"Art should comfort the disturbed and disturb the comfortable." — Banksy, Bristol-based street artist
Sosok seniman misterius ini dikenal atas keahliannya dalam mengubah dinding di tepi jalan layaknya kanvas. Tidak sekedar mengandung nilai estetika tinggi, karya-karyanya juga sarat akan kritik sosial.
Banksy, begitu ia menjuluki dirinya. Dia adalah sosok seniman yang menjadikan anonimitas sebagai senjata serta perisai dalam menggubah setiap karya seninya yang fenomenal dan monumental.
Meski tidak ada satupun yang tahu siapa sejatinya sosok di balik nama Banksy, ia adalah seorang seniman terkemuka dan paling disegani di negeri Ratu Elizabeth.
Tidak ada wawancara atau paparazi yang dapat mengungkap lebih banyak tentang identitas sosok seniman jalanan, aktivis, serta kritikus Inggris itu. Beberapa orang telah mencoba mengungkap jati dirinya, tetapi selalu berujung pada kegagalan.
Ada beberapa potret yang menunjukkan Banksy tengah membuat sebuah mural di berbagai tempat. Namun sayangnya, dia sama sekali tak menunjukkan wajahnya.
Saking fenomenalnya, majalah Time AS pernah memasukkan namanya ke dalam daftar "100 orang paling berpengaruh di dunia" pada tahun 2010. Banksy sejajar dengan figur publik lain, seperti Barack Obama, Steve Jobs, dan Lady Gaga.
Pria paruh baya tersebut telah mengenal seni jalanan sejak 1980. Namanya makin melejit usai karya-karyanya yang selalu dibumbui kritik terhadap pemerintahan sering mencuri atensi awak media pada tahun 1990-an.
Karya-karyanya bisa muncul kapan saja dan di mana saja. Sebab, dia tidak hanya berkarya pada siang hari saja, tetapi juga malam hari. Tak hanya terbatas di tanah Britania, tetapi juga di berbagai penjuru dunia. Magnum opus-nya dapat dijumpai mulai dari daratan Eropa, Timur Tengah, Amerika, hingga Australia.
Selain situs Banksy.co.uk, Banksy juga sering mengunggah karyanya melalui Instagram pribadinya (@banksy). Kita bisa melihat ratusan karyanya di sana.
Kendati tindakan melukis pada tembok termasuk ilegal, tetap saja, maha karya Banksy selalu menarik untuk diulik dan dinikmati. Tidak asal berkarya, goresan tangan dan kaleng catnya acap berkisah perihal politik, lingkungan, penindasan, kemiskinan, peperangan, keserakahan, dan kapitalisme.
Baginya, seni harus bisa menenangkan pihak yang terganggu dan mengganggu pihak yang kini nyaman pada posisinya.
Tak hanya berkarya, ia juga merupakan aktivis yang amat gemar menghibahkan karya seni untuk dilelang, hasilnya akan dipakai guna membiayai fasilitas umum serta gerakan sosial masyarakat.
Pada Juli 2020, misalnya, Banksy sukses menjual tiga lukisannya senilai 2,2 juta paun untuk disumbangkan pada sebuah rumah sakit di Betlehem, Palestina.
Bahkan, selama pandemi, Banksy juga mengimbau masyarakat supaya selalu menerapkan protokol kesehatan lewat karya-karyanya di berbagai tempat.
Sebagai seniman jalanan yang subversif, Banksy mempunyai pandangan visioner. Semua karyanya selalu mengangkat isu sosial dan politik yang akan terjadi pada masa depan.
Nama Banksy pertama kali mengemuka setelah dia membuat sebuah mural yang bertajuk "The Mild Mild West" di Bristol, Inggris, pada tahun 1999. Usai namanya dikenal, mural karya Banksy itu menjadi salah satu daya tarik dari Kota Bristol.
Mural yang dibuat pada dinding berbata merah di Stokes Croft itu menunjukkan boneka beruang yang bersiap melempar bom molotov ke arah tiga orang polisi anti huru-hara. Karya itu dibuat sebagai reaksi atas insiden di Winterstoke Road, yang mana polisi diketahui menyerang para pengunjung pesta kala itu.
Dalam "The Mild Mild West", publik bisa melihat bahwa Banksy memiliki masalah dengan aparat keamanan. Sebelumnya ia memang menyebut, pernah diburu polisi saat tengah melukis gerbong kereta.
Polisi menjadi salah satu alasan Banksy untuk memilih jalan anonimitas. Dalam 20 tahun terakhir, ia menjelma menjadi seniman misterius yang paling terkenal dan berpengaruh di dunia seni jalanan.
Goresan kuas dan kaleng catnya sangat lihai dalam merangkum ketidakadilan, penderitaan, penindasan, dan ironi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Sebagai bentuk kritik terhadap krisis di Timur Tengah yang memaksa puluhan ribu anak-anak menjadi pengungsi, dia menciptakan mural berjudul "Girl with Balloon" di London, Inggris. Mural itu menunjukkan gadis belia yang hendak meraih balon merah berbentuk hati.
Balon merah yang akan diraih oleh sang gadis menjadi simbol kebahagiaan yang sudah direnggut dari tangan anak-anak akibat adanya konflik global dan perang yang berkepanjangan.
