Karena karakter ambivalensi dari kitab suci itu, menurut Najib, banyak orang yang menafsirkannya dengan perintah menegakkan kebenaran (amar makruf nahi munkar) sebagai justifikasi untuk serangkaian tindakan teror.
Pada dasarnya, semua agama dan ragam ideologi dalam peradaban umat manusia pernah dijadikan alasan aksi kekerasan.
Terorisme merupakan gejala global. Tak hanya Islam, penganut agama Shinto di Jepang, Hindu di India, serta Buddha di Myanmar, mereka turut memanfaatkan dalil dan dalih agama dalam melakukan kekerasan pada pihak lain yang menurut mereka terjustifikasi dan terlegitimasi.
Gerakan terorsime global juga dijumpai di antara kaum fundamentalis agama-agama samawi lainnya seperti Kristen dan Yahudi.
Di Amerika Serikat ada kelompok militan Kristen Army of God yang meneror orang yang mendukung dan melakukan praktik aborsi.
Sebelum menjadi Perdana Menteri Israel, Menachmem Begin serta Yitzhak Shamir pun pernah menjadi pemimpin kelompok teroris Yahudi.
Kendati berbeda keyakinan, eks Presiden Negeri Paman Sam, George Walker Bush, maupun pemimpin kelompok Al-Qaeda, Osama Bin Laden, sejatinya sama-sama teroris. Keduanya adalah fundamentalis yang amat gemar melancarkan berbagai aksi teror dan kekerasan.
Para pelaku teror tidak mempedulikan nyawa masyarakat sipil. Semua orang bisa menjadi korban, apapun agamanya.
Aksi keji para teroris menorehkan noda hitam pada agama yang mengajarkan cinta, kasih sayang, dan perdamaian.
Sebenarnya aksi mereka tidak mewakili agama mana pun. Tidak satupun agama yang mengajarkan teror dan kekerasan. Para pelakunya acapkali membajak dan mendistorsi ajaran agama demi agenda dan nafsunya sendiri.