Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Space Race, Ajang Penaklukkan Ruang Angkasa bagi Para Miliarder

25 Juli 2021   10:51 Diperbarui: 23 April 2022   14:46 1383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara historis, ruang angkasa menjadi domain ekslusif yang dimiliki kesatuan militer serta pemerintah dengan badan antariksanya masing-masing, taruhlah NASA (Amerika Serikat) dan Roscosmos (Rusia).

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi pergeseran paradigma sebab semakin banyak perusahaan swasta yang mampu merancang dan mengoperasikan pesawat antariksa (spaceship).

Sosok miliarder asal Inggris, Sir Richard Branson, memimpin perlombaan ketika meluncurkan pesawat Virgin Space Ship Unity (VSS Unity) berawak penuh ke tepi luar angkasa.

Kru penerbangan Richard Branson.| BBC.com
Kru penerbangan Richard Branson.| BBC.com
Ditemani oleh dua orang pilot serta tiga karyawan Virgin Galactic, dia mencoba sendiri pesawat antariksa yang didesain perusahaannya. Mereka sukses kembali ke Bumi dengan selamat setelah sekitar satu jam mengudara.

Unity, yang telah dikembangkan selama 17 tahun, meroket hingga ketinggian 85 km (53 mil) di atas New Mexico, AS, pada Minggu WIB (11/07/21). Saat diluncurkan, pesawat itu menempel pada bagian perut pesawat pengangkut, White Knight, lalu dilepas pada ketinggian 13 ribu meter.

Misi sukses itu menjadikan Branson dan perusahaannya, Virgin Group, sebagai pionir wisata antariksa. Ia mengalahkan miliarder lain yang juga memiliki ambisi serupa, Jeff Bezos dengan Blue Origin dan Elon Musk dengan SpaceX.

Branson mengklaim bahwa Unity ialah proyek uji coba pengalaman pariwisata ruang angkasa, yang diharapkan dapat mulai ditawarkan kepada publik tahun 2022 mendatang.

Penerbangan yang bertajuk Unity 22 itu tak hanya sekadar menjadi sebuah trofi kemenangan pada perlombaan antariksa (space race) antar-miliarder, tetapi juga menandai kelahiran era baru perjalanan ke ruang angkasa untuk astronot non-profesional, di luar program pemerintah.

Hanya sembilan hari setelah miliarder berusia 70 tahun itu meluncurkan Unity, pendiri Amazon, Jeff Bezos, tidak mau kalah. Dia juga turut mengudara dengan menaiki roket rancangan perusahaannya sendiri, Blue Origin. Misi penerbangan dilakukan di area Texas Barat, AS, pukul 20.11 WIB, pada Selasa (20/07/21).

Bezos serta tiga awak lain menaiki roket New Sephard menembus ke lapisan sub-orbital dengan kecepatan 3.540 km/jam dan berhasil menyentuh ketinggian 100 km, sebelum akhirnya mereka mendarat kembali di Bumi dengan selamat.

Kru penerbangan Jeff Bezos. | Instagram @BlueOrigin
Kru penerbangan Jeff Bezos. | Instagram @BlueOrigin

New Shepard yang bertinggi 18,3 meter, dilengkapi dengan teknologi kombinasi roket dan kapsul, dapat meluncur secara vertikal. Berbeda dengan Unity, pesawat milik Bezos tak memerlukan pilot sebab semua sistem navigasinya dikendalikan melalui komputer yang berada di Bumi.

Misi penerbangan miliarder berusia 57 tahun itu melampaui catatan Branson. Roketnya dapat mencapai luar angkasa (100 km) ataupun dikenal dengan garis Karman. Meski begitu, keduanya sama-sama bisa merasakan sensasi melayang tanpa gravitasi.

Ambisi Bezos sempat menuai kritik. Dia dinilai telah membuang-buang uang, di mana uang pada misi tersebut sejatinya dapat digunakan untuk membayar upah karyawannya serta membantu melawan krisis perubahan iklim global.

Wisata luar angkasa juga disebut hanya akan memanjakan kalangan super kaya. Akan tetapi, Bezos mengungkap bahwa dirinya juga punya visi pada lingkungan yang tidak kalah ambisius.

Dia ingin memindahkan semua industri berat yang menghasilkan banyak polusi, ke luar angkasa supaya kelestarian serta keindahan Bumi tetap terjaga.

Ketinggian yang bisa dicapai oleh pesawat buatan Blue Origin, Virgin Galactic, dan SpaceX. | News.Sky.com
Ketinggian yang bisa dicapai oleh pesawat buatan Blue Origin, Virgin Galactic, dan SpaceX. | News.Sky.com

Ambisi yang tak kalah spektakuler juga ditunjukkan oleh Elon Musk. Tak hanya sekedar mampir di luar angkasa, ia juga hendak membuat koloni di planet Mars. Bahkan, dalam beberapa kesempatan ia mengaku ingin meninggal di sana.

