Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Jurnalis Warga Dibui, Potret Horor di Negeri Lopar-lapor

16 April 2021   11:22 Diperbarui: 16 April 2021   11:26 751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
YouTuber asal Medan, Benni Eduward Hasibuan dan Joniar Nainggolan, digiring ke penjara dengan UU ITE akibat aktivitas jurnalisme warga. | Sumber: 1000 Words/ Shutterstock via WACCGlobal.org

Pasal karet dalam UU ITE kembali meminta tumbal. Kali ini, jurnalis warga yang menjadi mangsanya. Mereka yang sudah gagah berani megibarkan fakta serta kejujuran, justru digiring ke dalam penjara.

Pada era digital, dunia jurnalistik tidak hanya dimonopoli kalangan juru warta profesional saja, tetapi juga bisa dihuni dan dimiliki oleh seluruh warga negara.

Melalui sebuah medium yang bernama "citizen journalism" (jurnalisme warga), kita bisa menjadi garda terdepan dalam membagikan kabar dan informasi yang memiliki nilai berita untuk masyarakat.

Ia menjadi ruang yang bisa diakses oleh siapa saja, tanpa sekat dan segmentasi. Jurnalisme warga memposisikan setiap spesies manusia seolah-olah berperan sebagai juru warta sungguhan.

Sebagai seorang jurnalis warga (citizen journalist), mereka melakukan aktivitas jurnalistik, seperti mengumpulkan dan mengolah informasi serta data menjadi hidangan berita yang layak dikonsumsi.

Meski jurnalis warga menyandang lema "jurnalis" dalam istilahnya, sayangnya, para pelakunya tak mungkin disamakan dengan jurnalis profesional.

Alih-alih dirangkul, jurnalis warga justru berpeluang mendapatkan hukuman yang lebih berat jika ada 'sengketa' informasi. Vonis itulah yang belum lama ini dialami oleh YouTuber asal Medan.

Benni Eduward Hasibuan dan Joniar Nainggolan yang dijerat dengan menggunakan UU ITE. | NewsCorner.id
Benni Eduward Hasibuan dan Joniar Nainggolan yang dijerat dengan menggunakan UU ITE. | NewsCorner.id
Dua YouTuber itu adalah Benni Eduward Hasibuan dan Joniar Nainggolan. Mereka 'dihadiahi' pidana delapan bulan penjara lantaran melakukan aktivitas jurnalisme warga yang mencatut nama aparat.

Hukuman itu dipicu video mereka terkait temuan mobil bodong yang dinilai sudah menunggak pajak–yang ditengarai milik oknum petugas pajak di Kota Medan.

Kedua sosok YouTuber itu memang kerap membuat video tentang kritik sosial. Oleh sebab itu, Benni menyebut bahwa dia dan rekannya, Joniar, sudah dijadikan "target operasi" oleh oknum tertentu.

Telebih lagi, beberapa unggahan konten mereka dalam kanal Joniar News Pekan, berisi aksi oknum aparatur negara yang diduga tengah melakukan praktik pungli.

11 Agustus 2020, menjadi momen kunci atas insiden yang menggiring mereka ke dalam jeruji pesakitan. Awalnya, mereka memperoleh informasi dari warga bahwa sejumlah kendaraan milik petugas justru belum tertib membayar pajak.

Mereka berdua lantas mendatangi kantor Samsat Kota Medan untuk membuktikan kebenaran dari informasi tersebut. Lewat andil aplikasi e-Samsat, mereka berhasil menemukan beberapa mobil di halaman kantor itu yang kemungkinan memasang plat bodong, bahkan menunggak pajak.

Beberapa pemilik mobil bermasalah itu, menurut penelusuran keduanya, adalah personil kepolisian. Mereka menemukan sedikitnya 10 mobil yang 'lalai pajak'.

Mereka sudah berusaha mengonfirmasi terhadap pihak kepolisian agar videonya tak terkesan berat sebelah, sebagaimana yang dilakukan oleh jurnalis profesional.

Namun, Dirlantas Polda Sumut Kombes Wiebowo yang ingin mereka temui kala itu, klaim Benni, tidak berada di kantor.

Keduanya lantas menemui Kanit I STNK Ditlantas Polda Sumut, Ipda Nanang Kusumo, guna dimintai konfirmasi. Usai sempat berdebat sengit, olehnya, kedua sosok YouTuber tersebut dinilai terlalu sering bikin institusi kepolisian 'gerah'.

