Pernahkah Anda membayangkan hidup di jagat virtual yang begitu identik dengan kehidupan nyata? Melalui proyek ambisius bertajuk Metaverse, Mark Zuckerberg kini mencoba untuk mewujudkannya.
Dalam kondisi dunia yang sangat kacau balau pada tahun 2045, sosok remaja 18 tahun, Wade Watts, memutuskan untuk berpartisipasi dalam sebuah sayembara yang didesain oleh pencipta gim virtual.
Sayembara itu meminta kepada pemain guna berburu sebuah telur Paskah yang berada di dunia realitas virtual. Gim itu sendiri dibikin oleh seseorang bernama James Halliday yang sudah meninggal.
Uniknya, nyaris setiap orang yang hidup di Kota Colombus, Ohio, pada zaman itu memainkan gim serupa lewat perangkat realitas virtual (virtual reality headset).
Popularitas gim berbasis realitas maya memang lagi tinggi-tingginya saat itu, sampai menjelma menjadi "kehidupan kedua" untuk para pemainnya. Mereka berada di dunia virtual bersifat imersif, yang dijadikan sebagai pelarian untuk menghabiskan hari-hari tanpa adanya batasan serta aturan yang mengekang.
Terlihat Wade yang sudah mengenakan kacamata virtual dan sarung tangan. Ia juga mengenakan penopang tubuh dan berdiri di atas alat mirip treadmill yang mana lantainya bisa bergesar ke segala arah agar sensasinya terasa lebih nyata.
Tak lama kemudian, ia memasuki jagat virtual yang sangat futuristik bernama OASIS. Di sana, pemain bisa melakukan apa saja kecuali makan, minum, mandi, dan buang air. Mereka juga bebas untuk memilih menjadi siapa saja, mulai dari monster, robot, hingga karakter kartun. Akhirnya Wade memilih untuk menjadi karakter manusia biasa.
Para pemainnya bisa berteman dengan siapa saja tanpa harus saling kenal di dunia nyata. Salah satu rekan baiknya yang bernama Aech berwujud monster yang terkesan sangar. Tampak begitu kontras dengan karakter Wade sendiri.
Menariknya, di dalam OASIS, karakter yang telah mati terbunuh, maka avatar yang dimainkan tidak bisa dihidupkan kembali. Akibatnya, seluruh uang yang sudah dipakai untuk membeli skin dan senjata juga hilang. Deposit uang pada akun pun mengalami nasib yang sama.
Di sana, para pemain diharuskan untuk mengikuti tantangan dan memecahkan berbagai teka-teki untuk mendapatkan kunci yang dipegang oleh Anorak untuk memenangkan permainan.
Apabila berhasil, sang pemenang berhak untuk mendapat seluruh kekayaan milik penciptanya, termasuk perusahaan gim itu sendiri. Akan tetapi, dalam perjalanan untuk menemukan telur Paskah tersebut tidaklah mudah. Sudah ada jutaan orang yang mencobanya, tetapi selalu gagal.
Kisah yang tertuang dalam film berjudul "Ready Player One" itu adalah gambaran yang amat sesuai dengan teknologi yang sedang dirancang oleh Mark Zuckerberg melalui proyek Metaverse.
Pada bulan Juli 2021, dia bahkan sempat mengatakan bahwa citra Facebook akan dialihkan dari semula perusahaan media sosial ke perusahaan berbasis metaverse dalam lima tahun ke depan. Mereka juga dikabarkan akan merekrut sekira 10 ribu tenaga kerja baru dari negara Uni Eropa untuk mengembangkan teknologi itu.
Namun, mendesain Metaverse tidaklah segampang menjentikkan jari lantaran, menurutnya, terobosan itu tidak dapat dibuat hanya dalam semalam oleh satu perusahaan saja. Penciptaannya sendiri bisa menelan waktu 10 sampai 15 tahun sehingga membutuhkan kolaborasi dari beberapa perusahaan.
Proyek ambisius yang dibuat oleh CEO Facebook itu akhir-akhir ini memang semakin santer terdengar. Lantas, apa yang dimaksud dengan Metaverse?
Metaverse adalah sebuah ruang virtual yang didesain sebagai versi digital dari beragam aspek yang terdapat di dunia nyata, baik itu berupa interaksi antara manusia, maupun fungsi ekonomi.
Ia menggabungkan antara aspek media sosial, online game, augmented reality (AR), virtual reality (VR), dan mata uang kripto untuk memungkinkan pengguna berinteraksi secara virtual.
Dengan kata lain, Metaverse mengacu pada dunia virtual yang sangat identik dengan di kehidupan nyata. Ada tanah, bangunan, serta avatar yang bisa dibeli dan dijual. Bahkan, ada pula pekerjaan yang dapat diperoleh dan dikerjakan di dalamnya. Transaksinya sendiri lazim dilakukan melalui mata uang kripto.
Sederhananya, hal-hal yang dilakukan secara fisik (luring) pun bisa dilakukan secara jarak jauh (daring) melalui jagat Metaverse tersebut. Ia didesain supaya kita dapat menjalani kehidupan virtual dengan cara yang sama seperti sedang menjalani kehidupan sehari-hari kita.
