Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Apa Dampak Safari Jokowi ke Rusia-Ukraina bagi Indonesia?

4 Juli 2022   07:00 Diperbarui: 4 Juli 2022   17:56 772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo dan Presiden Vladimir Putin dalam konferensi pers di Istana Kremlin Rusia, (30/6/22). | Dok. Sekretariat Presiden via Kompas

Dalam situasi Perang Dingin yang telah dimulai sejak tahun 1947, konflik antara Amerika Serikat dan Uni Soviet (Rusia) terus diwarnai dengan persaingan dalam banyak aspek, mulai dari politik, militer, ekonomi, ideologi, hingga propaganda.

Rivalitas negara adidaya itu membelah peta dunia menjadi Blok Barat dan Blok Timur, yang mana akhirnya memaksa negara-negara lain untuk menentukan pilihan. Kubu Barat dipimpin AS, yang menganut liberal-kapitalis. Sementara kubu Timur dipimpin Uni Soviet, yang menganut paham komunis-sosialis.

Menyikapi atmosfer politik global waktu itu, Indonesia berupaya keras agar tidak terhanyut arus keberpihakan. Sehingga, pada 2 September 1948, Wakil Presiden RI, Mohammad Hatta, dalam pidatonya, Mendayung di antara Dua Karang, lantas mengusulkan konsep politik luar negeri bebas aktif sebagai sebuah jalan tengah.

Gagasan dari Bung Hatta juga didasarkan pada amanat konstitusi. Dalam UUD 1945 disebutkan, Indonesia akan berkomitmen untuk ikut menjalankan ketertiban dunia yang didasarkan pada kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 

Prinsip politik itu membuat Indonesia leluasa dalam menentukan sikap ketika menghadapi konflik global karena tidak terikat dengan salah satu blok. Dengan demikian, Indonesia dapat memetakan kebijakannya sendiri terkait hubungan luar negeri tanpa adanya intervensi dari negara lain atau blok mana pun.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Presiden Joko Widodo berjabat tangan dalam pertemuan di Kyiv, 29 Juni 2022. | AFP via Kompas
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Presiden Joko Widodo berjabat tangan dalam pertemuan di Kyiv, 29 Juni 2022. | AFP via Kompas

Pandangan politik luar negeri bebas aktif menjadi manifestasi dan usaha Republik Indonesia untuk membantu terwujudnya perdamaian dunia. Sejak saat itu, bangsa Indonesia sering kali menjadi penengah dalam berbagai konflik dan peperangan di seluruh penjuru dunia.

Baru-baru ini, prinsip yang sama juga ditunjukkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia mengemban agenda mulia tatkala menemui Volodymyr Zelenskyy serta Vladimir Putin dalam kunjungan resminya di tengah medan perang.

Presiden Jokowi berkunjung ke Ukraina dan Rusia dengan misi perdamaian usai menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 di Jerman, Senin (27/6/2022) waktu setempat. Presiden RI berusia 61 tahun itu mengaku siap menjembatani komunikasi antara kedua belah pihak.

Dalam situasi konflik yang masih terus berkecamuk, kunjungan Jokowi makin menegaskan bahwa bangsa Indonesia adalah negara yang sangat menjunjung tinggi perdamaian dunia.

Presiden Jokowi rela mempertaruhkan jiwanya dengan berkunjung langsung ke medan konflik. Sebagai sebuah bangsa yang sangat mencintai perdamaian, kita harus mengapresiasi langkah berani itu.

Upaya untuk mendamaikan kedua kubu merupakan hal yang sangat mendesak mengingat perang Rusia versus Ukriana kini sudah berlangsung selama 131 hari. Bahkan, saat Jokowi tiba di Ukraina pun, Rusia masih terus melakukan serangan.

Tak hanya merusak infrastruktur publik serta menghilangkan nyawa warga sipil, konflik berkepanjangan di antara negeri serumpun itu juga mempunyai dampak secara global, termasuk Indonesia.

Manuver Jokowi dalam mendamaikan Rusia dan Ukraina mungkin tidak akan berjalan mudah. Pasalnya, perdamaian antara kedua kubu akan membutuhkan komitmen serius dengan jangka waktu yang teramat panjang. Pun dibutuhkan keterlibatan negara-negara lain untuk ikut serta mendamaikan keduanya.

Namun, di sisi lain, sejatinya manuver berani dari Jokowi itu juga dipilih untuk kepentingan bangsa Indonesia sendiri. Apa saja?

1. Angkat Citra Indonesia

Tidak banyak pemimpin negara di dunia yang terlibat aktif guna membuka ruang dialog antara Rusia-Ukraina. Sehingga, diplomasi Jokowi ke kedua negara yang tengah berperang itu merupakan sebuah terobosan bersejarah. Indonesia menjadi negara pertama di Asia yang berkunjung langsung ke Ukraina selama konflik.

Sebagai negara nonblok, Jokowi punya kapasitas dan kepercayaan tinggi karena dapat diterima dengan sangat baik oleh kedua belah pihak. Hal yang cukup sulit dicapai oleh negara lain yang menganut sistem dua blok global.

