Perbedaan acapkali melahirkan sekat dan friksi. Namun, hal itu tak berlaku di Desa Pancasila ini. Meski para warganya memeluk tiga agama yang berbeda, mereka senantiasa hidup rukun berdampingan tanpa adanya konflik selama puluhan tahun.
Perbedaan dan keragaman dapat menjadi faktor perekat, atau justru penyekat, bergantung pada cara individu dalam memaknainya. Heterogenitas hanya bisa menjadi faktor perekat jika kita cukup bijak dan adil dalam menyikapinya
Cara pandang itulah yang terus dilestarikan secara turun temurun oleh warga Desa Balun, Kecamatan Turi, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Meski para warganya memeluk tiga agama yang berbeda, yakni Islam, Kristen, dan Hindu, hal itu tak semerta-merta membuat mereka saling berselisih atau menjaga jarak satu sama lain.
Merujuk data administrasi pemerintahan desa tahun 2017, jumlah populasi Desa Balun mencapai 4,621 jiwa. Dari angka itu, diketahui 75 persen di antaranya memeluk agama Islam, 18 persen beragama Kristen, dan 7 persen sisanya penganut agama Hindu.
Sejak masuknya agama Kristen dan Hindu di Desa Balun pada tahun 1967 silam, yang semula hanya dihuni oleh warga muslim, tidak pernah sekalipun terjadi konflik berbau agama. Mereka akan saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Pun tak ada segregasi dan diskriminasi di antara mereka.
Keharmonisan umat beragama di Desa Balun tercermin dari tempat ibadahnya yang berada dalam satu komplek yang saling berdekatan. Lokasi antara Masjid Miftahul Huda dan Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Balun hanya dipisahkan oleh alun-alun desa. Adapun Pura Sweta Maha Suci terletak di sebelah barat masjid, dengan jarak 75 meter.
Masih di lokasi yang sama, terdapat komplek pemakaman yang juga menjadi makam Mbah Alun atau Sunan Tawang Alun, sosok wali sekaligus leluhur warga Desa Balun. Dari nama Mbah Alun lah, Desa Balun memperoleh identitasnya.
Walaupun tempat ibadahnya saling berdekatan, tidak pernah terjadi gesekan di antara para penganut agama. Dengan heterogenitas dan sikap toleransi yang begitu tinggi, desa yang berjarak sekitar 4 kilometer dari pusat Kota Lamongan ini dikenal dengan sebutan Desa Pancasila.
Tingginya toleransi warga Desa Balun juga bisa dilihat dalam aktivitas keseharian mereka. Kala ada peringatan hari raya atau hari besar salah satu agama, warga yang berbeda agama akan turut membantu dalam persiapannya dan menjaga jalannya prosesi keagamaan tersebut.