Tak seperti perusahaan milik Bezos dan Branson, korporasi milik Musk, SpaceX, mempunyai sejarah yang amat panjang dalam meluncurkan armada roket jauh melampaui batas ketinggian 100 km.

Musk saat ini tengah mengembangkan sebuah armada bernama Starship yang mampu mengubah perjalanan ke ruang angkasa selamanya.

Dia memiliki visi yang mulia. Miliarder berusia 50 tahun itu ingin mengangkut peradaban umat manusia ke Mars saat Bumi terancam, taruhlah asteroid yang berpotensi melenyapkan kehidupan.

Musk acapkali berbicara soal impiannya untuk membangun sebuah kota di Mars. Pendiri Tesla itu meyakini, permukiman di planet lain akan memerlukan banyak manusia agar bisa berdiri secara mandiri.

Demi mewujudkannya, akan diperlukan armada yang sangat mumpuni. Starship adalah kombinasi dari roket dan pesawat antariksa yang diklaim bisa mengangkut lebih dari 100 orang sekaligus ke Planet Merah.

SpaceX juga telah mengumumkan akan meluncurkan misi sipil pada akhir tahun, bersama penumpang yang benar-benar dapat mengorbit di sekitar Bumi sampai empat hari memakai pesawat antariksa bernama Crew Dragon.

Empat kursi kru dalam penerbangan itu telah diborong pendiri Shift4 Payments, Jared Isaacman. Namun, Musk sendiri tidak mengatakan apakah dirinya turut terbang dalam misi tersebut.

Richard Branson, Elon Musk, dan Jeff Bezos. | Businessinsider.com
Richard Branson, Elon Musk, dan Jeff Bezos. | Businessinsider.com

Meski Musk, Bezos, dan Branson sering menghiasi pemberitaan media, seorang miliarder lain bernama Peter Diamandis, mengambil langkah yang cukup radikal dengan membuka ruang bagi korporasi swasta pada akhir 1990-an.

Pendiri Planetary Resources itu membuat sebuah kompetisi bertajuk "X Prize" pada tahun 2004 silam, yang diharapkan dapat memacu tumbuhnya industri perjalanan luar angkasa swasta.

X Prize menantang tim di seluruh dunia untuk membuat pesawat antariksa yang mampu mengangkut manusia ke ruang angkasa. Dan, tim pertama yang sukses menerbangkan serta melakukannya dua kali dalam waktu singkat berhak meraih hadiah senilai USD 10 juta (setara Rp91,7 miliar).

Perlombaan itu akhirnya dimenangkan oleh perusahaan Scaled Composites yang merancang pesawat antariksa komersial bertajuk SpaceShipOne.

Rentetan misi penerbangan sukses oleh para miliardar itu membuktikan bahwa menjelajah ruang angkasa bukan hanya bisa dilakukan oleh astronot profesional. Orang awam tanpa adanya pembekalan layaknya astronot sekalipun tetap dapat plesiran ke luar angkasa. Tentu, hanya segelintir manusia saja yang memiliki kemampuan dalam menebus tiketnya.

Untuk merasakan sebuah pengalaman melayang tanpa gravitasi dengan VSS Unity, Branson mematok tarif USD250 ribu (Rp3,6 miliar) dengan durasi satu jam. Kabarnya sudah ada lebih dari 600 orang di seluruh dunia telah mendaftar, termasuk di antaranya Lady Gaga serta Justin Bieber.

Uniknya, sebagai bentuk apresiasi, Elon Musk, yang notabene merupakan rival utamanya dalam industri penerbangan antariksa juga turut memesan tiketnya.

Meski tak mematok harga, tiket armada milik Bezos dilelang dengan hasil USD28 juta (Rp400 miliar) untuk durasi terbang 11 menit ke luar angkasa. Hasil lelang itu akan disumbangkan ke yayasan Club for the Future milik Blue Origin.

Sementara itu, untuk perjalanan ke luar angkasa dan mengelilingi Bumi dengan Crew Dragon, Musk memasang tiketnya senilai USD52 juta atau Rp712 miliar per kepala. Misi penerbangan itu ialah hasil kolaborasi SpaceX dan Space Adventures.

Bagaimana, apakah Anda juga berminat memesan salah satu tiket pesawat yang ditawarkan ketiganya untuk merasakan pengalaman melayang tanpa gravitasi?

Selama masih mempunyai sumber daya, kalangan super kaya seperti mereka akan terus berlomba-lomba guna memuaskan ambisinya masing-masing.

Ketiga miliarder itu boleh saja memiliki ambisi besar dalam menerbangkan atau bahkan memindahkan umat manusia ke planet lain di alam semesta.

Akan tetapi, selama belum ada teknologi yang mumpuni untuk mencapai impian itu, hanya Bumi rumah tinggal kita satu-satunya saat ini. Planet biru inilah yang betul-betul harus dijaga agar tetap bisa menyokong peradaban Homo sapiens.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun