakan mengunjungi Jawa, Bali dan Lombok. Bagi Edwin, Indonesia adalah negara terindah yang pernah ia kunjungi dan ia berencana untuk datang kembali. Segera saya ambil pulpen, kertas dan menuliskan daftar tempat yang harus ia kunjungi berikutnya. Ketika kami berpisah saya berikan gelang akar Papua sebagai kenang-kenangan dan mengambil foto agar saya teringat selalu dengan malaikat penolong saya di jalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun