Mereka memaksa Hesti untuk berhenti memelihara anjing-anjing liar dengan alasan mengganggu ketertiban dan tak sesuai dengan syariat Islam.
Menanggapi hal itu, polisi harus turun tangan dalam mencarikan solusi yang bisa diterima oleh kedua belah pihak. Â
Kapolres Bogor sudah mempertemukan Hesti dengan pihak ormas yang merasa keberatan. Pertemuan itu menghasilkan beberapa kesepakatan. Di antaranya, ia harus melepaskan 40 ekor dari total 70 ekor anjing yang dipelihara.
Rupanya, itu bukanlah pertama kali ia mendapat protes. Sebelumnya, ia juga pernah diprotes warga ketika ia masih tinggal di Pamulang. Bisa jadi protes itu masih dari kelompok yang sama.
Sejumlah pihak dalam ormas yang sejak bulan Februari 2021 menggelar protes itu mengaku keberatan dengan sikap Hesti yang gemar memelihara puluhan anjing, terlebih dirinya memakai atribut islami (hijab dan cadar).
Padahal, warga yang benar-benar berasal dari desa tempat tinggal Hesti selama ini tak pernah melontarkan protes. Bahkan, mereka sempat geram dan membelanya ketika Hesti digeruduk oleh ormas yang dikenal barbar tersebut.
Tidak ada stigma negatif dari warga desa terhadap kegemarannya merwat anjing di belakang huniannya. Mereka tak merasa terganggu atas keberadaan shelter anjing liar milik Hesti.
Ia bahkan mempekerjakan tujuh warga setempat untuk membantu Hesti dalam mengurus 70 anjing tersebut. Upayanya menampung anjing liar turut membuat warga (muslim) bernafas lega lantaran bisa terhindar dari risiko terpapar najis.
Hesti selalu menjaga anjingnya tetap di penampungan dengan tujuan agar tidak mengganggu warga. Di dalam shelter-nya pun telah dilengkapi oleh kandang dan septic tank khusus untuk kotoran hewan sehingga tidak mencemari lingkungan.
Selain itu, lokasi shelter anjing miliknya jauh dari pemukiman warga. Terlebih, mayoritas anjingnya adalah berasal dari warga setempat yang tidak dirawat.