Dia dinilai telah menentang Komisi VII. Silmy, yang menjelaskan bahwa dirinya tak bermaksud seperti yang dituduhkan, lantas diusir dari ruang rapat parlemen.
Keempat insiden itu hanyalah sekian di antara puluhan drama pengusiran yang sempat dilakukan oleh anggota dewan. Aksi itu tentu menimbulkan pertanyaan besar, mengapa wakil rakyat kita terlalu mudah mengusir mitra kerjanya?
Apabila diamati, insiden pengusiran itu memiliki satu kesamaan, yakni peserta sidang dianggap tidak menghargai atau menghormati para Anggota DPR, yang sudah jelas-jelas terhormat itu. Apalagi, mereka bertindak sebagai tuan rumah.
Namun, bila posisinya dibalik, sudahkah wakil rakyat kita menghargai rapat atau sidang yang seharusnya mereka hadiri?
Anggapan yang acap beredar di tengah masyarakat menyebut bahwa Anggota DPR masih sering telat, bahkan bolos menghadiri rapat. Agaknya, asumsi itu bukanlah tudingan yang tak berdasar.
Pada Mei 2021, misalnya, ada setidaknya 264 Anggota DPR tak hadir dalam Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan V periode 2020–2021 yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Wakil Ketua DPR yang memimpin rapat kala itu, Muhaimin Iskandar, menyebut, hanya 311 orang saja yang hadir. Adapun jumlah seluruh anggota DPRÂ mencapai 575 individu. Hanya 65 orang saja yang hadir secara fisik di Kompleks Parlemen akibat pembatasan pandemi Covid-19.
Kendati rapat hanya diagendakan secara virtual dan bisa dilakukan di rumah, hal itu tak semerta-merta membuat mereka merasa memiliki kewajiban untuk hadir. Terbukti ada 264 wakil rakyat kita yang bolos saat itu.
Apa hanya dalam rapat itu saja gedung DPR banyak menyisakan kursi kosong? Oh, tentu saja tidak.
Pada Rapat Paripurna yang membahas mengenai APBN Tahun Anggaran 2020, pada 22 Agustus 2019, menurut laporan Suara.com, hanya 60 anggota DPR saja yang menampakkan batang hidungnya.
Padahal, jika merujuk absensi yang ada, sebanyak 303 anggota dewan dari total 560 telah membubuhkan tanda tangan kehadiran. Lalu, ke manakah 500 wakil rakyat kita yang tak hadir secara fisik?