Pada era itu, berbagai sajian dari hewan buruan, unggas, lobster, kerang, jeruk, dan anggur dikaitkan dengan gaya hidup mewah yang ingin diidentifikasi oleh si pemilik lukisan. Akan tetapi, terkadang karya seni itu juga berfungsi sebagai pengingat akan bahaya dari sifat tamak dan rakus.
Sejatinya, sampai hari ini pun kita masih melestarikan apa yang pernah dilakukan oleh pendahulu kita. Hanya saja, dengan varian yang jauh lebih modern, baik dari sisi jenis makanan maupun media dalam mengabadikannya.
Pada tahun 1825, filsuf asal Prancis Jean Anthelme Brillat-Savarin memgatakan, "Katakan padaku apa yang kamu makan, dan aku akan memberitahumu siapa dirimu." Saat ini, faktanya, orang-orang memang menunjukkan kepada dunia apa yang mereka santap untuk menegaskan status sosial dan identitasnya.
Sudah menjadi hal lazim orang memfoto makanan dan mengunggahnya ke media sosial sebelum lantas disantap. Sampai-sampai muncul anggapan "acara makan-makan belum sah jika belum difoto".
Sejak kelahiran media sosial, foto-foto makanan sangat populer karena mudah dibuat dan relevan untuk semua orang. Bahkan, ritus itu telah menjadi rutinitas layaknya berdoa sebelum makan.
Setelah diantarkan oleh pramusaji, mata kamu akan langsung berbinar-binar saat piring-piring berisi makanan mengepul tiba di meja makan. Bukan lantaran perut kamu yang keroncongan, tetapi lantaran sajiannya yang ditata sedemikian rupa sehingga terlihat sangat Instagrammable. Pada saat itu lah ritual foto-foto dimulai.Â
Akun-akun yang membagikan foto-foto makanan estetik mulai bertebaran. Tagar #FoodPorn pun mewarnai linimasa media sosial, khususnya Instagram. Eksistensi influencer juga mendorong restoran guna meracik resep yang secara estetika amat menarik, meski tidak selalu memuaskan lidah dan perut.
Istilah "food porn" telah ada sejak akhir 1970-an untuk menggambarkan impresi atau tampilan menu makanan yang amat menggiurkan alias estetik, di luar batas makanan yang seharusnya.
Dengan kata lain, gambar makanan bisa menjadi pornografi kala ia menunjukkan dekadensi visual yang sepenuhnya dihilangkan dari fungsi utama makanan itu sendiri, yakni memenuhi nutrisi. Kenyang di mata, tetapi belum tentu bisa memenuhi nutrisi tubuh.
Foto-foto makanan yang kamu unggah dalam media sosial dapat mengundang bermacam reaksi, asumsi, dan penilaian. Ia pun diunggah untuk beragam tujuan. Sering kali, impresi makanan digunakan sebagai medium dalam mengutarakan kemampuan finansial dan status sosial.