Jika pernikahan artis disiarkan selama berjam-jam, mengapa malam pertama mereka tidak?
Prosesi sakral satu ini memang menjadi dambaan bagi setiap orang, terlebih lagi bagi kaum jomlo. Kita semua pasti ingin menikah dengan berbagai macam pesta yang menjadi impian masing-masing.
Sebuah kabar bahagia memang pantas dipublikasikan. Akan tetapi, bagaimana jadinya jika prosesi itu menyita terlalu banyak ruang publik–melebihi takaran yang semestinya?
Dahulu, para pesohor akan menggelar pernikahan layaknya masyarakat pada umumnya. Kini, ritual sakral itu justru disiarkan langsung oleh media televisi (tivi) nasional, termasuk saat lamaran.
Saking giatnya berburu rating, stasiun tivi di negeri ini mulai melirik peluang baru dengan jalan mengintip ke dalam bilik-bilik pribadi para selebriti +62.
Bukan cuman sekali dua kali saja siaran pernikahan selebriti ditayangkan secara langsung di tivi nasional. Bahkan, ritual itu sudah menjadi tren di kalangan artis Tanah Air beberapa tahun terakhir.
Bagi kalangan artis, penayangan acara secara langsung seakan-akan menjadi 'syarat sah' dari sebuah prosesi sakral berupa pernikahan. Apabila rakyat dari Sabang sampai Merauke tak menonton ritual kawin mereka, maka tidak sah.
Entah mengadopsi budaya siapa, yang jelas aksi "pembajakan" besar-besaran stasiun tivi itu menciptakan kontroversi di hadapan publik. Banyak yang menilai bahwa penayangan prosesi sakral secara langsung semacam itu amat berlebihan.
Meski begitu, ironisnya, masih banyak stasiun tivi nasional yang tetap dablek guna menyiarkan pernikahan kalangan artis Tanah Air secara langsung dengan porsi yang sangat barbar!
Seperti kalangan selebriti +62 lainnya, pernikahan Atta Halilintar serta Aurel Hermansyah dengan tajuk Ikatan Cinta rencananya juga akan disiarkan secara langsung di kolong atmosfer negeri ini.
Sebelum menggelar akad nikah, kedua sejoli anak sultan itu akan terlebih dulu melangsungkan lamaran pada 13 Maret 2021 (hari ini). Menilik akun Instagram RCTI (@officialRCTI), prosesi itu akan diterbitkan pada pukul 12.30 WIB. Lebih nahasnya lagi, ritual itu akan disiarkan selama tiga jam. Ya, anggap saja 3 SKS!
Pada tahun 2014 silam, kita juga pernah 'dibanjiri' dengan siaran live pernikahan Raffi Ahmad versus Nagita Slavina yang bertajuk "Janji Suci" dengan durasi yang bisa membuat kita mabok: empat belas jam! Sudah setara dengan kuliah 14 SKS!
Sejak pukul 08.00-22.00 WIB warga +62 disuguhi acara yang sangat 'berfaedah'. Bahkan, TransTV sudah menampilkan segmen eksklusif bertajuk "Menuju Janji Suci" dua hari berturut sebelum hari H.
Prosesi sakral kedua pasangan crazy rich Atta-Aurel dan Rafi-Gigi memang bukan yang pertama. Pun, bukan acara pertama yang pernah "dijewer" oleh pihak KPI.
TransTV sebelumnya sudah dihadiahi teguran, yang lantas disusul oleh RCTI yang mendapat teguran serupa. Kedua media tivi kebanggaan netizen +62 itu seolah tengah berlomba-lomba dalam memanen sanksi dan teguran dari KPI.
Asal rating bisa naik berkali-kali lipat, urusan sanksi dan teguran belakangan. Faktanya, sampai detik ini pun mereka tidak ada kapok-kapoknya, Pemirsa!
Atau, barangkali KPI selama ini belum menjalankan fungsinya dengan baik? Apakah sanksi mereka kurang kejam?
Rating dan share menjadi gol yang ingin dicapai acara tivi manapun. Makin tinggi potensi rating dan share yang bisa diraih, makin menarik pula sebuah acara untuk ditayangkan. Dan, pernikahan para artis sering memuncaki kedua unsur tersebut.
Banyak kritik yang dilayangkan kepada stasiun tivi tersebut bahwa pemakaian frekuensi milik publik harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemaslahatan masyarakat luas. Hal itu tertuang pada Pedoman Perilaku Penyiaran & Standar Program Siaran (P3-SPS) besutan KPI.
Sebagaimana yang kita amati bersama, sejatinya tidak ada kepentingan publik pada pernikahan artis atau figur publik.
KPI menyatakan suatu hal yang bersifat personal, seperti kelahiran, pernikahan, dan kematian, adalah siaran yang tidak layak ditayangkan oleh stasiun televisi nasional dengan durasi yang bisa bikin manusia waras gumoh, bahkan muntah.
Setiap pemegang izin siar mempunyai kewajiban guna memfilter konten yang disiarkan agar memenuhi unsur-unsur kepentingan publik secara luas.
Hal yang selama ini menjadi diskursus klasik: siapakah yang bisa menentukan arah ideologi sebuah tayangan. Media atau publik?
Sebenarnya media yang justru berperan strategis dalam mendorong tumbuhnya hedonisme dalam masyarakat. Ideologi yang lebih mengutamakan euforia semu.
Mereka boleh berdalih bahwa penyiaran konten itu untuk memenuhi permintaan pasar atau masyarakat. Pasalnya, publik juga menyukai konten tersebut, terlebih lagi jika selebriti terkait adalah idolanya.
Akan tetapi, publik dan pasar adalah dua hal yang berbeda. Pasar lebih bersifat tak natural dan seleranya dapat digiring oleh media. Sementara publik lebih natural di mana hak utamanya saat menonton tivi adalah mendapatkan informasi.
Para remaja yang telah terbiasa menelan sajian glamor selebriti, dapat membawa harapan yang terlalu tinggi perihal pesta pernikahan yang diimpikannya. Harapan itu akan tertambat di dalam alam bawah sadar mereka tanpa disadari.
Mereka akan merasa bahwa kemewahan pernikahan artis menjadi 'standar ideal' bagi dirinya kelak ketika ingin menikah. Sedangkan pesta perkawinan artis bisa menghabiskan hingga miliaran rupiah.
Sementara itu, bagi orangtua, terutama sang ibu, bisa menuntut putri atau calon menantunya dalam menggelar prosesi nikahan yang sama glamornya. Padahal, kita tahu kemampuan finansial sebagian besar warga Nusantara sangat terbatas.
Sampai di sini, apa mereka nggak merasa kasihan sama jomlo yang kebelet kawin, tetapi justru terhambat oleh permintaan pesta pernikahan harapan calon mertua?
Ya, kita memang butuh hiburan, tetapi harus disertai dengan porsi yang ideal. Masih banyak ide yang lebih layak dan bermanfaat yang bisa digali oleh media, alih-alih "mencemari" ruang publik.
Seketika ada pertanyaan tidak senonoh yang menyeruak liar dalam pikiran saya, apakah mereka juga punya rencana buat menyiarkan ritual malam pertama artis?
Jika iya, saya akan siapkan popcorn! ;)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H