Banyak konflik dan perang yang diawali dengan operasi bendera palsu. Apakah serangan rudal di Polandia adalah salah satunya?
Tercatat 236 hari berlalu sejak genderang perang antara Rusia dan Ukraina pertama kali ditabuh. Meski menjadi salah satu isu yang dibicarakan dalam KTT G20 di Bali, perang di antara kedua negara itu kiranya belum akan mereda dalam waktu dekat.
Alih-alih melakukan gencatan senjata kala KTT tengah berlangsung, rudal liar justru menyasar hingga ke perbatasan Polandia atau sekitar 6 kilometer dari perbatasan Ukraina, Selasa (15/11/22) waktu setempat.
Kabar mengejutkan itu bahkan sampai membuat para anggota Group of Seven (G7) serta Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) menggelar rapat darurat kala mereka tengah menghadiri G20 di Pulau Dewata.
Dugaan siapa dalang di balik serangan itu sempat diarahkan kepada Vladimir Putin. Pasalnya, Rusia memang tengah gencar-gencarnya menggempur berbagai kota di Ukraina dengan rudal dalam waktu yang sama. CNBC International mengabarkan, ada sedikitnya 81 rudal diluncurkan, baik ke Kyiv maupun ke dekat Polandia, Lviv.
Adapun gelombang agresi rudal tersebut menargetkan infrastruktur energi milik Ukraina. Gelombang rudal itu, menurut kubu Ukraina, merupakan yang terbesar selama hampir sembilan bulan terakhir. Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, tetap bersikeras bahwa serangan rudal yang telah menewaskan dua warga sipil itu adalah ulah Rusia, bukan Ukraina.
Menyikapi tudingan itu, Kementerian Pertahanan Rusia buru-buru menepis bahwa rudal yang menghantam wilayah Polandia bukanlah milik mereka. Rusia juga membantah bahwa operasi militer mereka tidak meluas ke lokasi insiden.
Menurut hasil investigasi pakar militer Rusia berdasarkan foto puing-puing yang tersisa di lokasi, serangan itu berasal dari rudal anti-pesawat yang diluncurkan dari sistem pertahanan udara S-300 Ukraina.
Mereka mengklaim bahwa tudingan itu dapat diartikan sebagai sebuah upaya provokasi yang sengaja didesain untuk memperkeruh situasi peperangan yang sedang berkecamuk.
Yang menarik, AS, Polandia, dan NATO yang selama ini acapkali bersebarangan dengan Rusia, terkesan kompak menepis tuduhan itu. Mereka berani menegaskan bahwa serangan rudal itu kemungkinan besar tidak berasal dari Rusia. Kendati demikian, mereka tetap menyalahkan agresi yang dilakukan Rusia ke Ukraina.
Publik global kini bisa bernapas sedikit lega sebab jika serangan itu berasal dari Rusia, maka perang dapat terekskalasi dengan sangat masif. Bahkan, juga bisa memicu Perang Dunia III lantaran setiap agresi yang diarahkan ke Polandia, maka akan diartikan sebagai perang terhadap NATO jika mereka mengaktifkan Pasal 5 tentang pertahanan kolektif.
Lantas, kalau bukan berasal dari Rusia, apakah serangan rudal tersebut dapat dikategorikan sebagai operasi bendera palsu untuk memicu ekskalasi perang?
Operasi bendera palsu (false flag) adalah aksi politik atau militer yang dilancarkan dengan tujuan guna menyamarkan kubu yang seharusnya bertanggung jawab dan menjadikan kubu lain sebagai kambing hitam. Tindakan itu sengaja difabrikasi untuk memvalidasi serangan balasan terhadap musuh atau pihak-pihak yang telah ditargetkan.
Operasi ini bersifat sangat rahasia yang didesain agar seolah-olah negara atau kelompok lain yang melakukan agresi. Siasat culas semacam itu biasanya akan dilakukan untuk mengondisikan situasi pra-perang atau membuat "casus belli" alias insiden yang memicu peperangan.
Banyak kekuatan militer di dunia yang sering menerapkan strategi ini dengan melancarkan serangan ke pasukannya sendiri, bahkan pasukan aliansi serta warganya sendiri. Lalu, menuduh kubu musuh lah yang melakukannya sebagai dalih untuk melakukan represi, invasi, atau perang.
