Platform anonim seperti Secreto mampu memberikan kebebasan yang brutal untuk penggunanya dalam mengungkapkan sesuatu kepada target yang dituju. Dari sana lah ujaran kebencian lahir.
Pada awal abad ke-20, rentetan serangan racun merebak, dan dengan sangat kejam merenggut banyak korban. Fenomena itu telah menyebabkan terjadinya kekacauan di berbagai area di negara-negara Barat.
Lain halnya dengan sianida, sarin, atau arsenik yang dikemas di dalam tabung, racun ini disimpan di dalam selongsong yang acap dikenal dengan sebutan pena, lebih tepatnya pena racun. Karena racun varian itu adalah kata-kata, yang punya level mematikan setara pedang, ia tidak hanya melukai, tetapi juga membunuh.
Pena racun atau poison-pen ialah surat yang ditulis berbumbu kebencian serta dendam yang lazimnya bersifat anonim. Adapun dalam bahasa Indonesia, pena racun dikenal lewat istilah surat kaleng.
Saking mewabahnya fenomena ini pada tahun 1909 hingga 1934, sampai-sampai banyak novel dan film yang dinarasikan dengan tema kasus pena racun kala itu.
Penulis beken Inggris, Agatha Christie, memberi tajuk pada salah satu novelnya "Pena Racun" atau "The Moving Finger". Ia bahkan menyebut tokoh penulis surat anonim pada kisah novel itu, yang telah melakukan pembunuhan, dengan nama Pena Racun sampai misteri terpecahkan.
Hari ini, pena racun hadir dalam bentuk yang lebih praktis serta berbasis digital. Tidak butuh kertas ataupun pena. Cukup mendaftar melalui gawai–hanya dalam beberapa menit saja–pena racun sudah siap untuk dilontarkan pada sasaran.
Salah satu platform media sosial yang memfasilitasi perpesanan anonim ini adalah Secreto. Lewat situs yang sudah ada sejak tahun 2018 itu siapa pun bisa mengirim pesan anonim kepada para pengguna. Ya, siapa saja, tanpa harus mendaftar lebih dahulu.
Pengguna lazimnya akan menyematkan alamat (URL) akun Secreto-nya di akun media sosial seperti Twitter, Instagram, dll, untuk kemudian diisi oleh siapa pun yang ingin mengutarakan suatu hal.Â