Para pengguna bisa berinteraksi dengan dunia 3D yang melibatkan berbagai jenis panca indera, seperti indera penglihatan, pendengaran, peraba, serta penciuman.
Layaknya pada film "Ready Player One", pengguna dapat beraktivitas, berteman, berkunjung ke tempat-tempat tertentu, hingga membeli barang dan jasa. Semua kegiatan itu terasa sangat mirip dengan apa yang ada di dalam kehidupan nyata.
Saat ini, orang terhubung satu sama lain secara daring melalui situs web taruhlah media sosial dan via aplikasi perpesanan. Ide dari metaverse adalah bahwa ia akan menciptakan ruang online baru, di mana interaksi orang bisa lebih multi-dimensi. Para penggunanya mampu menceburkan diri dalam konten digital alih-alih hanya melihatnya saja.
Animo yang masif pada Metaverse dapat dilihat sebagai dampak adanya pandemi COVID-19, lantaran makin banyak orang yang bekerja dan pergi ke sekolah secara jarak jauh. Ada peningkatan permintaan akan media guna menciptakan interaksi online menjadi lebih hidup dan nyata.
Konsep Metaverse pertama kali muncul dalam novel fiksi ilmiah berjudul Snow Crash karya Neal Stephenson, rilis pada tahun 1992. Novel bergenre distopia itu berkisah mengenai manusia berbentuk karakter atau avatar yang dapat saling berinteraksi di ruang tiga dimensi (3D).
Hampir tiga dekade silam, terminologi metaverse hanya sebatas konsep belaka. Namun, lewat perkembangan sains dan teknologi yang amat pesat, kini banyak perusahaan teknologi yang telah mulai untuk merancang Metaverse, termasuk Facebook dan Microsoft.
Metaverse sanggup terus berjalan tanpa pernah mengalami reset, jeda, dan tidak akan berakhir. Meski peristiwa di dalam semesta virtual tersebut sudah didesain sebelumnya, partisipan bisa merasakan setiap pengalaman secara real-time.
Jika realitas virtual versi pendahulunya hanya mampu menghadirkan suatu hal secara virtual, Metaverse justru bekerja dengan cara sebaliknya. Teknologi baru tersebut dapat menghubungkan antara dunia virtual dengan dunia nyata lewat digitalisasi. Apa yang dilakukan di sana juga bisa berimbas ke kehidupan nyata.
Kegunaan Metaverse
Metaverse didesain agar melampaui apa yang mungkin dilakukan melalui media sosial dan realitas virtual konvensional. Sama halnya "meta" yang memiliki arti "melampaui" dalam bahasa Yunani.Â
Seorang pakar dalam bidang metaverse, Matthew Ball telah memprediksi bahwa metaverse akan menjadi pintu gerbang yang akan membawa orang merasakan berbagai pengalaman digital, sekaligus menjadi platform yang dapat menyerap tenaga kerja baru.
Ia pun meyakini bahwa metaverse akan menjadi pendorong untuk menciptakan berbagai terobosan generasi baru untuk banyak perusahaan di dunia.
Sejauh ini Facebook telah bereksperimen dengan membuat Metaverse rancangan mereka sendiri khususnya untuk tujuan kerja serta komunikasi. Misalnya, lewat aplikasi ruang kantor yang berbasis VR bernama Horizon Workrooms.
Aplikasi itu memberi ruang pertemuan virtual yang bisa dipergunakan sebagai media tatap muka secara online dengan mengenakan headset VR Oculus Quest 2 buatan Facebook. Para pengguna boleh memilih avatar 3D yang wujudnya bisa dirubah-rubah sesuai kehendak.
Tidak heran jika pada masa depan akan terlahir bermacam platform digital dan perusahaan yang menawarkan produk serta jasanya di jagat realitas virtual. Di sana kita bisa mencoba secara langsung produk dan jasa yang ditawarkan tanpa harus bertemu secara tatap muka.
Agen perumahan dapat menjual rumah dengan menyediakan pengalaman yang lebih nyata untuk merasakan nuansa di dalam rumah via Metaverse. Selain itu, rumah mode dapat merancang pakaian yang dikenakan oleh avatar pengguna di lingkungan Metaverse, serta bisa dibeli dengan mata uang kripto.
Para musisi pun bisa menggelar konser virtual dalam platform itu. Pada bulan September 2021 lalu, ada jutaan orang menonton konser Ariana Grande yang tampil virtual di dalam gim Fortnite.
Dalam dunia edukasi, Metevarse dapat dimanfaatkan sebagai ruang kelas yang lebih fleksibel. Di sana, guru difasilitasi dalam membuat metode pembelajaran kolaboratif yang lebih menyenangkan.
Selain itu, teknologi baru itu tentu akan amat membantu bagi para pejuang LDR yang ingin bertemu dengan kekasihnya dalam varian yang lebih nyata. Menarik!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H