Sebagai antitesis ekonomi konvensional yang sering kali mengabaikan berbagai problem keadilan sosial serta bencana ekologi, pembangunan sirkular menolak konsep trade off. Ia menawarkan prinsip sinergi dalam pola pembangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Berangkat dari pemahaman yang amat esensial itu, sebagai pemegang tongkat estafet Presidensi G20 (Group of Twenty) 2022, Indonesia lantas mengajak serta mendorong negara anggota G20 untuk mempercepat transisi energi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan. Apalagi, ekonomi hijau (green economy) juga menjadi salah satu unit prioritas dalam KTT G20 di Tanah Air.
Momentum ini harus bisa dimanfaatkan dengan optimal bagi pemulihan ekonomi dan mencapai Indonesia Maju. Bertema "Recover Together, Recover Stronger", Indonesia dapat mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkeadilan sosial, dan berkelanjutan.
Isu Perubahan Iklim dalam G20
Menurut laporan G20 Research Group, pada KTT pertama dan kedua, negara anggota G20 hanya berfokus pada isu ekonomi makro dan krisis keuangan global. Lalu, pada presidensi ketiga di Pittsburgh 2009, mereka baru mulai membahas tentang isu strategis lain, salah satunya perubahan iklim (climate change).
Masuknya isu yang lebih luas pada KTT ketiga itu, juga dilatarbelakangi oleh kondisi perekonomian global yang terus menghadapi tantangan yang kompleks. Situasi perekonomian dunia yang amat bergantung pada bahan bakar fosil telah mengancam ekologi dan berkontribusi signifikan dalam peningkatan emisi gas rumah kaca.
Merujuk pada "Climate Transparency Report 2020", negara konstituen G20 mempunyai peran khusus dan krusial dalam memerangi perubahan iklim karena mereka lah yang menyumbang mayoritas emisi di dunia. Negara G20 bertanggung jawab atas sekitar 75% emisi gas rumah kaca secara global.
Untuk memastikan laju pertumbuhan berkelanjutan dalam jangka panjang, harus ada solusi untuk menanggulangi tantangan ekologi yang terus meningkat. Jika tidak beralih ke jalur ekonomi yang lebih hijau, degradasi lingkungan dapat menyebabkan dampak negatif terhadap kesejahteraan masyarakat global.
Oleh sebab itu, dicetuskanlah konsep Pertumbuhan Hijau (Green Growth). Prinsip itu mendorong pertumbuhan serta pembangunan ekonomi, sambil memastikan bahwa aset alam akan terus menyediakan sumber daya dan jasa lingkungan yang menjadi andalan kesejahteraan kita (OECD, 2011).Â
Sejak saat itu, Green Growth menjadi agenda strategis sebagai solusi yang diyakini mampu membawa negara anggota G20 pulih secara ekonomi, sekaligus dapat mengatasi berbagai masalah perubahan iklim global.
Momentum Pemulihan Ekonomi
Secara lebih spesifik, KTT G20 juga bisa menjadi momentum guna meningkatkan upaya pemulihan ekonomi domestik. Melalui rangkaian pertemuan yang dihadiri ribuan delegasi negara anggota serta berbagai lembaga internasional, terhitung mulai 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022, Presidensi G20 akan mendongkrak penerimaan devisa.