Mereka tidak pernah menyangka, video berisi mobil belum bayar pajak itu yang akhirnya bikin mereka berdua dijemput paksa polisi, sepekan usai video tayang.

Benni dan Joniar diamankan atas laporan yang dibuat oleh Aiptu Johansen Ginting, dengan memakai mantra pasal UU ITE.

Johansen merasa dirugikan sebab dalam video yang mereka unggah tampak mobil anaknya. Sehingga, muncul kesan bahwa mobil itupun turut menunggak pajak.

Karena dianggap bukan juru warta yang dilindungi oleh UU Pers, mereka berdua langsung ditahan. Tidak berselang lama, nyaris semua video yang mencatut nama instansi terkait, raib dari kanal mereka.

12 April 2021, majelis hakim PN Medan memutus mereka bersalah karena telah melanggar Pasal 45 ayat 3 (UU ITE) soal pencemaran nama baik atau yang lebih populer dengan sebutan pasal karet.

"Masih banyak oknum polisi yang tidak taat pajak dan menggunakan kendaraan bodong". Kalimat itulah yang dianggap sebagai bukti pencemaran nama baik.

Payung Hukum Jurnalis Warga

Jurnalisme warga merupakan manifestasi fungsi watch dog (kontrol sosial). Tatkala kekuasaan tidak berjalan secara efektif, ia mampu menyuplai 'asupan vitamin' agar aparatur negara tetap fokus pada treknya.

Kebebasan berekspresi ialah bahan bakar yang menggerakkan jurnalisme warga. Ia bisa menjadi alat untuk mengakomodasi aspirasi publik serta untuk menjaga iklim demokrasi dalam negara agar tetap sehat. Hal itu selanjutnya akan memberi garansi untuk perlindungan hak asasi manusia.

Sajian produk jurnalisme warga juga bisa memberikan alternatif sumber informasi bagi masyarakat–melalui sudut pandang yang berbeda serta tidak terpenjara oleh sistem, seperti halnya media arus utama.

Namun, di sisi lain, "citizen journalism" juga bisa membuka peluang terjadinya sengketa hukum terkait materi konten, seperti yang dialami dua YouTuber itu.

Nasib nahas yang sama juga sebenarnya mengintai kita, khususnya para penulis di Kompasiana yang gemar melontarkan kritik terhadap suatu kebijakan publik.

Sungguh begitu tipis bias sebuah kalimat yang menentukan masa depan dan nasib seseorang, apakah dia akan mendekam di dalam dinginnya lantai penjara atau tetap tidur dengan selimut yang hangatnya.

Terlebih lagi, nyaris seluruh elemen dari media serta jurnalis warga hingga pers di tingkat mahasiswa, pernah mendapatkan intimidasi dan represi oleh mereka yang merasa 'kebakaran jenggot'.

Mereka diancam melalui pesan, telepon, media sosial, hingga bahkan mengalami kekerasan fisik, seperti yang dilaporkan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Oleh sebab itu, menjadi krusial bagi para jurnalis warga untuk diberikan payung hukum selayaknya wartawan profesional yang bekerja di bawah panji media massa.

Dalam menjalankan tugasnya, seorang jurnalis dilindungi oleh UU Pers Nomor 40 tahun 1999 sehingga tatkala terjadi sengketa hukum terkait isi berita, akan dimediasi oleh Dewan Pers, dan bukan berlanjut ke meja pengadilan.

Lain halnya dengan jurnalis warga, yang saat terjadi sengketa, akan dijerat dalam koridor UU Nomor 11 tahun 2008 terkait ITE, yang bisa berujung pada penjara.

Memang benar bahwa jurnalis warga tak dapat disamakan dengan profesi jurnalis profesional. Akan tetapi, mereka tetaplah sama seperti warga negara lain yang juga memerlukan perlindungan atas aspirasi yang mereka kemukakan di ruang publik.

Sehingga, butuh adanya jaminan hukum bagi pegiat jurnalisme warga, bisa dalam wujud Undang-undang khusus atau juga pembentukan otoritas yang bisa menjadi mediator–andai terjadi sengketa hukum terkait materi konten.

Namun, semua itu mustahil tercipta jika belum ada upaya perbaikan atas adanya pasal-pasal karet (UU ITE) yang mampu mengirim orang-orang tidak berdosa ke dalam jeruji penjara.

Andai kata hal itu tetap dibiarkan, maka terminologi negeri lopar-lapor memang pantas guna disematkan pada Indonesia. Ya, sebab memang begitulah fakta yang sesungguhnya.

Selamat datang di negeri lopar-lapor!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun