Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"El Empleo", Film Surealis yang Bikin Malas Kerja

16 Maret 2021   20:40 Diperbarui: 31 Mei 2022   00:46 2233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Film pendek ini mampu memaksa kita untuk berpikir. Berpikir ulang. Berpikir berkali-kali, tentang apa esensi kehidupan serta peran kita dalam suatu piramida peradaban.

El Empleo atau dalam bahasa Indonesia berarti "Pekerjaan", merupakan sebuah magnum opus bernuansa satir-surealis gubahan sutradara kelahiran Argentina, Santiago "Bou" Grasso.

Bou mengangkat sebuah ide yang begitu sederhana, tetapi sangat kompleks. Film pendek itu menyoroti realitas dunia yang kita tinggali selama ini. Plot-nya dibalut apik sekaligus epik yang dikemas dengan satir dan nuansa surealisme yang pekat.

Adegan diawali oleh seorang pria yang bangun pada pagi hari, yang kemudian memulai rutinitas hariannya. Langkah kakinya terasa sangat berat. Tidak ada ekspresi yang tampak pada wajahnya.

Ia terbangun oleh jerit suara alarm yang begitu menyebalkan bagi sebagian besar pekerja. Detak jam dindingnya terdengar keras, tapi kontras dengan laju jarumnya yang berjalan begitu lambat.

Gambar latar belakang pada jam dinding lapuknya menggambarkan seakan-akan sang majikan tengah memerintahkannya untuk bangun dan mulai bekerja.

Di rumahnya, tugas benda-benda mati diambil alih orang sungguhan. Mereka hidup, tetapi hanya bisa pasrah dalam melakukan perannya masing-masing.

El Empleo oleh Santiago Grasso | openculture.com
El Empleo oleh Santiago Grasso | openculture.com
Sang protagonis dilayani oleh manusia yang bertindak sebagai lampu berdiri, memegang cermin untuknya ketika di kamar mandi. 

Mereka juga menjelma menjadi meja dan kursi guna diduduki saat ia minum kopi. Bahkan, gantungan kunci pun diperankan oleh manusia.

Uniknya, bukan cuman sang tuan saja yang tak menunjukkan ekspresi, orang-orang yang berperan sebagai perabotan rumah–yang bisa jadi adalah anggota keluarganya sendiri–pun sama. Suram.

Sang pria tampak mapan, yang ditandai oleh setelan jas yang menjadi ciri khas para pekerja kerah putih. Sementara itu, orang lain di sekitarnya yang bertugas melayani adalah pekerja kerah biru.

Ketika ia meninggalkan rumahnya, hal yang sama masih tersaji. Mobil-mobil taksi digantikan oleh tenaga manusia, yang benar-benar menggendong para pelanggannya pada punggung mereka.

Dalam perjalanannya digendong taksi biologis itu, lampu merahnya terlihat sangat absurd, yang mana diperankan oleh dua manusia bergelantungan.

Gedung kantornya sangat tinggi yang sudah dilengkapi pintu geser otamatis dan lift. Ya, lagi-lagi diperankan serta digerakkan oleh mesin-mesin biologis.

Sepanjang film kita tidak akan disuguhi dengan dialog dan musik, hanya suara efek lingkungan (ambience), yang tetap konsisten hingga akhir kisah.

Warna saturasi rendah diadopsi dengan tujuan menciptakan suasana suram nan menyedihkan. Tak ada adegan maupun gerakan yang berlebihan. Irama-irama kesunyian semakin mempertajam ironi yang terkandung di dalam film.

Aroma keterasingan semakin menguar, sebab hubungan antar pekerjanya tidak menunjukkan emosi seperti lazimnya di dalam dunia kerja. Mereka bergerak dan bekerja secara otonom.

Film pendek tersebut akan memberikan pesan sangat kuat mengenai pekerjaan, keterasingan, dan bagaimana peran kita dalam ekosistem peradaban manusia.

Kita mempunyai hasrat mengeksploitasi orang lain, membantu sistem yang tidak adil terus berputar mengikuti porosnya. Peran kita dalam sebuah pekerjaan akan semakin memantapkan posisi penguasa di puncak piramida.

El Empleo adalah manifestasi sempurna yang oleh Plautus disebut dengan istilah Homo homini lupus atau manusia adalah serigala bagi manusia lainnya. 

Tak ada yang namanya privilese, setiap orang dalam hierarki peradaban hanya akan mengenal dua macam stratifikasi, yakni majikan dan jongos.

Anda melayani orang lain. Orang lain melayani Anda. Setiap orang memiliki peran masing-masing. Cukup lakukan saja mandat Anda. Jangan memikirkan nasib orang lain. Urus saja diri sendiri.

Anda sadar, dan bisa merasakan bahwa mereka tengah memeras tenaga Anda, tetapi Anda tidak memiliki daya untuk melawan karena berada dalam kendali.

Mereka yang paling kuat akan berkuasa dan yang lemah bakal selalu berada di bawah kaki tuannya. Terinjak-injak. Ia menjadi representasi kehidupan sosial pada era modern.

Di dunia tenaga kerja, manusia sudah digantikan dengan benda mati, yang menjadi cara baru untuk memecahkan masalah pengangguran dalam sistem kapitalis.

Sang tokoh utama yang seakan menjadi majikan, dan mampu menikmati segala macam layanan, ternyata adalah jongos bagi majikannya. Ia pun harus menjadi benda mati yang melayani.

Bahkan, ia akhirnya punya peran yang jauh lebih hina dari orang-orang yang pernah melayaninya. Secara harfiah, ia adalah keset bagi atasannya.

Hal itu adalah cerminan dari kenyataan bahwa semakin tinggi posisi seseorang, maka akan semakin banyak pula omong kosong yang harus diterima setiap hari.

Pada akhir film, kita ditunjukkan sebuah adegan kala orang yang berperan sebagai tiang lampu berdiri, memutuskan untuk menyudahi perannya. Dirinya langsung membanting penutup di kepalanya.

Animasi pendek berdurasi 6,2 menit itu diproduksi 12 tahun lalu atau tepatnya pada tahun 2008, dan telah menerima 100 penghargaan lebih. Meski terkesan klasik, nilai-nilai yang dikandungnya masih sangat relevan sampai detik ini.

Menonton "El Empleo" memberikan kita momen kontemplasi dalam memikirkan ulang mengenai peran dan apa yang kita lakukan setiap hari.


Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun