Pada banyak kasus, kita acap mengaitkan karakteristik positif, seperti kecerdasan, sikap jujur, serta perilaku baik, terhadap mereka yang menarik secara fisik tanpa disadari. Kesan itu seolah bekerja dalam alam bawah sadar kita.
Fenomena yang sama juga bisa diamati dalam bidang hukum. Diskriminasi dan ketidakadilan terkait penampilan juga tampak dari hasil studi sebuah lembaga riset hukum Australia, The Law Project, pada 2017.
Studi itu menemukan bahwa 120-305 persen terpidana yang berpenampilan tidak atraktif menerima dakwaan jauh lebih berat ketimbang terpidana yang memiliki penampilan atraktif.
Dalam tatanan masyarakat normatif, menjadi rupawan adalah kekuatan dan berpotensi dipakai dalam banyak hal. Disadari atau tidak, orang-orang yang mendukung Herrin telah membuktikan bahwa bias ketertarikan memang benar adanya.
Saya tidak berniat membenarkan bagi warganet guna memberikan pembelaan terhadap pelaku kejahatan, tidak peduli setampan dan sejelek apa pun parasnya. Seluruh aksi kejahatan memang sudah seharusnya kita kecam bersama-sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H