Maraton agenda panjang Presidensi G20, dapat memberikan manfaat besar untuk perekonomian Indonesia, baik secara langsung seperti pada sektor pariwisata, perhotelan, transportasi, serta UMKM, maupun secara tidak langsung melalui dampak terhadap persepsi investor dan pelaku ekonomi.
Apabila berkaca pada Presidensi Turki, Argentina, Tiongkok, dan Jepang, ada peningkatan neraca ekonomi di dalam negeri yang amat signifikan. Tercatat jumlah kunjungan para delegasi dapat mencapai 13 ribu lebih. Pada setiap KTT G20, diperkirakan bisa mendatangkan penerimaan devisa lebih dari $100 juta (Rp1,4 Triliun) bagi tuan rumah.
Presidensi G20 juga menjadi momentum pembuktian bahwa di tengah pandemi COVID-19, Indonesia memiliki resiliensi ekonomi yang tangguh terhadap krisis. Oleh karena itu, kesempatan yang hanya dialami 20 tahun sekali itu harus betul-betul dimanfaatkan untuk memberikan nilai tambah bagi pemulihan ekonomi nasional.
Manfaat Ekonomi Hijau
Badan PBB untuk Program Lingkungan (UNEP) mendefinisikan ekonomi hijau sebagai sebuah prinsip ekonomi yang sangat berorientasi pada peningkatan kesejahteraan manusia dan kesetaraan sosial, sekaligus mengurangi risiko lingkungan serta kelangkaan ekologi secara signifikan.
Jenis ekonomi ini juga masuk ke dalam kategori investasi berdampak (impact investment). Selain bisa memberikan keuntungan finansial kepada investor, ada impak positif yang bisa dinikmati dalam aspek lingkungan dan sosial.
Untuk mewujudkan tujuan itu, transisi menuju ekonomi hijau ialah salah satu agenda prioritas yang disuarakan pada Presidensi G20 Indonesia. Ada banyak manfaat dari ekonomi hijau yang bisa diperoleh oleh negara, khususnya yang berkaitan dengan pembangunan serta kesejahteraan masyarakat.
1. Memulihkan Ekologi
Studi berjudul Forest Ecosystem Valuation Study mengungkapkan bahwa penerapan ekonomi hijau dapat menyumbang lebih banyak manfaat bagi negara ketimbang bisnis biasa (business as usual).
Menurut studi itu, ekonomi hijau dapat menekan emisi karbon kumulatif di Indonesia hingga 689 juta TCO2 pada 2030. Sementara, penerapan ekonomi secara konvensional bisa menghasilkan emisi mencapai 2.484 juta TCO2.
Selanjutnya, laju ekonomi hijau secara bertahap akan mengurangi pencemaran lingkungan dan impak perubahan iklim. Dengan begitu, daya dukung lingkungan dan keseimbangan ekologi dapat terus dijaga hingga ke generasi berikutnya, tanpa harus mengurangi manfaat dan potensi ekonomi bagi masyarakat luas.
2. Percepat Transisi Energi
Pemerintah terus mendorong transisi energi melalui peralihan energi fosil menuju Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebagai langkah persiapan bagi industri hijau yang kompetitif serta berdaya saing pada masa depan.
Dalam menghijaukan ekonomi sektor energi, pemerintah telah menetapkan target penggunaan EBT mencapai 23 persen untuk energi primer pada 2025. Adapun pada akhir 2021, capaian EBT telah menyentuh angka 11,7%.