Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Berbahasa Inggris Tak Perlu Keminggris

15 Januari 2022   14:30 Diperbarui: 18 Maret 2022   17:27 1802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, ironisnya, kebanggaan untuk menguasai bahasa asing tak diimbangi dengan pemahaman bahasa yang baik. Akibatnya, mereka sering kali kesulitan menjaga keseimbangan berbahasa.

Logika saya, jika berbahasa Indonesia, dalam kapasitas sebagai bahasa ibu, saja belum baik, apalagi berbahasa asing?

Gaya bahasa gado-gado ini pasti menimbulkan korban pada salah satu bahasa yang digunakan. Secara tata bahasa, akan amat sulit mengindari kesalahan dalam praktik bahasa spesies Jaksel. Kutipan pada awal paragraf artikel yang Anda baca ini contohnya.

Namun, mungkin saja mereka justru lebih jago berbahasa asing daripada berbahasa Indonesia lantaran dididik dalam lingkungan tertentu yang mendukung penggunaan bahasa asing secara aktif dan penuh.

Penulis buku bertajuk "Xenoglosofilia: Kenapa Harus Nginggris?" ini mengisahkan pengalaman temannya yang tinggal di benua Eropa. Akibat wilayah daratan antar-negara yang mereka diami saling berdekatan, masing-masing orang mampu menguasai lebih dari satu bahasa.

"Ya, karena mereka berdekatan, umumnya menguasai lebih dari satu bahasa. Bahasa Inggris, Jerman, Belanda, Perancis," ujar Ivan Lanin.

Meski terpisah budaya dan negara, hal itu tidak membuat mereka kesulitan guna membedakan setiap kosakata dalam masing-masing bahasa.

Mereka akan berbicara dengan rekannya yang mampu berbahasa Inggris dengan berbahasa Inggris. Bicara dengan teman yang berbahasa Jerman, melalui bahasa Jerman. Mereka bisa memilah mana yang bahasa Jerman dan yang mana bahasa Inggris. Tidak lantas dicampuradukkan.

Menyikapi tren bahasa anak Jaksel, Psikolog Anak dan Remaja, Vera Itabiliana, mengatakan bahwa kata yang diucapkan adalah cerminan dari apa yang sedang dipikirkan.

"Jika seseorang terbiasa berpikir terstruktur atau sistematis, maka biasanya bahasa atau kata yang digunakan juga akan mencerminkan hal itu," ucap Vera.

Hemat saya, perlu adanya penanaman pola pikir yang seimbang dalam berbahasa. Bahasa harus ditempatkan pada habitat yang semestinya. Jika hendak memakai bahasa Indonesia, maka cukup gunakan bahasa Indonesia. Sebaliknya, jika ingin memakai bahasa Inggris, cukup gunakan bahasa Inggris saja. Banyak orang yang jago berbahasa Inggris tanpa harus tampak keminggris.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun