Pada suatu hari, Pak Sobari iseng pergi ke dealer Honda. Begitu masuk ke showroom, ia melongo memperhatikan sesosok SPG cantik yang menyambut kedatangannya.
"Selamat siang. Bisa saya bantu. Mau cari yang mana, Pak?" tanya sang SPG ramah.
"Mau cari yang baru nih, Mbak," jawab Pak Sobari dengan sangat antusias.
"Ada, Pak. Bapak mau nyubit atau nyusu perawan?"
Mendapat jawaban yang amat nakal nan menggiurkan, Pak Sobari seketika gagal fokus. Pikirannya terbang ke nirwana. Ia tampak menelan air liurnya sendiri.
"Ka-ka-kalau nyubit berapa? Lah, kalau nyusu perawan berapa, Mbak?" tanyanya antara gagap dan gugup.
"Nyubit 16 juta. Kalau nyusu perawan 24 juta, Pak"
"Alamak, kok mahal ya, Mbak. Padahal cuman nyubit doang kok 16 juta. Nyusu perawan apalagi, 24 juta. Mahal sekali!"
"Mari, Pak. Ikuti saya."
Sembari berjalan memasuki showroom, Pak Sobari pun mengekor di belakang sang PSG cantik, layaknya kerbau yang dicucuk hidungnya.
"Ini lho Pak, motornya," ucap sang SPG memecah lamunan Pak Sobari, sembari menunjuk ke arah motor NEW BEAT dan NEW SUPRA ONE.
Bagaimana, sudah receh belum guyonan ala bapak-bapak di atas? Punchline-nya amatlah paripurna, khas lelucon bapak-bapak yang suka nongkrong di pos ronda.
Kalau Kamu enggak tertawa gemas, ada yang salah dengan kesehatan mentalmu atau bisa juga urat syaraf tertawamu lagi keseleo. Canda keseleo!
Lelucon bapak-bapak itu bersumber dari akun Lelucon grup whatsap bapak-bapak di Facebook, dengan sedikit penyesuain agar enak dibaca dan lebih kompor gas.
Ada ratusan jokes receh bapak-bapak di sana. Kalau Kamu ingin perutmu dibikin mual karena overdosis asupan tawa, sila menyatroni halaman tersebut. Jika perlu ajak tetangga Kamu baca bareng-bareng biar seluruh penjuru kampung heboh.
Pada sejumlah unggahan, sang pembuat memang menyarankan agar leluconnya dibagikan. Tak heran jika akhirnya jokes bapak-bapak menyebar secara sporadis, menembus ekosistem media sosial.
Selera humor receh, garing, atau cringe sangat identik sama kaum bapak-bapak. Guyonan kocak yang tidak pernah gagal bikin tepuk jidat itu, seolah-olah sudah menjadi ciri khas saat mereka berusaha melawak di hadapan anggota keluarga.
Bagi anak-anak yang dikarunia bapak yang humoris sejak dalam kandungan, baiknya persiapkan minyak kayu putih mulai saat ini juga. Sebab, jokes bapak-bapak yang level kegaringannya mirip rengginang akan terus menghantuimu! Jaga-jaga semisal perutmu agak mulas.
Para pakar pada bidang linguistik belum bisa memastikan apakah lelucon bapak-bapak bersifat universal atau tidak. Yang jelas, sejumlah negara memiliki sebutan tersendiri untuk menyebut guyonan itu.
Orang Amerika menyebut lelucon bapak-bapak dengan terminologi "dad jokes". Menurut Urban Dictionary, "dad jokes" ialah "lelucon murahan dan/atau bodoh yang dibuat seorang bapak untuk anak-anaknya".
Terkesan peyoratif memang, tetapi jika diamati dengan lebih seksama, lelucon bapak-bapak mempunyai karakteristik khas, seperti halnya genre humor lain. Lebih kerennya lagi: ia punya kekuatan khusus untuk membuat makhluk hidup tertawa gemas, bahkan sampai lemas.
Di Jepang, "dad jokes" dikenal dengan istilah "oyaji gyagu", artinya "candaan orang tua". Sementara di Korea dikenal lewat terminologi "ajae gaegeu" yang dipopulerkan pembawa acara komedi.
Guyonan bapak-bapak yang dikenal di negara-negara tersebut berkaitan erat dengan budaya negeri mereka masing-masing. Hal itulah yang membuat jenis humor tersebut sangat unik.
"Anda bisa duduk sendiri dan membaca semua daftar meme (jokes bapak-bapak) tanpa harus dijelaskan dulu atau adanya rintangan budaya apa pun. Itu langsung terhubung lewat sebuah ide," ucapnya.
Walaupun berbeda budaya, "dad jokes" memiliki gaya khas utama: harus garing serta memberikan kesan tidak nyaman. Namun, kedua faktor itulah yang justru kerap ditertawakan oleh pemirsanya.
"Dad jokes" memang terkadang enggak harus lucu agar ditertawakan. Hal yang cukup familiar bukan, saat mengamati wakil rakyat kita tidur santuy di gedung DPR? Atau, pimpinan negara yang suka melakukan komedi berdiri di istana?
Namun, hambatan itu sama sekali tidak mengurangi antuasiasme mereka untuk tetap melawak atau setidaknya membuat anggota keluarganya gemas. Oleh sebab itu, meski tidak lucu, tertawalah. Tolong hargai jerih payah bapak kalian, ya.
Fenomena lelucon bapak-bapak identik dengan sebuah karya seni, yang saking buruknya sampai-sampai jadi bagus.
Terminologi "dad jokes" pertama kali ditemukan di kolom Gettysburg Times tahun 1987 yang ditulis Jim Kalbaugh. Pada Hari Ayah saat itu, ia tidak hanya ingin memperkenalkan lelucon bapak-bapak kepada publik, melainkan juga ingin agar genre jokes itu dilestarikan.
"Menjelang peringatan Hari Ayah, saya ingin mengusulkan lelucon ala bapak-bapak tak dilarang. Ia harus dihormati, dilestarikan," ungkap Kalbaugh.
Lebih dari 30 tahun berselang, ia baru memperoleh apa yang diinginkannya. Lelucon bapak-bapak dengan sporadis menjangkiti ruang media sosial dengan berbagai bentuk, salah satunya meme.
Ahli biologi Richard Dawkins dalam "The Selfish Gene (1976)", mendeskripsikan meme sebagai sebuah "unit transmisi budaya". Ia mengatakan bahwa ide-ide dapat mereplikasi, berkembang, serta memasuki budaya populer dengan cara yang mirip dengan penyebaran gen.
Maka tak heran jika lelucon bapak-bapak lewat varian meme, mudah diterima dan digemari oleh publik di media sosial.
Lelucon bapak-bapak mampu menjadi alternatif hiburan tanpa harus "ngeden" lebih dulu guna mencernanya. Materinya pun sangat ringan. Sebab, apa pun yang ada di sekitar kita, dapat dijadikan bahan melawak oleh kaum bapak-bapak yang maha receh bin ajaib.
Selain sederhana, lelucon bapak-bapak biasanya berisikan pengalaman hidup umum. Sehingga, "relateable" dengan keseharian dan bisa menjangkau lebih banyak kalangan, lintas kasta dan usia.
Lelucon memiliki banyak fungsi, salah satunya dapat memperkaya perspektif orang, membuat penyampaian sesuatu lebih efisien, serta mengurangi stres.
Di jaman digital yang ramai oleh adanya kejahatan daring, lelucon bapak-bapak menjadi oase di mana humor tak sampai harus melukai hati orang lain. Alih-alih melukai, humor harus menyembuhkan, menghibur, dan merekatkan. Begitulah "dad jokes" bekerja.
Humor bapak-bapak bisa menjadi media yang ekonomis, humanis, dan juga amat ramah lingkungan bagi orangtua untuk mendekatkan diri dengan anak-anaknya.
Jika di balik rempeyek ada udang, maka di balik lelucon bapak-bapak ada canda dan tawa yang dapat mempererat ikatan antara anak dengan orangtua.