Invasi Nazi-Jerman ke Polandia (1939) dan invasi AS ke Irak usai peristiwa 9/11 (2001) bisa menjadi contoh bagaimana operasi bendera palsu berhasil memicu perang dan invasi.
Rusia sebelumnya sempat dituding akan melancarkan operasi bendera palsu kala Vladimir Putin menyiapkan ratusan ribu pasukan di wilayah perbatasan Ukraina sebelum perang pecah. Namun, tuduhan itu tidak terbukti meski akhirnya kedua kubu tetap berperang.
Ketika perhatian dunia sedang tertuju pada ajang KTT G20 di Bali, yang juga dihadiri oleh Zelensky secara virtual, serangan rudal itu tentu mengundang banyak spekulasi. Baik Rusia maupun Ukraina sama-sama mengelak bahwa agresi itu bukan tanggung jawabnya.
Untuk mengidentifikasi apakah rudal liar itu bisa diklasifikasikan sebagai operasi bendera palsu, maka harus dilihat impak yang ditimbulkannya dan siapa yang paling diuntungkan.
Guna membenarkan serangan balasan dalam konteks operasi bendera palsu, lazimnya dibutuhkan jatuhnya korban jiwa yang sangat masif atau tewasnya tokoh politik/militer berpengaruh.
Sementara dalam serangan rudal yang menyasar di Polandia, hanya merenggut dua warga sipil. Pun rudalnya "hanya" ditembakkan ke area pedesaan terpencil, bukan ke wilayah strategis di Polandia. Hal itu belum cukup guna memvalidasi NATO untuk turut menyerang Rusia.
Meski bukan termasuk operasi bendera palsu yang dapat memicu perang lebih besar, Ukraina terbukti "diuntungkan" dengan adanya serangan yang diduga berasal dari pihak mereka sendiri itu.
Serangan rudal liar tersebut memastikan bahwa blok barat masih berada di pihak Zelensky. Insiden itu juga bisa membuka peluang blok barat untuk meningkatkan bantuan militer ke Ukraina. Di samping itu, Ukraina juga terbukti dapat kembali meraih simpati dari dunia dalam situasi konflik yang sangat melelahkan setelah terjadinya serangan tersebut.
Di sisi lain, Rusia makin tersudut serta dikucilkan. Tak hanya dorongan publik untuk menghukum Rusia menjadi lebih kuat, kesadaran kolektif negara-negara anggota NATO guna terus memperkuat pertahanan mereka untuk menghadapi Rusia pun turut meningkat.
Fakta bahwa jatuhnya rudal bertepatan dengan gelombang rudal bertubi-tubi Rusia dan ajang KTT G20 yang dihadiri oleh Zelensky, membuat dugaan makin menguat bahwa kubu Ukraina memang sengaja mengarahkan rudal ke wilayah Polandia sebagai bagian dari operasi bendera palsu agar NATO terprovokasi.
Hal itu juga tercermin dari sikap mereka yang bersikeras menuding Rusia sebagai pelakunya, meskipun narasi tersebut tak didukung oleh pihak-pihak yang selama ini menyokong Negeri Keranjang Roti itu.
AS juga sempat menyebut bahwa rudal yang mendarat di perbatasan Polandia, diluncurkan dari wilayah Ukraina. Meski demikian, anehnya, rudal itu dilaporkan merupakan buatan Rusia. Adapun pola serangan semacam itu kerap digunakan untuk melakukan operasi bendera palsu dalam berbagai peperangan di dunia.
Di samping itu, Zelensky bahkan secara terbuka mendesak NATO untuk segera melakukan tindakan tegas kepada Rusia usai insiden. Fakta itu kian memperkuat sangkaan bahwa Ukraina lah dalang di balik serangan rudal liar di Polandia.
Terlepas dari pihak mana pun yang harus bertanggung jawab dalam serangan rudal itu, semua pihak harus mampu menahan diri serta berhati-hati. Setiap aksi harus benar-benar terukur dan dihitung secara cermat terkait dampak yang ditimbulkan.
Sebab, setiap operasi bendera palsu yang mereka lancarkan, dapat mempengaruhi jalannya sejarah umat manusia. Tak ada seorang pun yang menginginkan Perang Dunia Ketiga mengetuk pintu rumah kita!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H