Pada tahun 2003, ia menciptakan mural bergambar seorang pria dengan masker yang melempar karangan bunga. Karya mural bertajuk Rage, Flower Thrower itu dibuatnya di Betlehem, sebagai bentuk harapan atas terciptanya kedamaian di antara Palestina dan Israel.
Tidak melulu pada dinding, Banksy juga kerap berkarya di atas kanvas. Ia pernah mengecam kebrutalan awak media yang gemar memproduksi berita sensasional mengenai korban perang dan serangan teroris melalui lukisan (sampul artikel).
Dia menggambarkan sosok gadis belia yang sedang memegang boneka Teddy Bear di antara puing-puing bangunan. Sang anak dikelilingi oleh para pekerja media yang seakan-akan membiarkan fenomena dramatis itu berjalan tanpa memberikan simpati dan pertolongan.
Pada akun Instagramnya, ia juga pernah mengunggah mural yang menyinggung insiden pembunuhan George Floyd oleh polisi berkulit putih dan sebagai bentuk dukungan terhadap gerakan Black Lives Matter, pada tahun 2020 lalu.
Selain mempunyai nilai estetika tinggi, karya seni Banksy juga berharga sangat tinggi di mata kolektor seni. Salah satu lukisan Banksy yang menunjukkan para anggota DPR Inggris sebagai kumpulan simpanse pernah terjual senilai 9,9 juta paun atau Rp172 miliar di rumah lelang Sotheyby's, London, pada tahun 2019.
Meski lukisan yang berjudul "Devolved Parliament" itu dibuatnya pada tahun 2009 silam, makna yang terkandung di dalamnya masih sangat relevan hingga sekarang, bahkan pada masa depan.
Ia seakan menerjemahkan situasi politik Inggris yang kacau karena ulah anggota parlemen, menjadi sebuah magnum opus yang monumental. Agaknya, lukisan itu juga berlaku universal, layaknya kondisi politik di Indonesia saat ini, yang sering diwarnai dengan kebijakan kontroversial para pejabatnya.
Sosok seniman jalanan asal Inggris itu kembali mencuri perhatian publik pada tahun 2018. Banksy berhasil membuat publik terperangah melalui aksi "prank" yang ia buat dalam sebuah acara lelang yang digelar oleh Sotheby's London.
Mural berjudul "Girl with Balloon" tiba-tiba saja bergerak turun keluar bingkai, lantas terpotong menjadi pita-pita kecil usai sesi lelang ditutup. Ternyata, saat ia membuat lukisan tersebut, Banksy juga menyisipkan alat penghancur kertas.
Padahal, lukisan itu sudah laku terjual senilai Rp19,8 miliar. Momen tersebut diunggah Banksy lewat Instagramnya disertai dengan keterangan foto yang mengutip seniman legendaris Spanyol, Pablo Picasso.
"Dorongan untuk menghancurkan juga adalah dorongan kreatif," tulis Banksy.
Banksy mengaku bertanggung jawab terhadap penghancuran tersebut dan membuat judul baru untuk potongan lukisan itu, yakni "Love is in the Bin".
Pemotongan itu dilakukannya sebagai bentuk kritik kepada kolektor seni dan kapitalis yang membeli sebuah lukisan dengan harga yang sulit diterima nalar.
Banksy heran melihat orang yang mau menghamburkan uang untuk membeli 'omong kosong'. Fenomena tingginya minat masyarakat terhadap karya seni seniman legendaris itu dikenal dengan istilah "Banksy's Effect".
Efek Banksy telah membuka jalan bagi seniman jalanan lain untuk diterima di pameran seni dan museum. Daya tarik Banksy mampu menempatkan derajat para seniman jalanan sepadan dengan seniman profesional.
Meski demikian, Banksy dianggap telah 'melacurkan' identitas dan prinsip para seniman jalanan yang menolak adanya kapitalisme, khususnya di dunia seni.
Di luar polemik tersebut, Banksy telah menginspirasi munculnya seni jalanan sebagai medium ekspresi publik dalam menyikapi kondisi sosial dan politik di sekitar mereka.
Karya seni jalanan yang berupa mural, stensil, dan grafiti acap kali digunakan sebagai media kritik serta perlawanan, terutama kaum marjinal yang merasa suara dan aspirasinya tak didengarkan.
Seni jalanan yang dipengaruhi Banksy, menjadi salah media propaganda pada revolusi Mesir pada 2011 lalu. Tren itu terus berlanjut di Libya dan Suriah.
Banksy pernah mengklaim, karya seni jalanan sebagai bentuk 'balas dendam' kelas bawah, atau perang gerilya yang memungkinkan publik untuk merebut kekuasaan, wilayah, dan kemenangan dari musuh yang lebih kuat (penguasa). Selama ini, ia juga telah dipakai untuk memulai revolusi serta menghentikan konflik dan perang di berbagai negara.
Bisa jadi para seniman jalanan pencipta mural bertajuk "404: Not Found", yang menggambarkan sosok mirip Presiden Jokowi juga terinspirasi oleh Banksy.
Reputasi Banksy sebagai 'nabi' bagi para seniman jalanan, memberikan pengaruh yang sangat besar, tidak hanya bagi para seniman jalanan, tetapi juga bagi publik, aparat, serta pejabat yang saat ini duduk nyaman di kursinya masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H