Kunjungan Presiden menegaskan bahwa bangsa Indonesia masih terus konsisten menganut politik luar negeri bebas aktif. Selain mengamalkan amanat konstitusi yang tertuang pada UUD 1945, misi yang diemban Presiden asal Solo itu juga telah mengangkat citra Indonesia.

Jika manuver Jokowi berhasil memantik lahirnya gencatan senjata, publik global akan mengingat peran besar Indonesia pada misi perdamaian tersebut. Apalagi, Indonesia juga akan menjadi tuan rumah Presidensi G20, yang makin mengangkat pamor Indonesia di ranah internasional.

2. Cegah Krisis Pangan

Selain berimplikasi pada kemanusiaan, ekonomi, dan sumber energi, perang di antara negara bekas Uni Soviet itu juga berdampak pada sektor pangan global. Oleh sebab itu, gencatan senjata harus segera diupayakan agar rantai pasokan pangan dunia bisa kembali pulih.

Dalam hal pangan, mungkin Indonesia belum dapat dikatakan krisis. Namun, pasokan sejumlah bahan pangan dalam negeri terbukti mengalami penurunan, bahkan suplainya terhenti. Terutama komoditas impor dari Ukraina, seperti serealia.

Akibatnya, harga serealia naik. Padahal, 25 persen kebutuhan gandum dan meslin Indonesia berasal dari negeri Keranjang Roti Eropa tersebut. Dampak turunannya, harga pangan yang terbuat dari tepung terigu juga turut merangkak naik.

Atas dasar itu, dalam pertemuan dengan Zelenskyy, Jokowi menyampaikan peran penting Ukraina dalam rantai pasokan pangan. Semua opsi perlu dilakukan agar Ukraina bisa kembali melakukan ekspor bahan pangan, khususnya ke Tanah Air.

Di sisi lain, Presiden Vladimir Putin juga menyatakan, negaranya siap memenuhi kebutuhan sektor pertanian Indonesia. Hal itu disampaikannya ketika bertemu Jokowi di Istana Kremlin, Moskow.

Sebagai negeri agraris, Indonesia punya ketergantungan yang begitu tinggi pada pasokan nitrogen, fosfat, kalium, serta bahan dasar pupuk lainnya dari Rusia.

Jika kebutuhan tinggi akan serealia dan pupuk tidak terpenuhi, produksi pangan di dalam negeri akan terguncang. Harga bahan pangan akan naik dan berpotensi menimbulkan krisis, yang lantas dapat memicu gejolak sosial dan politik.

Merujuk fakta tersebut, dapat dikatakan kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Rusia menjadi upaya nyata pemerintah untuk mencegah krisis pangan di dalam negeri.

3. Bebas Visa

Selain memastikan pasokan pangan dan pupuk di dalam negeri terpenuhi, Jokowi juga membawa pulang oleh-oleh berupa kebijakan bebas visa yang telah disetujui Zelenskyy. Sementara itu, di pihak Rusia, Putin juga akan membuka peluang yang sama dengan Indonesia.

Kesepakatan bebas visa itu merupakan gambaran eratnya hubungan bilateral Indonesia dengan negara-negara yang terlibat konflik. Selain itu, harapannya, kebijakan itu juga turut meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan asing ke Indonesia.

Dengan begitu, kesepakatan bebas visa juga dapat mendatangkan devisa negara serta menggenjot perekonomian rakyat dari sektor pariwisata, yang selama dua tahun terakhir lumpuh akibat pandemi.

Manuver Brilian

Dalam kunjungannya ke Rusia-Ukraina, Jokowi tak hanya "mendayung di antara dua karang", tetapi juga mengamalkan strategi "sekali merengkuh dayung, dua-tiga pulau terlampaui". Membawa pesan damai ke daerah konflik, ada misi dalam negeri yang turut ia perjuangkan.

Sikap politik itu selaras dengan falsafah politik luar negeri bebas aktif yang salah satunya bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat Indonesia atau setidaknya menekan potensi terjadinya krisis multidimensi di Tanah Air.

Sekecil apa pun, upaya untuk membuka jalan perdamaian antara Rusia-Ukriana, haruslah dilakukan, dan Jokowi sebagai manifestasi Indonesia yang cinta damai, telah melakukannya dengan sangat baik.

Jika perang Rusia-Ukraina bisa mereda, bangsa Indonesia akan dikenang dalam sejarah atas keaktifannya menciptakan perdamaian dunia—sebagaimana yang dahulu pernah diamalkan oleh Presiden pertama RI, Soekarno. Adapun hasilnya juga akan berdampak positif bagi dunia.

Jika tidak, hasilnya pun tetap baik untuk Indonesia dalam skala nasional. Semoga kedua belah pihak mau membuka ruang damai demi kebaikan masyarakat dunia, sebab sesungguhnya perang hanya akan meninggalkan kehancuran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun