Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Piala Dunia Qatar, Ajang Apolitis yang Paling Politis

24 November 2022   13:44 Diperbarui: 26 November 2022   08:40 1314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Guna mengakali regulasi FIFA, mereka akan membalut aksi politik itu dengan narasi "gerakan untuk kemanusiaan". Namun, mereka acapkali tak konsisten dalam menyikapi adanya pelanggaran terhadap kemanusiaan yang terjadi di belahan bumi lainnya seperti di Timur Tengah, Asia, dan Afrika.

Arena Politik Suporter

Selaras dengan para pemain, kelompok suporter pun menjadikan Piala Dunia di Qatar sebagai panggung politik terbuka. Mengikuti langkah idolanya, banyak fan timnas negara Eropa yang mengenakan atribut bercorak pelangi sebagai bentuk dukungan bagi komunitas LGBT, meski kemudian dilarang petugas stadion.

Para supporter Iran membentangkan poster bertuliskan
Para supporter Iran membentangkan poster bertuliskan "Woman Life Freedom" di Piala Dunia Qatar 2022. | Twitter @AMJADT25 via Kompas.

Sebagai representasi negara timur, para suporter Iran pun turut menyuarakan isu politik yang terjadi di negaranya. Mereka tampak membentangkan poster "Woman Life Freedom" di stadion, sebagai bentuk protes akibat maraknya kekerasan pada perempuan di Negeri Para Mullah itu.

Sportwashing

Usai didapuk sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 pada 2010 silam, Qatar mulai mencitrakan dirinya sebagai negara yang sangat aktif terlibat dalam sepak bola global. Setelahnya, sejumlah emir Qatar mulai melakukan ekspansi ugal-ugalan dengan mengakuisisi klub-klub Eropa.

Namun, pada sisi lain, negera teluk ini disorot terkait pembatasan kebabasan berpendapat, kriminalisasi komunitas LGBT, dan pelanggaran HAM terhadap pekerja migran. Sejak saat itulah, Qatar dinilai tengah melakukan sportwashing untuk memulihkan citra negaranya.

Sportwashing merupakan sebuah upaya yang dilakukan korporasi atau negara tertentu guna mengaburkan kesalahan yang mereka lakukan lewat panggung olahraga, salah satunya sepak bola.

Dalam riset yang bertajuk Sportwashing: Complicity and Corruption, dideskripsikan bahwa dengan menjadi tuan rumah Piala Dunia, Qatar bisa menikmati relasi dekat dengan jagat sepak bola sebagai olahraga paling populer sejagat. Popularitas sepak bola akan menggantikan jenis informasi lain terkait negeri petrodolar tersebut.

Sampai di titik ini, sudah sangat terang bahwa Piala Dunia Qatar 2022 adalah sarana politik "soft power" bagi negeri petrodolar itu untuk menyucikan dosa-dosa yang pernah mereka lakukan.

FIFA dan Politik

FIFA sangat lantang berkampanye bahwa sepak bola harus suci dari urusan politik. Padahal, FIFA sendiri sejatinya didirikan di atas pondasi batu politik yang dibentuk negara-negara kolonial. Banyak problem politis yang menguar dalam tubuh FIFA sejak awal berdiri dan masih terus politis hingga detik ini.

FIFA tak ingin adanya unsur politik yang diseret ke dalam permainan. Akan tetapi, FIFA sendiri ialah organisasi politik yang membuatnya sulit guna menyucikan diri dari urusan politik. Bahkan, dalam tubuh mereka sendiri, banyak pejabatnya yang terjerat pidana akibat instrik politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun